7. Kencan atau Tawuran

102 5 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Selamat membaca, enjoyyyy 🤗

-Dan aku butuh kamu seperti halnya jantung yang membutuhkan detak-


"Tidurlah, sudah larut malam." Mas Arisal menyuruhku untuk tidur, perbincangan kami di telepon belum juga berakhir.

"Hoaammm, baiklah aku juga sudah mengantuk." Aku terus saja menguap, menandakan bahwa aku mulai kehabisan daya dalam tubuhku.

"Oh iya. STNK kamu sudah Mas ambil, jadi besok kita bisa bertemu." Tutur Mas Arisal.

Aku hampir melupakan surat berharga itu, rasanya sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan STNK ku yang malang, yang rela berkorban untuk menjadi jaminan tilangan sialan satu minggu yang lalu.

"Harus besok?" Tanyaku memastikan.

"Kenapa? Kamu tidak bisa?" Nadanya terdengar penasaran.

"Aku hanya bertanya." Jawabku singkat, aku malas memberikan alasan yang panjang.

"Harus besok, sekalian kamu membuat SIM." Tuturnya yang pasti bagi Mas Arisal bukan suatu pilihan tetapi perintah.

"Kita bertemu langsung disana, Mas tidak bisa menjemput mu karena pagi hari mas ada acara yang tidak bisa Mas tinggalkan." Pernyataan mas Arisal mampu membuat kantukku hilang.

Yang benar saja, bukankah seharusnya ini menjadi kencan pertama kami?
Jika dia sendiri saja memiliki acara lain mengapa mengharuskan untuk bertemu besok, sungguh menyebalkan.

Aku harus sadar bahwa es di kutub selatan memang sulit untuk dicairkan.

"Jadi maksud mas aku harus datang sendiri?" Laki-laki macam apa yang tega menelantarkan dan membiarkan kekasihnya pergi sendiri tanpa ada jemputan di kencan pertama.

"Iya, nanti mas share lokasinya. Kita bertemu disana." Tidak ada nada khawatir dari kata-katanya, Mas Arisal menganggap aku sudah memahaminya. Dasar laki-laki kejam.

Aku hanya diam, menerima semua perilaku es nya itu. Aku bertekad kuat suatu saat aku pasti bisa membalas dendam.

"Halo? Kenapa diam? Jangan melamun, nanti kamu kesurupan." Mas Arisal mencoba menyadarkan ku di seberang telepon.
Sialan! aku benar-benar terlihat bodoh dimatanya, ingin rasanya aku menelan dia hidup-hidup.

"Aku mengantuk." Ku putuskan sambungan telepon secara sepihak.

"Klik." Sambungan telepon pun terputus.

From : Mas Arisal

Good night

Satu buah pesan darinya mampu membuat hati ini dipenuhi dengan kelopak mawar. Tapi aku enggan untuk membalas, rasa gengsi masih menjalar.
Nama Mas Arisal dalam kontak ponselku sudah aku ganti dengan nama yang wajar. Aku merasa risih dengan nama yang dia sematkan sebelumnya.

Setelah pertemuan kami satu minggu yang lalu, pertemuan yang tidak disengaja dengan insiden memalukan dan di warnai dengan satu kesepakatan gila. Komunikasi kami bisa di katakan cukup baik, tidak ada hambatan dan arang melintang, seakan mulus seperti jalan tol.
Susah sinyal dan baterai ponsel yang tiba-tiba habis pun tidak menghantui kami. Dalam satu minggu ini aku mulai mengetahui perihal dirinya, tanpa sungkan dia menceritakannya padaku. Dia yang ternyata berusia 4 tahun lebih tua dariku, dia anak bungsu dan memiliki satu kakak perempuan.

Beri Aku Waktu Satu BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang