Keluarga besar begitu terpukul mendengar berita mengenai keadaan Karin. Mereka tak pernah mengira Karin akan mengalami masa yang berat.
Ririn saat ini sedang menyuapi sarapan untuk Karin. Tadinya di sana ada neneknya juga. Tapi karena tak bisa berhenti menangis dan khawatir akan membuat psikis Karin makin drop, Gani akhirnya membawa sang Ibu pergi.
"Udah ma," ucap Karin.
"Satu suap lagi ya sayang?"
Karin menggelengkan kepala. Ia mengangkat tangannya. Meraba-raba, "ma, minum."
Ardan meraih tangan Karin dan memberikan segelas air putih. Ardan menjaga agar gelas itu tidak tumpah selama Karin meminumnya.
"Udah kak?"
Karin mengangguk.
"Sekarang istirahat ya, papa bantu," ucap Ardan.
"Pa, ma," Karin menengadahkan kedua tangannya.
Ardan dan Ririn saling menatap heran. Mereka menggenggam tangan Karin, namun Karin malah menyatukan tangan mereka.
"Kakak seneng denger tentang mama dan papa."
Ririn tersenyum. "Kalo kakak seneng, cepet sehat ya kak."
Karin tersenyum. "Ma, pa..."
"Hmmm ... apa kak?" Tanya Ardan.
"Kakak takut gelap. Tapi kakak ngantuk. Pegangan gini ya biar kakak nggak takut."
Ardan tersenyum. Ia mengusap kepala Karin. "Iya. Mama dan papa di sini. Kakak istirahat ya."
Karin mengangguk. Ia menutup mata. Ririn dan Ardan tetap membiarkan Karin menggenggam tangannya. Mengantarkan putri cantik mereka hingga terlelap.
.
"Istirahat mas," ucap Ardi begitu Ardan duduk di sampingnya.
Ardan mengangguk. "Besok Karin akan mulai berobat jalan. Keadaan sudah stabil."
"Mas Gani tadi bilang, udah daftarin Karin. Ya istilahnya Karin lagi nunggu antrian buat matanya. Tapi ya itu mas. Pasti nggak cepat. Antriannya juga pasti lama."
Ardan menghela nafas berat. Meski ia sudah bisa membuat sang istri pulang, tapi ia masih merasa belum lega. Terlebih kondisi Karin jauh dari kata baik-baik saja.
Ardan melirik ke sampingnya. Kenzo yang tidak mau pulang tertidur pulas dengan posisi duduk. Ardan tak tega. Ia lalu membawa puteranya agar tidur di pangkuannya.
"Kenzo capek mas."
Ardan mengangguk. "Ya mau gimana lagi. Dia nggak mau jauh dari kakaknya."
Ardi mengangguk setuju. "Diajak pulang Anno sama Alin juga nggak mau. Reno sama Vano juga nawarin. Dianya nggak mau," Ardi mengusap wajah tenang Kenzo.
Ardan mencium kening Kenzo. "Di..."
"Ya mas?"
"Inget nggak sih kita sering berantem?"
Ardi tertawa pelan. "Iya. Apalagi jaman SMA. Gelud terus mas."
"Tapi makasih ya Di. Kamu selalu bisa mas andalkan. Kamu selalu ada untuk bantu mas."
Ardi mengangguk. "Aku melakukan tugas sebagai adik mas. Aku juga ngasih contoh buat anak-anak kita kalo sesama saudara itu harus saling rukun."
Ardan mengangguk. "Thanks."
"Ma... pa..."
Ririn yang tertidur dengan tangan masih digenggam Karin, akhirnya terbangun. "Iya kak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER HOME [JINRENE]✅
FanfictionPerjalanan mahligai rumah tangga tidak mudah. Membingkai rumah tangga yang bahagia membutuhkan banyak usaha. Keringat, emosi, kedewasaan, kepercayaan, semua itu dibutuhkan. Lantas, bagaimanakah jika semua sudah tak berimbang? Emosi diagungkan. Rasa...