Bagian 3 (2) - Griptape

77 4 1
                                    

"Udah siap belum, Bi?"

Kumasukkan gawai ke dalam saku jin panjang. Ini adalah chat Gala yang kedua puluh kalinya. Segera kuraih tote bag dan memasang topi. Dengan langkah menderap kudatangi rumahnya.

Dua kali mengetuk, Gala membuka pintu. Masih dengan baju tanpa lengan dan celana pendek. Lengkap dengan gawai ditangan yang memanjakannya dengan mobile legend.

"Galaaaaa! Lo itu ngapain nanya gue udah siap apa belum, kalau lo sendiri aja masih belum siap?" omelku.

"Siapa bilang gue belum siap? Gue udah siap kok, yuk!" Ia melangkah pasti menuju motornya yang berada di carport. Sambil bermain mobile legend.

Karena merasa tidak mungkin berangkat, aku memilih duduk di kursi teras saja. Sementara Gala, duduk di atas motor. Mulutnya sibuk mengumpat permainan.

Berbicara sama orang yang sedang sibuk main game itu merupakan hal yang percuma. Apalagi orang itu seorang cowok. Daripada capek-capek mengobrol, tapi diabaikan, mending menunggu sampai permainannya selesai.

Kubiarkan setengah jam berlalu begitu saja. Dan benar, setelah permainan usai, ia seakan hilang ingatan. Tampak kebingungan dengan dirinya yang berada di carport.

Begitu turun dari motor, ia semakin terkejut melihatku. Butuh lima detik untuknya berpikir. Sampai akhirnya bisa menyadari kesalahannya.

"Gue ganti baju dulu. Lima detik!" teriaknya seraya berlari ke dalam rumah.

Sebagai jaminan aku tidak pulang, dibawanya gawai, beserta tote bag-ku masuk.

"Lo kan tau, gue itu simple! Nggak pernah bingung pilih outfit! Kalau sudah cantik dari lahir itu ya mau pakai apa aja bakalan tetap cantik," ocehku di atas motor.

"Iya, sorry, salah gue. Kita jadi kemaleman berangkatnya."

Kulingkarkan tangan seperti biasa ke pinggang Gala. Mendekap erat pinggangnya adalah yang ternyaman bagiku. Malam ini Gala menagih janjiku yang ingin merayakan perbedaan sekolah.

Setelah melewati portal kompleks dan menyapa satpam, kami menyusuri jalanan satu arah yang masih asri dengan pohon di kanan kirinya. Untungnya hiruk pikuk malam ini tidak terlalu parah seperti biasanya. Jalanan yang cukup lengang membuat kami bisa berbicara di atas motor tanpa terhalang bisingnya suara klakson.

Lalu tiba di simpang empat jalan besar. Memilih terus, menyusurinya hingga tiba di depan deretan ruko lima pintu. Gala memarkir motornya tepat di sebuah kafe langganan, Janji Jiwa. Yang memiliki bangunan tambahan hingga ke bagian depan.

***

"Kamu enggak tidur? Besok bisa terlambat lho," ucap Mama yang mendapatiku di halaman belakang.

Ia mengantar secangkir kopi untuk Papa yang memesannya.

Malam ini aku tidak ke arena, karena pulang jalan sama Gala tadi terlalu malam. Kutatap Papa, seolah tahu maksudnya, ia memberiku kode.

Kudatangi Mama bersama Thunder.

"Ma, sebenarnya aku di skors," ucapku pelan.

Lalu tamparan itu mendarat begitu saja di pipi kiriku.

Papa yang sedang menyesap kopi di kursi rotan panjang langsung berdiri, "Ma, apa-apaan ini!"

Air mataku luruh menatap mata Mama yang memerah. Tanpa menunggu, Mama langsung merebut Thunder dari kakiku. Lalu melemparnya ke dinding sekuat tenaga, hingga membuatnya terbelah menjadi dua bagian.

"Mama!" teriak Papa yang langsung menjauhkan Mama dari hadapanku.

"Semua ini pasti gara-gara barang itu, Pa! Dari awal Mama enggak suka!" jerit Mama yang menangis dalam dada bidang Papa.

GalaBia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang