Nadine

69 1 0
                                    

Part IX
Source : Official Group Creepypasta Indonesia
Credit : Riswan

Pukul 23.47. Sebentar lagi waktunya tiba. Aku tak merasa apa yang kulakukan adalah hal yang bodoh.Tapi hari inilah, aku merasa benar-benar hidup.

Dengan jalanku sendiri.

*****
Hari ini, sepulang sekolah Nadine begitu bersemangat.
"Ayah... ayah...Nadine boleh minta uang yah?" katanya menggebu-gebu.
"Boleh, emang buat apa Nadine?"
"Nadine mau beli celengan ayah"
"Celengan? emang buat apa Nadine?" Tanyaku.
"Ya buat nabung dong ayah, ih masa gatau" katanya sambil sedikit kesal.
"Ya ya nak, emang Nadine mau beli apa?"
"Lahasia dong ayah"

Akupun memberikan uang Rp 2000 kepadanya untuk membeli sebuah celengan. Aku tak terlalu ingin tahu apa yang ingin dibelinya. Waktu itu dia pernah minta dibelikan boneka di toko. Mungkin dia ingin membelinya dengan usahanya sendiri, karena aku tak kunjung memberikannya.

Akhirnya, beberapa hari ini penyakitku mencapai puncaknya. Hal yang kutakutkan benar-benar terjadi. Aku sudah tak bisa bekerja. Untuk berdiri saja aku kesulitan. Akhirnya aku hanya bisa terbaring di kasurku. Menunggu kematianku. Tapi semangat Anak itu membuatku masih tetap bertahan. Semangatnya lah...

Yang menopang tubuh lemahku kini.

"Ayah, bangun salapan dulu" kata seorang anak kecil manis yang tak lain adalah anakku.
"Eh..iya sayang ayah udah bangun."
"Ini ayah, salapan sama obatnya. Bial ayah cepet sembuh"
"Makasih sayang, kamu memang anak yang baik, kamu udah sarapan belum nak?"
"Udah ayah, Nadine udah salapan duluan. Ayah sih bangunnya lama banget, jadi Nadine salapan duluan deh"
"Iya, iya sayang makasih ya" kataku sambil mengusap rambutnya.
"Sama-sama ayah"

Diapun pergi keluar. Aku benar-benar merasa tak berguna. Karena aku, Nadine kecil harus jadi tulang punggung keluarga. Dia harus bekerja untuk menghidupi kami berdua. Kadang dia harus membantu tetangga mencuci piring atau baju untuk mendapat upah yang tak seberapa. Kadang para tetangga yang iba juga memberikan makanan kepada kami secara cuma-cuma. Aku benar-benar menjadi seorang ayah dan suami yang gagal. Bahkan karena aku, Nadine kini harus putus sekolah untuk memenuhi kebutuhan kami.

Maafkan ayah nak, ayah benar-benar tak berguna.

"Nadine belangkat dulu ya ayah, sekalang Nadine mau ke lumah Bu Dian. Jaga dili baik-baik ya ayah" Diapun mengecup keningku dan pergi ke rumah tetangga kami untuk bekerja lagi.
"Hati-hati sayang. Uhuk... uhuk... "
Andai kau disini untuk melihat anak mu tumbuh Nadine, kau pasti akan sangat bangga padanya. Terima kasih Tuhan, dia adalah hadiah terindah yang pernah kau berikan padaku.

Pada kami berdua.

Apakah ini yang kau coba sampaikan padaku Nadine?
'Masa depannya kelak akan dipenuhi dengan kesedihan dan penderitaan'
Tapi meskipun begini, tak Kulihat sedikit pun dia bersedih. Dia selalu bersemangat dalam menghadapi setiap hari-harinya. Walaupun berat beban yang harus dipikulnya untuk seorang anak berumur 6 tahun. Kalau boleh aku berharap pada-Mu Tuhan, Kuharap seorang dermawan datang kemari dan mengadopsi anakku. Mungkinkah itu terjadi? Kuharap ya.

"Holeee... celengan Nadine udah hampil penuh " teriak anakku dari dalam kamarnya, kelihatannya sedang gembira.
Diapun pergi ke dapur untuk melanjutkan pekerjaan rumahnya. Memang harinya jarang dipenuhi oleh canda tawa bersama teman-temannya. Tapi aku tahu dia tak pernah bersedih atau menyesal akan keadaannya kini. Malah kulihat dia selalu bersyukur dengan senyumannya. Benar-benar anak yang baik.

Aku bangga memilikinya.

"Uhuk.... uhuk.... Nadine tolong ambilkan ayah minum, sayang " kataku.
"Baik ayah, "
Diapun berlari ke dapur dan mulai mengambilkanku segelas air.
"Ini ayah minumnya, ayah ga papa kan? Mau Nadine ambilin apa lagi?"
"Ga usah sayang, terima kasih" kataku sambil mengusap rambutnya yang hitam kemerahan.
"Sama-sama ayah." katanya sambil tersenyum dan berlalu meninggalkanku.

ChalkzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang