Part X - Harapan
Source : Official Group Creepypasta Indonesia
Credit : RiswanYa, kilas balik itu.
Kutulis kembali kisah keluargaku, dalam diary ku. Tak pernah bosan aku mengingat setiap detik waktuku bersama mereka. Mereka yang telah berjuang untukku, hingga hari ini aku dapat belajar. Belajar untuk hidup. Hidup dari setiap tetes darah dan keringat orang tuaku.
Aku tak pernah menyalahkan takdir atas apa yang menimpaku. Atau kedua orang tuaku. Atau apa yang paman Valen lakukan pada ayahku. Tidak. Tidak siapapun. Ini adalah takdirku. Takdir yang harus kujalani tanpa keluh kesah. Tanpa penyesalan ataupun rasa putus asa.
Ya, inilah takdirku.
Bahkan, walaupun aku harus selalu hidup dalam kesendirian di usiaku yang menginjak 19 tahun ini. Biarlah tak apa. Aku akan jalani semuanya, tanpa penyesalan sedikit pun. Kemarin baru saja aku menyelamatkan sebuah keluarga dari kecelakaan. Bukan hal yang luar biasa untukku. Karena aku biasa melakukannya. Dan bukan hal yang luar biasa pula ketika aku mendapat ucapan terima kasih dari orang yang kuselamatkan, dengan caci dan maki. Bahkan tak jarang aku disakiti, diburu, coba untuk dibunuh. Aku tak pernah sedikitpun marah, atau merasa benci pada mereka. Ya, karena ini adalah jalan hidup yang harus kujalani.
AKU selalu mencoba melihat masa lalu ibuku bersama paman Valen. Tapi aku tak pernah dapat melihatnya. Seolah ada kekuatan yang mencegahku untuk mengetahuinya. Mungkin ibu. Tapi dapat kurasakan bahwa ibu benar-benar bahagia. Sama seperti saat awal ayah dab ibu menikah. Dengan semua kekurangan yang mereka miliki. Mereka masih dapat tersenyum dan tertawa bahagia.
Andai aku menjadi mereka. Dapatkah aku hidup dengan menerima kekurangan seperti mereka?
Kini. Meskipun aku harus memendam rasa rinduku pada orang tua angkatku, pada sahabatku. Pada Daniel.
Tapi, aku mendapat apa yang pantas.
Setidaknya jika aku tak bersama mereka. Aku tak akan bisa menyakiti mereka. Biarlah mereka bahagia tanpaku. Karena bagaimanapun perasaan mereka terhadapku. Aku akan selalu menyayangi mereka. Seperti saat mereka menyayangiku dulu. Dan sampai kapanpun perasaanku takkan berubah.Mungkin aku tak dapat mewujudkan mimpiku untuk pergi ke taman dan menggandeng kedua tangan orang tuaku.
Tapi mimpi, bukanlah hal yang harus selalu kau coba tuk wujudkan. jika mimpimu tak dapat terwujud, biarlah itu hanya menjadi mimpi yang selalu mewarnai hidupmu. Dan jadikan mimpi itu sebuah alasan.
Ya, sebuah alasan. Agar kau dapat menjalani hari-harimu dengan senyum dan semangat.
Dahulu, paman Valen pernah berharap agar aku menjadi anak yang mengerti akan pengorbanan ibu. Pesan terakhir ayah adalah agar aku dapat menjadi anak yang berguna bagi orang lain. Dan pesan terakhir ibu adalah...
Jika kegelapan tak dapat membuatmu nyaman dan bahagia. Maka pergilah ke arah datangnya cahaya.
Kini aku mengerti apa yang mereka harapkan. Selama ini aku harus meminum darah manusia di malam bulan purnama merah untuk tetap hidup, dan jika tak kulakukan di tengah malam aku akan musnah bersama dengan semua kenanganku. Menjadi debu.
Tapi tidak malam ini. malam ini adalah malam dimana aku harus meminum darah manusia lagi. Ya, ini adalah malam bulan purnama merah. Harusnya aku telah meminum darah manusia lagi, untuk memperpanjang umurku. Tapi tak kulakukan. Ayah, ibu, maafkan aku. Aku tak bermaksud untuk menyia-nyiakan perjuangan kalian. Aku hanya merasa ini adalah hal yang harus kulakukan.
Aku juga tahu, alasan ibu kembali ke dunianya bukanlah sekedar karena kekuatannya melemah. Tapi karena dia sadar. Dia menyadari, bahwa hidupnya di dunia ini diperoleh dengan mengorbankan hidup orang lain.
Mungkin ibuku adalah iblis. Tapi bagiku, dia adalah iblis berhati malaikat.
Meskipun aku masih merindukan sosok ibu. Ketika dia bernyanyi untukku. Aku harap aku dapat bertemu dengannya untuk yang terakhir kali.
Sekalipun dalam bukunya, ibu mengatakan 'aku telah menyesal melahirkannya '. Dari sikap yang ditunjukkannya padaku, dia sungguh-sungguh menyayangiku. Banyak isi dari buku ibuku yang tak kumengerti. Dan aku juga tak begitu ingin mencari tahu lebih dalam lagi. Biar semuanya tetap menjadi misteri untukku.
Hari ini aku telah menyadari, bahwa aku hidup dengan merenggut nyawa orang lain. Hari ini adalah hari terakhirku menulis diary ku. Ditemani sebuah cahaya lilin, aku tetap menulis. Ayah, ibu, Kuharap kalian akan bangga dengan keputusanku. Aku juga ingin berkorban seperti kalian. Walau hidupku tak bisa berguna bagi orang lain. Setidaknya aku tak perlu membuat orang lain kehilangan orang yang mereka cintai lagi.
"Ka...ta... Mereka diriku, slalu dimanja.... "
"Ka...ta... Mereka diriku slalu ditimang...."
"Ooh bunda... ada dan tiada dirimu kan selalu ada di dalam...""Hatiku...."
Begitulah, lagu yang kudengar di radio barusan. Itu adalah penggalan lagu yang ibuku selalu ajarkan padaku setiap malam sebelum aku tidur dulu. Dan lagu itu pula yang selalu membuatku rindu akan sosoknya.
Ayah, ibu, terima kasih banyak. Terima kasih atas semuanya.
Pukul 23.57
Haah, akhirnya. Aku tak pernah merasa lebih hidup dari hari ini. Kulihat seorang remaja tampan tersenyum diambang pintu. Ternyata, malaikat mautku hadir dalam bentuk yang kuharapkan. Tapi tak sedikitpun aku takut atau gelisah.
Ya, sebentar lagi saatnya. Saat dimana semua harapan dari orang-orang yang menyayangiku terwujud. Harapan yang selalu membayangi setiap detik hariku. Harapan yang menjadi alasan aku melakukan semua ini. Sama seperti arti namaku. Nadine, yang berarti harapan. Kuharap saat seseorang membaca diary ku, harapan yang tertuju padaku akan mengalir padanya. Seperti air di puncak gunung, yang mengalir dan terus memberi kehidupan pada setiap makhluk hidup yang dilewatinya.
Ya, harapan. Itulah arti namaku.
Ayah, ibu, apakah aku akan bertemu kalian? Dan mewujudkan harapan kita bersama?
Aku rindu kalian, selalu dan selamanya.
Bagaimana, apa kau telah membaca kisahku? Kuharap kalian dapat mengambil pelajaran dari diary ku.
Selamat tinggal.
6 Juni 2006
_Nadine _
__________________________________
Seorang anak laki-laki lain datang ke ambang pintu.Mereka berdua melihat ke arah sebuah meja dan kursi dimana seorang gadis duduk disana sebelumnya.
Mereka kembar.
"Bagaimana kak? apa dia sudah lenyap?"
"Entahlah adikku, aku tak melihat debunya sama sekali. Tapi dapat kupastikan, dia telah mati."
"Hmm baiklah kalau begitu, akhirnya. "
"Ya, tak ada yang lebih menyenangkan selain melihat ayah dan saudara tirimu mati secara perlahan. Tanpa harus mengotori tanganmu. "
"Ya kak, benar-benar menyenangkan. Setelah ibu membunuh ayah. Dia meninggalkan kita. Apakah dia membenci kita?"
"Kurasa tidak, dia hanya harus kembali karena tugasnya. Kau ingat pesan terakhirnya pada surat yang ditulisnya kan? Kita akan menyusulnya. secepatnya. "
"Bagaimana dengan half demon yang lain. Kurasa Pemusnahan tak akan lama lagi. agar aman, kita harus bunuh salah satu dari mereka. "
"Kenapa harus bunuh salah satu? "
"?!"
"Kalau kita bisa bunuh semuanya. Adikku sayang."
"Terdengar menyenangkan. Hei lihat, buku diary kakak wanita kita. Ada juga liontin miliknya. Apa yang harus kita lakukan dengan semua ini?"
"Hmmm..."
-End-
KAMU SEDANG MEMBACA
Chalkzone
SpiritualPernahkan kau berpikir bahwa salah satu animasi Nickelodeon berjudul Chalk Zone, dengan karakter utama bernama Rudy Tabootie hanyalah animasi biasa?