Chalkzone

110 3 0
                                    

Part IV
Awal yang bahagia

Source : Official Group Creepypasta Indonesia
Credit : Riswan

"Asikk makanannya udah jadi ternyata" Ucapku sembari menggosok kedua tangan, tanda tak sabar.
"Iya, mudah-mudahan enak" ucap Lira dengan wajah semangat.
"Aku cicipin ya"
Gigitan pertama, "hoekk", baru sampai mulut, aku sudah mau muntah lagi.
"Kenapa? pasti ga enak lagi ya?" jawabnya sambil cemberut.
"Nggak nggak. Ini enak banget, bener, cuma kurang garem sedikit lagi" Jawabku berbohong.
"Yaudah aku ambil garam dulu ya" Jawabnya sangat bersemangat.
"Eee gausah " Kataku, tapi terlambat, dia keburu pergi kedapur. Kubuka sebuah diary dari buku catatan IPS itu lagi,
dan membacanya. Gadis yang bersemangat.Bukan hal mudah, hidup bersamanya, dengan kondisinya yang masih tak mengerti banyak hal. Tapi untuk bisa bersamanya, membutuhkan
perjuangan dan pengorbanan.Ya itulah cinta.
"Ini garamnya" Katanya sambil tersenyum
Dialah orang yang kucintai.
********
Kulihat buku itu, ternyata memang ada jalan keluar. Disana tergambar wanita yang keluar, dari lambang bintang. Kubuka lagi, dia bersama pria. Kurasa orang yang mencintainya.Sang
pria meneteskan darah ke sebuah buku. Kubuka lagi, kemudian sang pria dan wanita menikah. Tapi tunggu, wajah sang pria berubah. Ah mungkin hanya salah gambar. Kubuka lagi halaman selanjutnya, sang pria dan sang wanita, memiliki seorang anak. Aku mengerti, ternyata Nadine bisa menjadi manusia seutuhnya. Dengan pengorbanan. Kuambil pisau milik Robi, kuiris telapak tanganku,dan meneteskan darahku diatas buku tersebut,
darahku tiba-tiba lenyap, seolah buku itu menghisapnya.Ku tunggu beberapa saat, tak ada yang terjadi. Tapi kulihat Nadine
tak sedikitpun terlihat optimis akan hal yang kulakukan.
"Hentikan menyakiti dirimu sendiri" jawabnya sembari mengambil dan menjatuhkan pisau di tanganku.
"Tap..tapi, liat ini Nad, ada harapan. Kamu bisa jadi manusia dan ga perlu kembali ke sana. Kamu bisa hidup denganku disini."
"Kamu inget apa yang kubilang?" ucapnya.
"Ya, semakin besar syarat yang kau ajukan. Semakin besar pengorbanan yang dilakukan. Aku tahu." Kuhentikan bicaraku sejenak dan mengangkat dagunya, agar dia menatapku.
"Tapi itulah cinta. Jika kau ingin memperjuangkannya. Kau harus berkorban. Meskipun.... nyawa taruhannya."

Kubuka kembali buku tersebut. Aneh. Tiba-tiba gambar tadi menghilang. Kucek ulang di semua halaman. Hilang.
"An*ing. Dimana gambar tadi?" umpatku kesal.
"Valen, dengerin aku" jawabnya dengan nada serius lagi. Kutatap matanya dalam.
"Aku memang bisa jadi manusia. Dengan cara, pengorbanan dari orang yang benar-benar kucintai. Yaitu dengan darah.
Masalahnya, kamu ga tau berapa darah yang harus ditumpahkan, hanya agar aku bisa melihat dunia ini?" jelasnya.
"Kamu lihat, luka di perut Robi?" tanyanya.
Kuanggukkan kepala tanda mengingatnya.
"Untuk menghidupkan dan memperpanjang umurku, dia
memerlukan darahnya sendiri. Dan dia harus melakukannya setiap malam bulan purnama merah."Nadine melanjutkan
bicaranya. Aku mengerti.
"Itu sebabnya dia tak sekolah satu minggu. Dia dirawat karena kekurangan banyak darah." Nadine masih melanjutkan bicaranya.
"Aku memang bisa jadi manusia. Hanya saja..."
"Hanya apa Nad, hanya apa?" tanyaku tak sabar.
"Ketika aku menjadi manusia. Ingatanku akan kehidupanku semasa sekarang. Akan terhapus. Dan aku akan terlahir kembali
layaknya bayi yang tak tahu apapun." ucapnya.
Aku hanya terdiam menatapnya. Menatap orang atau 'sesuatu' yang kucintai.
"Jadi, untuk apa kau berkorban untuk sesuatu yang akan melupakanmu kelak?" Ucapnya sembari tersenyum.
Aku terdiam dan berpikir keras.
Tak terasa 15 menit berlalu. 30 menit berlalu.
"Ah, siallll...!!!" kataku sembari memukul pintu.
"Kenapa? Kenapa kita dipertemukan. Kalo akhirnya cuma kayak gini? "Kataku
Dia hanya tersenyum, kemudian kembali murung.
"Pasti ada jalan." Kuambil pisau tersebut, dan mulai mengiris
telapak tanganku lagi. Sakit sekali memang. Kuteteskan diatas
buku tersebut. Hilang.
"Valen cukup..!!" Bentak Nadine.
Kupungut buku tersebut dari lantai. Kubuka kembali.
"An*ing, Sh*t " Masih tak ada apapun, gambar tadi tak muncul lagi. Kulempar buku tersebut ke dinding.
"Tak apa Val, semuanya memang harus berakhir begini.Setidaknya, selain aku , kayaknya banyak yang suka sama kamu " Katanya sembari tersenyum manis.
"Nadine... "
"Kulihat Indah cukup cantik, aku tahu dia cemburu liat aku deket sama kamu " Katanya sambil tersenyum, seolah
mengajakku bernostalgia akan masa-masa kami dulu.
"Atau Mawar, dia juga baik, Dia suka kasih contekan ke kamu. Padahal ke aku ga pernah.Kayaknya dia juga suka sama kamu "
"Nadine.. "
Tiba-tiba aku malah terbawa suasana dan mulai, membalas candaannya.
"Gimana dengan Rifal dia pernah nembak kamu kan, haha " kataku .
"Eh siapa bilang? Ng..ngak ko " jawabnya grogi.
"Bohong, tuh kamu grogi. Aku tahu dari Lusi. Hahaha " Kami berdua tertawa bersama. Seolah tak peduli akan apa yang
terjadi sebentar lagi. Tersisa 10 menit.
"Nad, aku tahu ini perpisahan. Tapi aku janji, kita bakal ketemu lagi" Kataku.
"Gapapa Val. Kalaupun kita ga ketemu lagi, setidaknya di duniaku kelak..."
"Aku punya sesuatu buat dikenang."
Dia tersenyum kembali, senyumnya yang kurindukan. Sempat dalam hati ku menyesali pertemuanku dengannya. Oh Tuhan, kenapa kau biarkan semua ini terjadi?. Tapi sesaat kemudian aku sadar. Bahwa cinta bukanlah bagaimana caramu
mempertahankannya. Tapi bagaimana caramu untuk merelakannya. Dan biarkan cinta itu menentukan jalannya
sendiri. Kupeluk dia dengan erat. Kurasakan detik demi detik berlalu
begitu cepat. Ingin kubisikkan kata yang selama ini kupendam. Kata yang selalu ingin kuucapkan ketika aku tertawa
bersamanya, ketika aku menangis bersamanya, ketika ku kesal padanya, ketika hari ini kuharapkan tak pernah ada.
"Nadine... "
Tiba-tiba tubuhnya berpendar layaknya debu yang beterbangan.
"Udah waktunya Val. "
Diapun melepas pelukanku. Dan berjalan ke arah dinding. Aku tak dapat berbuat banyak. Kulihat dia menatapku dan
tersenyum padaku. Senyumnya yang dulu.
"Terima kasih Valen..."
Diapun masuk ke dalam dinding tersebut. setelahnya kulihat sebuah gambar di dinding tersebut. Gambar sesosok wanita,
menunjukkan senyum. Senyumnya yang indah. Tapi dari senyumnya tersebut dapat kurasakan pula kesedihan yang sangat dalam.
Saat itulah air mataku mengalir.
"...Aku mencintaimu..."

Berjam-jam ku diam di tempat ini. Berharap seorang membuka pintu, tapi percuma. Ruang ini 2 lantai dibawah tanah. Tak ada yang mendengar ucapan minta tolongku. Dan lagi, kurasa hanya
penjaga sekolah dan orang yang terlibat dalam pembangunan sekolah yang tahu letak ruang ini. Kulihat ponselku, tak ada
sinyal. Hanya lampu redup yang menemaniku saat ini. Dan gambar dari orang yang kucintai.
Ditengah keputus asaanku. Sebuah suara memanggil.
"Hey..!!"
Kusambut dengan semangat suara tersebut. Tapi yang kudapat
hanya sosok yang mengurungku di tempat ini.
"*Ban*sat buka pintunya" emosiku langsung naik.
"Tenang dulu. Gue cuma mau kasih jalan keluar doang kok."
"....." aku mengernyitkan dahi.
"Nih"
Dia menyodorkan sebuah kapur dan gambar dari secarik kertas
ke bawah pintu.
"Gambar pentagram tersebut dan mantra yang ada di sekelilingnya dengan kapur itu. Sisa petunjuknya ada di buku."
perintahnya.
"Buku setan lo ga ada gambarnya ta*i" Umpatku.
"Tunggu sampe tengah malem" Katanya sambil berlalu pergi.
"Woi mau kemana lo anj*ng. Buka pintunya."
Apa dia bohong? Apa buku itu cuma omong kosong? Ah entahlah.
Tapi dalam hatiku seolah menyetujui permintaannya.
Karena Nadine. Kugambar apa yang ada di secarik kertas itu. Kutunggu hingga tengah malam tiba. Kulihat ponselku, hanya
beberapa menit lagi. Kuambil buku tersebut.
Tepat pukul 00.00
Kubuka buku tersebut. Ternyata benar semua gambarnya kembali. Tapi yang membuatku heran kenapa gambarnya
berubah? Halaman terakhir itu, gambarnya tak sama seperti sebelumnya. Tapi dapat kubaca dengan jelas maksudnya. Jika aku ingin Nadine menjadi manusia. Setiap tengah malam, aku
harus meneteskan darah pada kelima titik bintang tersebut dan membaca mantranya. Anehnya kini aku dapat membaca buku tersebut. Dan aku harus melakukannya hingga bulan purnama
merah tiba. Kalau tak salah ingat, bulan purnama merah terjadi 2 kali dalam setahun dalam 2 bulan, berturut-turut.
Bulan kemarin di tanggal yang sama dengan hari ini, Robi alpha 1
minggu. Kurasa tak lama lagi Bulan purnama merah terjadi.
Kulakukan apa yang buku tersebut perintahkan. Beberapa hari, kuteteskan darahku diatasnya. Tapi tak kunjung terjadi apapun.

Sudah hampir satu minggu. Kulakukan hal yang sama. Tak pernah terjadi apapun. Sial, mungkinkah dia bohong? Dalam satu
minggu ini. aku dapat bertahan karena seseorang memberiku makan setiap aku bangun pagi. Aku rasa itu Robi. Tapi mana
mungkin dia mau berbaik hati padaku, dan repot-repot menyiapkan sarapanku.
Satu minggu dengan meneteskan darah, benar-benar membuatku lemas. Badanku kini kurus, dan darah sulit keluar dari
pembuluh darahku. Sekalipun kusayat bagian tubuhku dengan dalam. Mereka tak kunjung keluar. Akhirnya hanya ada satu
sumber darah yang membuatku. Masih tetap hidup. Urat nadiku.
Aku benar-benar sudah kehilangan akal sehat, hanya Nadine yang selalu ada di pikiranku setiap hari. Hari ini tengah malam, kusayat kedua urat nadi di tanganku. Dan kuteteskan diatas
tanda iblis tersebut. Akupun menelungkp diatas tanda tersebut. Sambil tetap menulis diatas buku IPS yang kubawa
bersama tasku.Kulihat gambar Nadine, perlahan hilang.
"Nadine... "
Kubuka kembali buku iblis tersebut. Gambar terakhir kini berubah. Gambar dengan seseorang terbaring diatas tanda
bintang, dengan nyawa keluar ditarik oleh sesosok bersayap dan bertanduk mengerikan.
Kini sambil menunggu sesuatu terjadi. Tetap kutulis buku catatan IPS ku layaknya diary yang menemani setiap hariku di
tempat ini. Dengan harapan, ketika Nadine bangkit, dia bisa membacanya dan mengingat memori kami berdua.
Aku semakin lemas. Badanku...
**********
"Katanya mau ditambah garam. Ini garamnya," katanya bersemangat.
"Eeh nggak nggak cukup,udah enak kok" kataku sambil berpura-pura mengunyah sesuatu.
"Pasti ga enak lagi ya... " Raut wajahnya tiba-tiba berubah, seolah ingin menangis.
"Eeh jangan Nangis Lira, ini enak kok. Tinggal butuh sedikit latihan lagi aja. jangan nangis ya. " Ucapku menghiburnya.
"Yaudah Lira latihan lagi ya " mimik wajahnya berubah ceria lagi, dan kembali masuk ke dapur.
Buku diary ini milik seorang temanku. Valen namanya, polisi menemukan mayatnya di ruang bawah tanah di sekolah. Bunuh diri, dugaan mereka . Diary ini Kuambil sehari setelah dia
meninggal. Sekalian menjemput seseorang di sana. Juga untuk menghilangkan barang bukti. Sekalipun bukan aku pembunuhnya.
Ini adalah 5 tahun setelah kematiannya.
5 tahun pula aku bersama orang yang kucintai.
Oh ya, perkenalkan. Namaku Robi. Aku suka sekali animasi Chalk Zone. Dan aku tak menganggap itu animasi biasa.
Karena animasi tersebut aku terinspirasi akan cinta sejatiku.Oh ya lupa.
Orang yang membuatkan makanan ini adalah tunanganku. Dia sebatang kara, tapi aku sangat mencintainya. Dia adalah
masa depanku, impianku, cintaku. Namanya adalah Lira.
Yang dulunya bernama Nadine.
Ini adalah kisahku.

End...

ChalkzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang