Punya Jagoan

17 10 4
                                    

Soal pertemuan dan perpisahan selalu saja terjadi tak terduga. Ada yang datang sebagai rumah ternyaman, ada juga yang hanya memberi pelajaran.


"Busset! Gua gak salah denger?" batin Azra masih tak percaya. Baru kali ini sapaan selamat paginya di jawab selembut itu oleh lelaki berhati dingin bernama Fazzil.

Setelahnya, Azra memilih untuk keluar dari kelas. Mumpung belum masuk, katanya. Daripada ia duduk di bangku sebelah Fazzil, sedang bertemu dengannya pun rasanya jantung miliknya akan berdegup dua kali lebih kencang.

Bruk!

Tiba-tiba saja Azra terjatuh, ia pun merutuki dirinya sendiri, bagaimana ia bisa terjatuh di depan umum seperti itu? Ia berusaha bangkit, netranya mengedar ke seisi lorong kelas. "Hahah! Lemah banget!" suara cempreng itu menyeruak.

Azra masih tak mau angkat bicara. Rasanya hanya akan membuang waktu saja jika meladeni bocah nakal itu. Apalagi, kini gadis famous di depannya bersama sekelompok anggota geng nya. Bukannya takut, hanya saja tak akan seimbang jika ia melawannya di detik ini.

"Mau kemana, Neng?" ujar Zee si ketua geng. Gadis ayu dengan perawakan bak biola itu, menjadikannya terkenal di seantero sekolah. Terlebih gadis itu anak seorang pengusaha kaya raya, siapa coba lelaki yang tak mau dijadikan kekasihnya.

Azra mengedikkan bahunya. Hatinya mengajak untuk pergi saja dari tempat itu, terlebih sekarang ia menjadi pusat perhatian beberapa siswi di lorong kelas X MIPA 1. "Mentang-mentang anak unggulan, sombong amat!" hardik Zee sembari menahan lengan Azra.

"Hmm," balas Azra malas. Ia tetep kekeuh melangkah. Membuat Zee semakin geram. Tangannya mengepal kuat hendak meremas hijab milik Azra itu, mungkin untuk menjambak rambutnya?

Azra hampir saja melangkah. Namun, ia merasakan jilbabnya tertarik dari belakang. "Aaaaaaa! Sakit tahu!" teriak Azra menghentikan kakinya yang hendak menderap.

Fazzil yang mendengar suara keributan di depan kelasnya pun bergegas. Ia melihat gadis itu, iya. Gadis bernama Azra yang hampir membuatnya gila oleh sebab cinta. "Lepasin," ujar Fazzil mendekat ke arah pertikaian.

"Dih! Gausah ikut-ikut lu! Bukan urusan lu! ketus Zee masih dengan tangan memegangi ujung jilbab milik Azra.

"Lu nyakitin dia, berarti lu berurusan sama gua!" katanya penuh penegasan.

Percayalah, sesiapapun disana merasa ngeri, apalagi dengan raut muka Fazzil yang sangat tak bersahabat. Matanya memerah, urat-urat nya pun nampak. Tangganya mengepal, rahan miliknya itu ikut mengeras. "Gua bilang lepasin!" tegas Fazzil lagi.

Azra masih terdiam tak percaya. Baru kali ini ia melihat Fazzil semarah itu, bahkan sebelumnya kala lelaki itu ia ganggu hanya menatap datar tanpa menghiraukan.

"Gak lu lepasin, gua yang bakal bertindak." Fazzil melangkah lebih dekat lagi dengan posisi mereka.

"Satu, dua, tiga!"

Bukh!

Satu pukulan meluncur ke arah Zee. Percayalah, ia sangat kesal sekarang. Meski pukulan yang ia lontarkan tak begitu keras menurutnya, namun Zee sekarang sudah terkapar lemah di lantai. Dengan sudut bibirnya berdarah.

Azra yang melihat pun hanya bisa mengatupkan mulut sembari menelan salivanya kuat-kuat. Sekeras itu? Apakah Fazzil tidak merasa kasihan? Beberapa orang disana pun hanya terdiam. Suasana hening, banyak orang yang tak percaya bahwa Fazzil akan setega itu pada seorang gadis.

"Gua peringatin sama kalian. Jangan ada yang sampai nyakitin dia." Fazzil berkata dengan tegas sembari menunjuk ke arah Azra.

"Dia punya gua, dan gua berhak ngelindungin dia!" lanjutnya membuat Azra menelan saliva yang sempat tersekat tadinya.

ATHARRAFISQI (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang