Part O5 | Watanabe

3K 398 62
                                    

©Haruwoo_o present

Watanabe
[Sequel of criminal prince]

.
.
.

Hai? How are you, babe?

Kalau aku lagi mlyt gara" poster webdrama para bujank :')

Btw,
Happy reading~

Suara musik yang mengalun keras diiringi kerlap-kerlip lampu yang menyala menyilaukan mata adalah ciri khas tempat yang kini didatanginya. Kedua tungkainya melangkah tenang melewati setiap orang yang tengah menari sesuai dengan alunan musik.

Sesekali dirinya akan mengangguk kecil menanggapi sapaan penuh hormat dari beberapa petugas keamanan maupun pelayan yang menyapanya. Pemuda yang terlihat tampan dengan balutan kemeja hitam juga setelan celana kain dengan warna senada itu terus melangkah hingga sampai di depan pintu ruangan yang memang ditujunya.

"Benvenuto, giovane maestro."

Dua orang bertubuh tegap dengan senjata api pada genggamannya masing-masing menyapa sembari membungkuk hormat. Kemudian dengan cepat membukakan pintu yang menjulang tinggi di depannya, mempersilahkannya masuk ke dalam.

Yang diperlakukan dengan sangat hormat mengangguk pelan, melangkah masuk dengan wibawanya yang tinggi kemudian mendudukkan dirinya pada sofa maroon panjang yang ada di dalam ruangan.

"Kenapa ayah memanggilku kemari?"

Satu kalimat tanya yang baru saja diucapkan olehnya berhasil merebut seluruh atensi dari sosok tak kalah tampan yang duduk cukup jauh di depannya.

Tersenyum tipis sebagai sambutan untuk kedatangannya, pria dengan setelan formal yang membalut tubuh tegapnya itu mulai bangkit dari duduknya, melangkah mendekat ke arahnya.

"Kau cukup pintar untuk tau apa alasan ayah memanggilmu kemari."

Mendapat balasan seperti itu membuat pemuda tampan yang tengah duduk menatap tepat pada manik lawan bicaranya hanya bisa mendengus pelan. Hafal dengan apa maksud tujuannya diundang datang kemari.

"Kali ini siapa yang harus dihabisi?" tanyanya jengah.

Tawa yang menyiratkan rasa puas akan pertanyaannya tadi terdengar mengalun memenuhi ruangan. Bahkan pria yang berdiri tepat di hadapannya kini tengah bertepuk tangan kecil. Ayahnya terlampau puas dengan responnya tadi, menghiraukan raut jengah yang ia tampilkan.

"Kali ini kau harus bermain lebih cantik." ujar yang lebih tua, menepuk pelan pundak putra tunggalnya yang masih setia menatapnya seolah memintanya untuk langsung mengatakan inti dari pertemuan mereka malam ini.

WatanabeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang