|Prolog|

597 44 1
                                    

"Mas Alfan! Azkal lagi belajar ini jangan digangguin! Mas mending pergi aja sana!" Azkal mendorong bahu Kakaknya yang dari tadi mengusilinya dengan mencoret-coret buku tugasnya.

Alfan tertawa senang memandang wajah Azkal yang sudah cemberut. "Siapa yang ngangguin kamu sih? Orang Mas cuman mau nemenin kamu!"

Azkal berdecak sebal lalu menjauhi Alfan. Sayangnya, Alfan terus mengikuti kemanapun Azkal pergi. Azkal mendekat pada Kakak pertamanya yang juga sedang belajar di ruang keluarga.

"Mas Loka, Azkal digangguin terus sama Mas Alfan," adu Azkal pada Loka sembari memanyunkan bibirnya.

"Alfan kamu enggak belajar juga? Sebentar lagi kamu masuk SMA." Loka menepuk ruang kosong yang ada di sebelah kanannya menyuruh Alfan untuk duduk di sana. Namun, Alfan malah memilih duduk di samping Azkal.

Loka menghela napas sabar. Kalau Alfan sudah dalam mode jahil seperti ini memang sangat sulit dikendalikan. Tapi kejahilan yang dilakukan oleh Alfan adalah sebuah hiburan untuk penontonnya dan penderitaan untuk korbannya.

Tawa keluar dari mulut Azkal kala tanpa aba-aba Alfan menggelitiknya. Wajah Alfan terlihat bahagia melihat derai tawa keluar dari mulut Azkal. Dari tadi Adiknya itu cemberut dan hanya terus menerus belajar, ia tidak suka melihatnya. Ia lebih suka melihat Adiknya tertawa bahagia.

Loka terkekeh memandang Adiknya yang sedang bergulat di karpet bulu di depan TV.

"Hahaha Mas Alfan am-pun haha!"

"Jangan cemberut mulu makanya!"

"Iya haha iya, Azkal nggak cemberut lagi! Haha Mas stop!"

Alfan terkekeh tapi tangannya tidak berhenti menggelitiki Adiknya yang sudah tidak berdaya karena terlalu lelah tertawa.

"Mama akan pindah malam ini ke rumah Papa kalian. Kalian yakin enggak mau ikut?" Wanita yang membawa sebuah koper bertanya kepada ketiga anaknya.

Alfan menghentikan kegiatannya dan tawa Azkal juga sudah mereda, sedang Loka hanya memandang Mama tidak percaya.

"Kami sudah tidak punya Papa, Ma," gumam Alfan.

"Papa baru kalian," balas Mama saat mendengar gumaman anak tengahnya.

"Azkal tidak pernah menginginkan Papa baru. Azkal tidak ingin memiliki Papa tiri," ucap Azkal sangat lirih agar Mama tidak mendengarnya.

"Tidak, kami tidak ingin ikut Mama," jawab Loka yang dari tadi hanya diam.

"Kalian yakin?"

Loka kembali menjawab, "Rumah ini penuh kenangan akan Papa, jadi kami tidak akan meninggalkannya."

"Alfan, Azkal?"

"Alfan tidak akan pergi!" usai mengatakan itu Alfan berlari pergi bersama matanya yang memerah akibat menahan tangis.

"Azkal lebih suka di sini, Mama. Setiap sudut rumah ini ada kenangan milik Papa. Papa sudah tidak ada tapi Azkal tidak ingin meniadakan kenangan milik Papa pula," balas Azkal sembari menunduk. Azkal tidak ingin menunjukkan bulir air mata yang sudah luruh membasahi pipinya.

"Kalau begitu Mama pergi." Loka memandang punggung Mama yang semakin menjauh dan kemudian hilang di balik pintu.

Kini hanya ada dirinya, Alfan, dan Azkal. Pemimpin rumah mereka sudah pergi kepada sang pencipta lalu sosok penuh kasih sayang bernama Mama pergi menciptakan keluarga baru tanpa mereka.

Mau tidak mau Loka selaku anak tertua harus bisa menjaga adik-adiknya karena punggung yang biasanya melindungi mereka sudah meninggalkan mereka sejak dua tahun lalu dan kini Mama yang selalu memberi perhatian dan kasih sayang juga turut meninggalkan mereka. Mama memilih menjadi sosok Ibu di keluarga barunya, di mana tidak ada mereka di sana.

•••


"Aku akan Menjaga adik-adikku dan memastikan mereka terus bahagia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku akan Menjaga adik-adikku dan memastikan mereka terus bahagia."

-Arloka Bratadikara

"Melihat wajah muram saudaraku membuatku tak nyaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Melihat wajah muram saudaraku membuatku tak nyaman. Aku lebih menyukai mereka tertawa senang."

-Alfan Guinanda

-Alfan Guinanda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Untuk kehilangan kita tidaklah perlu persiapan."

-Azkal Gentala

•••

Note: Cerita ini murni hasil dari karangan saya sendiri. Dan tolong jangan sangkut pautkan cerita ini pada kehidupan nyata idol yang ada di dalam cerita.

Terima kasih sudah membaca:)

Jangan lupa kritik dan sarannya, ya!

Arloka (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang