Melepaskan yang Pernah Digenggam

3.2K 461 59
                                    

Aku pernah mencintaimu begitu hebat. Aku memberikan diriku untukmu. Sayangnya, sikap itu membuatmu lupa, bahwa menggenggam sesuatu terlalu erat tidak akan membuatnya bertahan, tapi justru kesakitan.

Renjun, setelah hatinya kembali dipatahkan.







Renjun memutuskan tidak masuk kuliah selama satu minggu penuh. Mengganti password apartemennya, mengabaikan pesan dan panggilan masuk dari Haechan ataupun Jaemin. Ia hanya makan dan tidur. Sesekali menonton televisi, menangis saat tengah malam hingga jatuh ketiduran.

Renjun sengaja menikmati semua proses itu. Ia membiarkan dirinya merasakan sakit dan menangis tanpa repot menahannya. Pria mungil itu percaya bahwa setelah ini akan ada perasaan lega.

Menghela napas panjang, Renjun memilih membuat makan malam— sebenarnya hanya ramyeon pedas. Tiga hari terakhir ini Renjun memakan makanan pedas dengan sebab perasaannya membaik setelah mengkonsumsinya. Meski ia khawatir lambungnya akan bermasalah.

Sembari menunggu makanannya matang, retinanya menatap keluar jendela. Udara semakin dingin dan musim dingin akan segera datang.

Tahun ini akan menjadi tahun pertama musim dingin tanpa Jaemin.

Biasanya, Jaemin akan memastikan tubuh Renjun tetap hangat. Memakaikan sweeter atau syal saat Renjun ke kampus. Bahkan, sesekali Jaemin akan mampir ke apartemennya untuk memastikan bahwa Renjun sudah menyalakan penghangat ruangan.

Tanpa terasa, air mata Renjun kembali jatuh. Dengan cepat ia menghapusnya dan fokus memakan ramyeon miliknya yang sudah matang.

Renjun mengingat tiap perlakuan atau perkataan kasar dari Jaemin. Hanya itu satu-satunya cara agar dirinya tidak merasa terbebani sudah melepaskan pria itu.

.

Aku sendiri kadang tidak mengerti diriku. Di beberapa kesempatan, aku bisa tertawa lebar namun bisa seketika menjadi pendiam. Bisa memperlakukan orang lain dengan sangat baik namun juga dengan sangat buruk. Satu-satunya yang aku mengerti tentang diriku adalah aku mencintai Renjun. Mencintai pria itu dengan begitu gila hingga aku lupa bahwa genggamanku menyakitinya.

Jaemin,







Menatap pintu apartemen di hadapannya, Jaemin kembali menghela napas panjang. Matanya merasakan panas dan wajahnya berubah kuyu.

Satu minggu belakangan ini, Jaemin menghubungi Renjun, berharap bahwa yang dikatakan kekasihnya hanya kebohongan dan emosi sesaat. Nyatanya tidak. Renjun benar-benar melepaskan diri darinya.

Menunduk, Jaemin menatap gelang di tangan kirinya. Gelang yang sengaja ia beli berpasangan dengan Renjun.

Mengusapnya perlahan, Jaemin memejamkan mata sejenak.

"Aku akan berusaha, Renjun. Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja," gumam Jaemin sebelum berjalan meninggalkan tempatnya.

Jaemin sepenuhnya sadar bahwa yang ia lakukan selama ini hanya menyakiti Renjun. Ia terlalu takut bahwa Renjun akan berpaling, sehingga Jaemin menggenggam pria itu dengan erat. Berharap Renjun tidak bisa lari. Sayangnya, Jaemin lupa kalau genggaman yang terlalu kuat juga bisa menyakiti dan ia menyakiti Renjun. Menyakiti seseorang yang ingin dirinya lindungi.

Menatap kosong jalanan di hadapannya, Jaemin melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Setelah sampai di apartemen miliknya, pria itu berjalan gontai, memasuki tempat tinggal mewah tersebut.

"Jaemin, kau dari mana?"

Jaemin mendongak, menemukan sang ibu.

"Ibu, aku dari luar," jawab Jaemin.

"Terjadi sesuatu?" ucap Nyonya Na. Tangannya terulur mengusap wajah putranya yang tampak lelah.

"Ibu, aku— aku kehilangan Renjun, Bu," ucap Jaemin. Air matanya luruh begitu saja, membuat perempuan paruh baya tersebut segera menarik putra satu-satunya tersebut.

"Mau bercerita pada Ibu?" tawar Nyonya Na sembari mengusap surai putranya.

Jaemin mengangguk kecil, lantas keduanya duduk di sofa dengan Jaemin yang menidurkan kepalanya di paha sang ibu. Bibirnya mulai menceritakan semuanya. Sikapnya kepada Renjun, hingga momen-momen menyebalkan yang Renjun lewati karenanya.

Jaemin sesekali akan mengusap air matanya, sementara sang ibu mendengarkan tanpa menyela. Memilih mengusap puncak kepala sang putra.

"Bu, Jaemin jahat sekali, ya," gumam Jaemin di akhir ceritanya.

"Nak, Ibu tahu bahwa kau begitu mencintai Renjun dan takut kehilangannya, tapi bukan begitu caranya. Kau sudah menyadari kesalahanmu, maka sekarang perbaiki. Perlakukan Renjun dengan lebihbaik, terlepas dia mau menerimamu kembali atau tidak, itu keputusannya," ucap Nyonya Na.

"Kau juga harus tahu bahwa sikapmu terhadap Yoona tidak sepantasnya. Kau memiliki kekasih yang harus kau prioritaskan. Bukan Ibu melarangmu berteman dengan Yoona, tapi kau harus tahu siapa yang harus didahulukan," lanjut Nyonya Na.

"Orang sabar ada batasnya dan Renjun sudah sampai pada batasnya. Jika perasaanmu terhadap Yoona memang hanya sekadar teman, harusnya kau tahu apa yang harus dilakukan. Bersikap tegas, Jaemin. Kau memberi peluang kepada Yoona untuk terus bersamamu padahal kau tahu kalau gadis itu menyukaimu. Akibatnya, kau menyakiti Renjun lagi," tutur Nyonya Na.

"Perbaiki semuanya. Setidaknya, minta maaf kepada Renjun. Perihal dia mau menerimamu kembali atau malah menjauh darimu, itu menjadi haknya," tutup Nyonya Na.

"Aku sangat menyayangi Renjun, Bu. Sangat."

"Ibu tahu."

Jaemin memeluk perut ibunya. Kembali menangis hingga jatuh tertidur.

Jaemin harus sadar bahwa hubungan adalah tentang dua orang. Selama ini ia hanya fokus pada dirinya dan cara mempertahankan Renjun agar tetap di sisinya, tapi Jaemin lupa, apa Renjun bahagia atau tidak.

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang