Mengungkapkan Rasa

2.8K 427 84
                                    

Haechan masih sibuk memandangi Renjun saat secara tiba-tiba pria mungil itu menoleh dan membuat retina keduanya bertemu pandang.

"Renjun," panggil Haechan.

"Ya?" tanya Renjun.

"Aku menyukaimu," ucap Haechan terang-terangan. Hal itu membuat Renjun terkejut bukan main.

"Jangan khawatir, aku tidak bermaksud mencurimu dari Jaemin. Aku hanya ingin mengatakan kalau aku menyukaimu. Terlepas kau mau balas menyukaiku atau tidak, itu menjadi hakmu. Aku tidak mengharapkan apa pun dengan mengatakan ini. Aku berdoa supaya kau selalu bahagia, sebab melihatmu bahagia saja sudah cukup untukku," ucap Haechan.

"Sejak kapan?" tanya Renjun di sela keterkejutannya.

"Sudah cukup lama. Sejak kita tidak sengaja duduk berdampingan di mas perkenalan mahasiswa baru," jawab Haechan sembari tersenyum.

Renjun kembali dibuat terkejut.

"Aku tidak punya cukup keberanian selama hampir dua tahun ini menyukaimu. Jadi, hari ini aku mencoba memberanikan diri. Berharap kalau dengan menyampaikan perasaanku padamu, aku tidak lagi perlu merasa terbebani," ucap Haechan.

"Maaf," gumam Renjun.

"Kenapa minta maaf? Kau tidak perlu melakukan itu, Renjun. Kau tidak bersalah. Dari awal, aku memang tidak menginginkan lebih," sahut Haechan sembari menenangkan Renjun yang tampak ingin menangis.

"Haechan, aku ...." Renjun menggantung ucapannya.

"Kau tidak bersalah, Renjun. Mencintaimu adalah keputusanku dan menerima cintaku adalah keputusanmu. Kau tidak perlu merasa bersalah atau tidak enak hati," ujar Haechan.

Renjun diam, tidak ada percakapan lagi antara keduanya.

"Hei, aku mengajakmu kemari untuk bersenang-senang, bukan untuk bersedih seperti ini," ucap Haechan mencoba mencairkan suasana.

"Ren, aku tetap temanmu, bukan?" tanya Haechan saat Renjun tidak merespon apa pun.

"Apa?"

"Aku tetap temanmu setelah semua ini, kan? Aku tidak mau ya setelah ini kita jadi asing lagi. Mendekatimu butuh usaha dan kesabaran, kau tahu," oceh Haechan.

Mendengar hal itu membuat Renjun kembali tertawa. Mereka melanjutkan obrolan hingga Haechan mengajak pria mungil itu pulang, sebab udara semakin dingin.

Haechan mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Sesekali memperhatikan Renjun yang tengah sibuk dengan ponselnya.

"Renjun, ingat ya. Kau bisa menghubungiku kapan saja jika butuh teman bicara," ucap Haechan.

"Terima kasih, Chan," balas Renjun.

Begitu sampai di apartemen Renjun, pria mungil itu segera berpamitan dan naik menuju unitnya. Perasaannya membaik karena Haechan. Renjun baru menyadari bahwa Haechan adalah orang yang hangat.

Haechan mampu menyesuaikan diri dengan cepat dan pintar membaca situasi. Memperlakukan Renjun dengan begitu baik.

Masuk ke dalam apartemen miliknya, senyum Renjun luntur begitu saja saat mendapati Jaemin dan Yoona tengah sibuk di dapurnya.

"Ada apa ini?" tanya Renjun.

"Ren, kau baru pulang? Aku dan Yoona mampir karena tadi bajunya basah, tidak sengaja tersiram air minum saat kami makan di kafetaria bawah. Jadi, aku membawanya keemari untuk berganti pakaian sekalian membuat makan malam. Yoona membuat makanan favoritmu," cerita Jaemin. Tidak ada rasa bersalah di wajah pria itu hingga Renjun semakin dongkol di buatnya.

"Berkunjung? Mampir? Kalian masuk ke apartemen orang lain, memasak, dan melakukan apa pun seolah ini apartemen milik kalian?" ucap Renjun. Keningnya mengkerut dalam.

"Apa maksudmu? Aku bukan orang lain. Aku kekasihmu. Lagipula, aku tidak mungkin membawa Yoona pulang dengan keadaan basah. Dia bisa sakit," ucap Jaemin.

"Kau benar-benar kelewatan, Jaemin. Aku pikir dengan mengajakmu beristirahat dari hubungan kita, kau bisa berpikir lebih jernih, tapi tidak. Kau masih tidak berubah," ungkap Renjun.

"Renjun, jangan berlebihan," jawab Jaemin.

"Berlebihan katamu? Kau datang ke apartemenku, memasak di dapurku tanpa mengatakan apa pun padaku dan kau membawa sumber masalah hubungan kita! Sebenarnya perasaanku valid atau tidak bagimu, Jaemin? Apa kau menganggap sakit hatiku lelucon? Alasan apa yang membuatmu mengatakan suka padaku? Kenapa kau mengajakku berkencan kalau kau masih sibuk membandingkan aku dengan perempuan itu lalu datang padaku hanya saat kau butuh! Aku bukan tempat penitipan, Jaemin." Renjun menatap Jaemin dengan air mata berlinang.

"Aku benar-benar tidak mengerti isi kepalamu, Renjun. Kau mempermasalahkan hubunganku dengan Yoona yang jelas-jelas hanya sebatas sahabat? Kekanakan sekali," ujar Jaemin.

"Apa? Hahaha kekanakan? Aku? Jaemin, apa pernah setidaknya sekali selama dua tahun belakangan ini kau mencoba memposisikan diri menjadi aku? Tidak pernah. Kau selalu bicara dan bertingkah seenaknya seolah aku berhak mendapatkan itu semua, tapi tidak lagi. Sudah cukup, Jaemin." Renjun menjeda ucapannya sebentar.

"Aku tidak bisa lagi seperti ini. Aku bukan malaikat. Terima kasih untuk dua tahun lebih ini. Sekarang, kita selesai. Kau bebas bersama Yoona kapan pun. Kita selesai," ucap Renjun.

"Renjun!" teriak Jaemin. Pria itu berjalan cepat menghampiri kekasihnya.

"Apa maksudmu? Tidak, kau tidak boleh bicara seperti itu. Aku tidak mau," jawab Jaemin dengan wajah panik.

"Cukup, Jaemin. Aku sudah selesai. Jadi, silakan keluar dari apartemenku," ujar Renjun dengan tatapan kosong.

"Renjun! Hentikan omong kosongmu. Aku tidak mau!" Jaemin mencoba meraih tangan Renjun namun segera ditepis pria itu.

"Keluar dari apartemenku sekarang. Aku bilang keluar!" Renjun balas berteriak.

Mendengar itu, membuat Yoona menarik lengan Jaemin agar mau diajak keluar meski butuh usaha. Sementara Renjun tidak menatap Jaemin sama sekali. Baru setelah Jaemin dan Yoona keluar, pria itu menangis sejadi-jadinya.

Renjun lega karena perasaan yang ia tahan selama ini akhirnya tersampaikan, meskipun kisah mereka harus usai.

Malam ini, biar Renjun menangis hingga sesak dan esok, ia akan memulai cerita baru, pelan-pelan meninggalkan Jaemin di belakang.

.

















Aneh gak sih? 😩 aku merasa aneh dan kepaksa 😭

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang