2 | The Sweetest One

5 3 0
                                    

Aku tidak mau semesta meruntuhkanku, tapi sayang sekali semesta sudah melakukannya sekarang. Dunia itu memang tempatnya capek ya?

Dunia ini aneh. Tapi memang tempatnya nilai-nilai universal, dimanipulasi untuk diperhitungkan sebagai hal yang benar dan salah. Kekuasaan diperhitungkan sebagai hak, mereka yang mengklaim hak dan kepentingan sama dengan keadilan.

Apakah dunia sebecanda itu ya bagi mereka yang memegang kuasa? Seenaknya mempermainkan orang yang berada di bawah kuasanya seperti pion catur.

Tidak pernah terbayangkan aku akan mendapat perlakuan sekejam ini. Kekuasaan pelaku mengharuskan diriku untuk bungkam padahal rasa sakit selalu memaksa untuk dirasakan dan trauma yang terasa menggelikan. Ditambah memang pekerjaanku juga menjadi sebab aku disembunyikan.

Sekuat apapun aku berusaha untuk tabah, hal ini masih terasa mengerikan.

Aku mengusap air mata yang tidak mampu kutahan. Menarik sumpit lalu mengaduk ramen di dalam panci dengan tangan gemetar.

"Mau kubantu?"

Napasku berhenti sebentar mendapati suara pria dari belakang. Diam-diam aku menyeka wajah dari air mata lalu mempercepat putaran di panci, "Um, ibumu suka jamur Shitake kan, Oppa? Tolong ambilkan di kulkas, aku lupa," kataku tidak berpaling dari panci. Mencoba mengalihkan agar ia tidak mendekatiku.

Namun justru Seok Yoo jalan mendekat, "Itu 3 detik lagi juga matang, Zee. Telat kalau mau masukan jamur sekarang, ibuku nggak suka kematangan."

"Ah baiklah." Segera kumatikan kompor lalu diam memegang gagang panci. Ingin mengambil mangkuk besar tapi terhalang tubuh Seok Yoo

"Kalau kamu mau jamur, rebus terpisah. Sana ambil jamurnya biar aku bantu rebus," perintahnya lalu mengambil alih panci berisi ramen matang.

Aku yakin dia sempat melihat wajahku sebelum aku melesat ke kulkas. Tapi, mungkin bekas tangis ini tidak akan begitu kentara karena baru sebentar.

"Zee?" Dia diam sebentar sampai aku menoleh lalu menatapku cukup lama, sampai aku mengalihkan pandangan karena canggung, "kamu punya jus jambu?"

"Tinggal sedikit, adanya jus stroberi."

"Ah kalau begitu sajikan juga Champagne," bicaranya santai, "malam ini kamu punya teman minum, aku pulang besok pagi."

Aku terkekeh kecil lalu bangkit dengan dua kotak jus stroberi di kedua tangan, "Kusimpan Champagne-nya untuk kita, jangan biarkan nyonya Kim mabuk," jawabku kemudian menarik sudut bibir merangkai senyum ketika kami beradu tatap.

Seok Yoo mengangkat kedua alisnya tanpa membalas senyumku. Nampaknya dia menyadari sesuatu dariku, "Cuci dulu jamurnya, setelah itu langsung saja masukan," katanya sambil menunjuk panci isi rebusan air yang belum mendidih.

Sambil aku memasukan semua jamur di tangan, Seok Yoo bicara lagi, "Lain kali kalau ada apa-apa aku harap kamu bilang."

Aku diam, menakup bibirku menatap jamur dalam panci. Iya. Aku tidak bisa menyembunyikan masalah darinya. Sepertinya bukan dia yang terlalu peka, tapi aku yang kurang handal menutupinya.

"Soal hiatus," lanjutnya datar, "pertama kali aku dapat info bukan dari pesanmu tapi dari media, trending di Twitter, aku seperti orang lain, Zee." Ia menyandarkan pinggangnya pada meja dapur granit, kedua tangannya tenggelam dalam saku celana sambil mengawasiku.

Haruskah pembicaraan ini dimulai di sini? Di depan jamur Shitake yang terlambat direbus. Di belakang ibu Seok Yoo dan supirnya yang sedang menunggu makan siang.

"Maaf, Oppa. Aku jelaskan detailnya nanti." Aku mengacungkan jempol ke arahnya lalu kembali menghadap rebusan jamur, mencoba membawa suasana tetap santai.

Beautiful WreckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang