10 | Bury Your Head In the Sand

1 0 0
                                    

"Nanti aku akan tidur dengan Jihoon, orangnya lumayan asik."

Aku berbalik menghadap Jae sebelum keluar dari kamar nenek. Telapak tanganku berhasil banjir keringat saat sedang berpegangan dengan pemuda Jeon.

"Loh kenapa?" Suara berat nan lembutnya meloloskan tetes air mata ke pipi merah padamku.

Malaikat penjagaku sedang apa sih? Tidak bisakah hentikan negosiasi pikiran dan hatiku dulu. Atau berikan aku contekan isi kepala Jae. Aku terlalu lelah sampai tidak bisa menahan bendungan air mata karena emosiku meledak dengan Seokgyu tanpa berpikir apapun. Segera kutarik tubuh Jaehwa dalam dekapan.

Aku mulai membayangkan tumpukan pertanyaan dalam pikiran Jaehwa.

Kenapa bisa tiba-tiba dapat izin dibawa ke Gwangju untuk keluarga pacar? Hanya ke Gwangju kenapa pakai naik jet pribadi ? Memangnya ada jejak digital kalau Zee punya Kakak? Ini neneknya Zee? Mereka ada apa sih? Kok Yoo hyung dibawa-bawa? Menyuap Agensi? Zee tidak menjelaskan apapun padaku? Aku harus apa sih? Kakaknya kerja apa sih?  Zee itu siapa sih?

Aku sudah kalut dalam pikiran hingga hanya tangisan yang keluar. Dia mengurai pelukannya, mengusap pipiku dan bicara, "Mau cerita kenapa kamu nangis?"

"Maafkan aku, maaf ... mau aku bicara semuanya sekarang?" Balasku sesunggukkan.

"Oh?! ... tidak tidak, jangan Noona," responnya agak panik. Jae menggigit bibir bawahnya lugu. Antara kebingungan atau memang menungguku bicara, "jangan banyak pikiran dulu, istirahat saja, Noona, nggak apa-apa untuk itu bisa nanti."

Demi apapun suasana malam di depan pintu ini sangat panas, rasanya ada amarah kecil yang berusaha untuk dipadamkan selain rasa sedih yang mendominasi.

"Jangan keluar dulu, ayo aku jelaskan di sini." Mata pemuda Jeon membulat besar. Jadi bingung kenapa dia terkejut begitu. Tangannya menarik bahuku untuk lebih dekat dengannya lalu mendekatkan wajahnya ke samping kiriku. Mengarahkan indra penciumannya ke telingaku.

"D-di kamar?"

Astaga anak ini. "Aku nggak ingin macam-macam kok, hanya ingin bicara, agar semua selesai di hari ini, Jeon."

Dia tersenyum tipis, menakup bibirnya malu, "Syukurlah sudah berhenti nangis ... nggak perlu malam ini pun aku nggak papa." Satu pukulan sukses mendarat di dada Jae.

"Jangan bilang nggak papa padahal sudah mau gila," omelku dengan suara sumbang. Senyumnya semakin lebar menampilkan sederet gigi atasnya. Dia imut sekali.

"Iya tapi nggak perlu malam ini, Sayang, lebih baik kita makan lalu istirahat."

Aku menghela nafas menyerah, "Terima kasih, Jeon," kataku sambil mengusap tengkuk hingga lehernya. Kemudian mendaratkan kecupan di bibir merah muda milik Jeon. "Aku harap kamu tidak pergi setelah tahu kondisi keluargaku dan semua tentangku, Jeon."

**

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Beautiful WreckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang