How was your day, Seng?
Happy reading yaa💓~~~
"AAAA!"
Pita suaraku refleks mengeluarkan suara dengan oktaf tertinggi. Spontan tubuhku langsung bangun kalang kabut lari dari ranjang. Tanpa sengaja jarum infusnya tercabut dari punggung tanganku. Menimbulkan darah berceceran sejalan dengan arah kaburnya tapak kakiku.
Sambil menahan denyutan nyeri, aku memukul-mukul pintu dibarengi sensasi parno menyalir di seluruh tubuhku. Setiap helai rambut yang bergerak aku menjerit mengira itu "sesuatu"
"Gyu oppaa! Jaehunnn! Ada cicakkk! Tolong!" Jeritku lebih kencang. Aku sedang menghadapi hewan paling mematikan, bagiku. Bayangkan kamu takut cicak di level 98 ditambah punya penyakit jantung. Cukup masuk akal kan untuk disebut mematikan? Lemah aku lemah untuk urusan yang satu ini.
Teriakanku memudar saat mendengar langkah kaki cepat dan putaran kasar pada daun pintu.
**
"Kenapa memanggilku kalau aku tidak dibutuhkan?" Sergah Seokgyu memecah keheningan. Dia paling tidak bisa basa basi.
Sesaat setelah suster Na merapihkan kembali infusku dan Jihoon membunuh cicaknya. Jaehwa yang mengambil alih sebagai jasa penenangku. Iya, Seokgyu datang paling awal tapi aku luar biasa malas menerima uluran tangannya untuk handle kekacauan ringan ini.
Sejak sepenuhnya pulih, perasaanku kembali tidak tenang dan butuh menghakimi Seokgyu.
"Aku hampir membencimu yang bertindak impulsif untuk membawa dia kesini," mulaiku dingin. Ibu jariku angkat diri mengarah ke pemuda Jeon ketika aku menyebutnya.
"Hatiku sakit melihatmu jatuh histeris, Oppa. Mana bisa tahan melihat orang yang aku cintai di dunia ini serapuh itu untuk kedua kalinya?" Kalimatku membungkam seluruh suara di kamar.
"Aku paham betul apa yang kamu rasakan, kita berdua sakit, kita berdua sama-sama punya duka yang dalam karena meninggalnya nenek. Aku nggak mungkin mencampuri urusan nenek dengan emosiku atas tindakanmu, lagipula aku memang nggak bisa, tapi ... "
Jihoon sampai mundur beberapa langkah dan pasang wajah tidak enak campur bingung mau pergi dengan alasan apa. Aku menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan beradu tatap dengannya.
"N-noona aku ... duluan ya, makan malam sebentar lagi, aku tunggu di sana, permisi." Jihoon menunduk canggung lalu cepat-cepat berjalan keluar kamar dan menutup pintu yang sebelumnya tidak tertutup rapat.
Bola mataku berputar kembali pada pria maskulin dengan wangi khas capucinno, menatapnya datar dengan sedikit sulutan emosi, "Tapi bukan berarti aku senang dengan tindakanmu, aku berhak marah kan?" lanjutku masih dengan intonasi yang sama.
"Oppa ... terima kasih sudah membantu tapi caramu tidak dibenarkan. Kotor! Rasanya sama saja dengan ayah yang tidak membantu." Aku mendengus kesal sesaat setelah melihat Jaehwa dengan segala keluguan yang tercetak di wajahnya, "sebelumnya aku sudah bilang jangan campuri urusanku, kan?"
"Apanya yang urusanmu? Ini nenek yang mau, Zee," Seokgyu dengan ketenangan andalannya angkat bicara.
"Jaehwa itu urusanku!" jawabku setengah teriak dengan segala emosi tersulut di kepala.
Dahinya sedikit berkerut, tatapan mata coklatnya mendalam. Aku tidak bisa mengalihkan fokusku dari Seokgyu ketika emosi sudah memenuhi seluruh tubuh.
Kembali kudekap tubuhku sendiri, memberikan kesan tegas untuk orang yang tidak melakukan apapun sudah tegas, "Aku tidak bisa berhenti memikirkan banyak kemungkinan, bagaimana kalau kamu nggak berhasil membujuk orang bersangkutan dalam Giant Hit? Kamu akan dijatuhi hukum pidana, aku akan dapat label buruk di mata Agensinya, hubunganku bisa saja rusak dengan anggota Bulletproof ... meski aku nggak bisa menghindarinya, tindakan suap itu tetap menjijikan," jedaku membuang muka.
"Terdengar kan rendahnya integritas moral keluarga kita, padahal aku tahu kalau kamu dan ibu cukup kompeten membangun relasi tanpa kegiatan 'itu', Oppa." Nafasku tersengal. Emosi ini memerlukan banyak tenaga.
"Iya tapi aku berhasil, yang kamu khawatirkan nggak terjadi. Kita bicarakan nanti ya, sekarang kamu istirahat sajㅡ"
"Aku kira kamu bisa loh membuat keinginanmu terselesaikan tanpa suap, aku bisa mempertimbangkan apapun dalihmu. Kalau begini malah membuat perasaanku kacau."
"Zee ... "
Bola mataku berputar sinis. Enggan untuk memberikan kesempatan Gyu bicara sebelum aku selesai, "Citraku mendadak rendah di mata mereka setelah kamu lakukan itu, aku sudah nggak ada muka untuk berhadapan dengan Agensinya, aku harus kerja sekeras apa lagi untuk menutup pandangan 'modal privilage'ㅡ"
"Zee ... "
"Kamu ternyata tega ya mau mengangkat lagi issues 'orang dalamnya Zee sangat kuat'?"
"Ya Kim Zee!" Suaranya meninggi mengheningkanku sejenak, "Jaehwa nggak tahu soal ini." Mataku membulat besar
"Shit"
-
Next kali ya..
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Wreck
FanfictionHidup Kim Zee tidak cukup hanya menjadi anak konglomerat dan lulusan kedokteran dari salah satu Universitas terbaik di Amerika. Rasanya percuma kalau impiannya hanya sebatas mimpi. Ketika semesta mengizinkan untuk mewujudkan, justru orang tuanya se...