XVIII

2K 409 53
                                    

Hanya dengan satu fakta, kebohongan-kebohongan itu terungkap.
🍁🍁🍁

"Lo bercanda?" Pria berambut cepak dan bermata sipit itu menatap serius pria lain yang duduk di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo bercanda?" Pria berambut cepak dan bermata sipit itu menatap serius pria lain yang duduk di depannya.

Jefri tersenyum kikuk. "Sorry, bawa-bawa lo. Tapi, interogasi ini penting, kita pasti dapatin pelakunya. Please bantuin gue."

Heru berdecak kecil. "Kenapa lo begitu percaya sama dua bocah itu?" tanyanya lalu menyesap kopi panas di meja. Yang dimaksud bocah oleh Heru tentu saja Bintang dan Cakra.

Jefri terdiam sesaat. Sebenarnya dia tak yakin jika benar-benar mempercayai mereka berdua. Namun, setelah banyaknya informasi yang mereka berikan dan juga beberapa kali mereka membantunya mencari bukti lain, Jefri yakin jika mereka benar-benar serius membantunya. Alibi mereka pun jelas, meski Bintang masih agak diragukan karena sidik jari Bintang di TKP waktu itu.

"Mereka udah banyak membantu. Setidaknya gue harus naruh sedikit kepercayaan."

Heru manggut-manggut. Dia memahami Jefri, lagipula sejak Jefri kekeh ingin mencari tahu soal kasus ini, tak ada satu anggota polisi pun yang berniat membantu, termasuk dirinya. Walau mungkin kini, dia akan ikut serta membantunya.

"Kalau misal, pelakunya gak cuma satu, gimana? Atau paling parah ... mereka berkomplot? Semuanya—termasuk Bintang, Cakra, dan orang-orang yang kalian curigai?"

Ucapan Heru membuat Jefri merinding. Membayangkan anak-anak itu berkomplot untuk membunuh Debi, rasanya mustahil. Namun, memang tak menutup kemungkinan itu terjadi.

"Kalau mereka berkomplot harusnya mereka kerja sama buat tutupin kasus ini, kan? Setidaknya harusnya mereka bisa bermain cantik saat pembunuhannya supaya gak meninggalkan jejak. Tapi yang terjadi justru kebalikannya, mereka terkesan terbuka dan bersedia diinterogasi, ditambah pembunuhan itu terjadi di sekolah mereka sendiri. Terlalu mustahil jika mereka berkomplot."

Walau Jefri cukup dibuat cemas, tapi dia sendiri yakin akan ucapannya. Heru sekali lagi menyesap kopi, lalu mengangguk satu pemikiran. "Ya, lo bener. Anak-anak itu gak mungkin ambil resiko sebesar itu."

"Jadi gimana? Lo mau, 'kan bantuin gue?" tanya Jefri, kembali ke tujuan awal dia mendatangi ruangan Heru pagi ini.

"Oke, pastikan lo bisa dapat pelakunya itu. Gue gak mau kalo nanti Pak Bram tau dan kita malah gak dapat apa-apa. Karir kita bisa aja bakal hancur."

Jefri mengangguk. "Ya, gue yakin."

Semoga.

***


"Kenapa Bang Jef belum datang?" Bintang menyembulkan kepala ke luar kelas, bertanya pada Cakra yang sedang menunggu kedatangan Jefri di sana.

Sesuai rencana, mereka mengumpulkan semua orang yang mereka pernah dicurigai dalam satu ruangan. Setelah pulang sekolah tadi mereka memilih ruang kelas 11 IPA 1 sebagai tempat mereka berkumpul, dan sebelum itu juga Osis pun sudah meliburkan ekskul yang latihan di hari kamis ini.

The Search : Pembunuhan Di Sekolah ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang