1. PROLOG & CAST

157 35 10
                                    

"Sampai kapan kamu mau berdiri di situ? Tidak dingin? Ayo masuk," ucapku pada Hana, istriku.

Ini malam pertama pernikahan kami, tapi sejak tadi Hana terus saja melamun di balkon kamar hotel.

Aku hendak meraih bahu Hana untuk merangkulnya namun, gerakan Hana yang begitu cepat menghindar membuatku terkejut.

Saat tatapan kami saling beradu, aku mampu menangkap bendungan air yang menggenang di pelupuk mata istriku.

"Hana? Ada apa?" Tanyaku khawatir. "Aku hanya ingin mengajakmu masuk ke dalam. Angin di luar sangat kencang, nanti kamu masuk angin," tambahku menjelaskan.

"Tidak usah berpura-pura baik padaku. Lagi pula aku tidak takut dengan angin, jadi untuk apa aku harus menuruti perintahmu?" Balas Hana bahkan tanpa menatap lawan bicaranya, yaitu aku.

"Baiklah kalau kamu masih ingin berada di sini, terserah kamu saja, aku masuk dulu--"

Belum selesai aku bicara suara gelegar petir terdengar membahana di angkasa. Kulihat Hana terkejut, hingga dia justru mendahului langkahku masuk ke kamar.

Hana beranjak masuk tanpa berkata-kata. Aku mengekor langkahnya di belakang sambil menahan tawa setelah aku menutup pintu kaca yang menjadi pembatas kamar dengan balkon.

Sepertinya malam ini akan turun hujan karena cuaca di luar sangat dingin dan gelap. Tak ada satu pun bintang yang menghiasi langit. Bahkan aku bisa melihat kilatan petir menyambar di kejauhan.

"Apa kamu lapar, Hana?" Tanyaku membuka percakapan. Sedikit berharap kebekuan di antara kami mencair.

Akan tetapi, Hana hanya menjawab dengan gelengan kepala saja.

Rasanya memang sangat canggung.

Berada berduaan di ruangan tertutup dengan seseorang yang bahkan baru saja kukenal beberapa Minggu. Itu pun dengan intensitas pertemuan yang singkat.

Ya, Aku dan Hana memang menikah atas dasar perjodohan.

Pamanku dengan Ayah Hana adalah partner kerja yang baik. Melalui pamanku itu lah aku mengenal sosok lelaki paruh baya bernama Restu Byantara, dia Ayahanda Hana. Lelaki yang resmi menjadi ayah mertuaku saat ini. Beliau lah yang memperkenalkan aku pada Hana dan mengatakan, bahwa Beliau sangat berharap aku bisa tertarik pada anak gadisnya.

Ajaibnya, aku memang langsung jatuh cinta pada Hana saat Pak Restu mempertemukan aku dengan Hana untuk pertama kalinya, sekitar satu bulan yang lalu.

Hana itu cantik.

Sangat cantik.

Kecantikannya membuatku terhipnotis.

Hingga akhirnya aku pun memutuskan untuk melamar Hana setelah satu Minggu berlalu pasca pertemuan pertama kami.

Semua memang berjalan begitu cepat dan singkat hingga akhirnya aku dan Hana kini berada bersama di dalam kamar ini.

Di kamar pengantin kami.

"Hari ini memang sangat melelahkan ya?" Ucapku lagi. Mencoba membuka percakapan kembali di antara kami. Tapi sayangnya, Hana tetap pada keterdiamannya. Dia duduk di sofa sambil membuka satu persatu aksesori di kepalanya.

Bahkan di saat aku sudah rapi dengan piyama tidur setelah sebelumnya aku mandi dan menghabiskan waktu sekitar lebih dari lima belas menit di kamar mandi, Hana masih belum melepas gaun pengantinnya.

"Sini, mau aku bantu?" Ucapku lagi mencoba mendekat.

"STOP!"

Peringatan itu cukup membuatku mengerti untuk tidak melanjutkan langkahku menuju sofa yang diduduki Hana.

SUAMI NOMOR 1 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang