"Apakah, itu pemberian seseorang?" Tanyaku pada akhirnya, saat tiba-tiba saja ucapan Kelvin tadi merasuk kembali dalam ingatanku.
Seperti menjilat ludah sendiri ketika aku kini malah menyangsikan Hana karena sikapnya yang memang terlihat sangat aneh di mataku, terlebih saat dia tak kunjung menjawab pertanyaanku tadi.
Meski dalam hati, aku terus berusaha meyakinkan diriku untuk tetap mempercayai Hana, akan tetapi, hal itu menjadi sulit setelah aku harus kembali mengingat dan merasa penasaran dengan alasan Hana tak menginginkan pernikahan ini.
Jika memang dia tak ingin menikah dengan ku, harusnya dia tak perlu bersandiwara dengan berpura-pura seperti menyukaiku dan menerima dengan senang hati rencana perjodohan kami?
Tak ingin masalah ini menjadi lebih besar dan berlarut-larut, aku pun mengajak Hana untuk berbicara serius di balkon kamar kami, malam ini juga.
Termasuk, aku yang akan menceritakan tentang siapa sebenarnya Mami, Karin dan juga Kelvin, pada Hana.
"Aku sudah tahu," jawab Hana saat aku baru saja memberitahunya bahwa wanita yang selama ini aku panggil dengan sebutan Mami itu bukanlah Ibu kandungku melainkan Ibu Tiriku. Sementara Karin dan Kelvin, pun bukan adik kandungku melainkan anak Mami Vira dari hasil pernikahan dia sebelumnya.
"Tahu dari mana?" Tanyaku sedikit kaget.
"Dari Mbok Runi," jawab Hana dengan tatapan mata polosnya.
Menelan saliva dengan susah payah, ekspresi lugu Hana seakan memancing naluri kelelakianku keluar, ditambah cuaca dingin yang mendukung hal-hal kotor itu memenuhi pikiranku, meski pada akhirnya, sekuat tenaga aku berusaha untuk meredamnya.
Menjauh sedikit, aku lantas kembali bertanya, "memang, Mbok Runi udah cerita apa aja ke kamu tentang aku?"
"Banyak," jawab Hana cepat, membuatku kembali menoleh ke arahnya. "Kata Mbok Runi, aku beruntung bisa jadi istri kamu, karena kamu itu lelaki yang baik."
Aku menahan bibir agar tidak tersenyum mendengar pujian yang diucapkan Hana padaku, membuat aku serasa melayang.
"Terus, apalagi?" Tanyaku masih berusaha bersikap cool.
"Mbok Runi bilang, kamu itu lelaki yang lugu, karena selama ini nggak pernah bawa cewek ke rumah, tapi pas aku kasih tahu Mbok Runi tentang semua DVD bokep kamu, Mbok Runi langsung menarik kata-katanya itu."
Aku jadi memutar bola mata mendengar ucapan polos Hana kali ini yang sukses meruntuhkan image lugu ku di depan Mbok Runi!
"Ya, terus?" Kataku lagi, setengah malas, ples malu.
"Dan terakhir, Mbok Runi cerita tentang... Ibu kamu," suara Hana terdengar ragu sewaktu dia mengucapkan kata "Ibu" di hadapanku, hingga aku pun langsung tersenyum sebelum Hana merasa bersalah karena sudah membuka percakapan tentang itu.
Aku hanya ingin membuktikan pada Hana, bahwa aku baik-baik saja.
"Jadi, sekarang nggak ada hal yang perlu kamu ketahui tentang aku lagi karena kamu udah tahu semuanya dari Mbok Runi, kan?" Ucapku kemudian, yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Hana.
"Nah, sekarang, giliran kamu jawab pertanyaanku di dalem tadi, tentang perhiasan imitasi itu," tambahku lagi dengan jiwa kepo maksimal.
Kepala Hana sempat menunduk sebelum akhirnya dia kembali mendongakkan kepalanya dan membalas tatapanku dengan tatapan sendu, penuh kepedihan.
"Perhiasan itu, dulu, pemberian mantan pacarku."
Mendengar jawaban itu, aku pun jadi tertegun.
Terlebih lagi, saat aku melihat lelehan air mata yang menetes di pipi Hana setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI NOMOR 1 (End)
RomanceNamaku Rama. Aku baru saja menikah dengan seorang wanita cantik jelita yang kuyakin memiliki perangai baik dan santun. Dia wanita pertama yang berhasil membuat hatiku bergetar dan jantungku berdebar keras. Aku benar-benar telah jatuh cinta, pada Han...