6. JALAN-JALAN

5 1 0
                                    

Malam ini, akhirnya aku berhasil membujuk Hana untuk ikut denganku, sekadar jalan-jalan keluar bersama.

Setelah hampir satu bulan usia pernikahan kami dan selama itu Hana hanya menghabiskan waktunya di rumahku, malam ini, aku akan membuat senyum lepas Hana kembali merekah di bibirnya, meski tak terlalu yakin jika hal itu bisa terjadi, terlebih setelah segala perlakuan tak baik yang telah diterima Hana di rumah ku selama ini.

"Sebenarnya kita mau ke mana, Mas?" Tanya Hana saat mobil yang aku kendarai memasuki ruas jalan tol jagorawi. "Katanya cuma mau keliling Jakarta aja?"

"Besok kan weekend, aku libur dua hari. Jadi, kita mainnya jauhan ya? Aku mau ajak kamu menginap di Villa pribadi keluargaku di puncak," ucapku sesuai rencana. Sebab, jika aku berkata jujur ingin mengajaknya menginap di puncak, sudah pasti Hana tak akan mau diajak keluar malam ini. Jadilah, aku terpaksa berbohong.

"Menginap? Kamu yang bener, Mas? Aku nggak bawa pakaian ganti, loh?"

Tuh, kan, Hana mulai uring-uringan?

"Keluar tol nanti kalau ketemu toko pakaian aku akan berhenti, kita bisa membelinya, kan?" Kataku simpel, kenapa harus repot?

Aku tahu Hana saat itu kesal karena sudah aku tipu, akan tetapi, aku tak terlalu menanggapinya, sebab, aku yakin, setibanya Hana di Villa nanti, Hana pasti akan menyukainya karena letak Villa itu yang memang sangat strategis di puncak.

Wajar bila strategis dengan view yang sangat bagus, karena tanah untuk mendirikan Villa itu, memang sangat mahal harganya. Jika bukan karena aku yang meyakinkan Ayah untuk tetap meminangnya, mungkin Villa itu tak akan ada sekarang. Tapi, karena aku berhasil membujuk ayah untuk tetap membeli dan membangun Villa di tanah tersebut, akhirnya terbukti, Villa itu selalu diminati banyak pengunjung selagi aku dan keluargaku tak memiliki acara pribadi untuk menggunakannya.

Dan aku pun harus memesan villa itu sejak jauh-jauh hari jika ingin berkunjung, karena harus menyesuaikan dengan jadwal bookingan di Villa.

Berhubung weekend ini kosong, jadilah aku memanfaatkannya sedemikian rupa.

Hitung-hitung aku refreshing setelah berjibaku dengan berbagai urusan kantor yang rumit dan membosankan sejauh ini.

Seperti apa yang aku katakan tadi, bahwa aku akan berhenti jika menemukan toko pakaian begitu mobil yang aku kendarai keluar dari jalan tol.

"Pilih saja pakaian yang kamu suka, aku juga akan mencari beberapa di sana," ucapku pada Hana saat kami sudah berada di toko pakaian.

Aku beranjak ke sisi kiri toko karena di sanalah pakaian pria berada, sementara Hana masuk lebih jauh menuju tempat pakaian wanita dewasa.

Bagi kami kaum pria, memilih pakaian tak membutuhkan waktu lama terlebih aku memang tipikal lelaki yang simpel dalam berpenampilan. Lagi pula, kami hanya akan menginap dua hari saja. Kupikir, tiga potong kaus dan tiga celana pendek pun cukup, tak lupa aku juga membeli dalamannya.

Begitu mendapatkan barang belanjaanku, aku pun langsung bergegas menuju ke lokasi Hana berada, karena aku paham, wanita pasti akan lebih lama jika berbelanja ketimbang pria. Itulah sebabnya, aku akan dengan sabar menunggu Hana hingga selesai berbelanja.

"Gue turut berduka cita ya, Han. Sorry, sorry banget, gue bener-bener nggak tau kabar ini, loh, serius? Nggak masuk berita juga, kan?"

Aku menghentikan langkah saat melewati ruang ganti di mana akhirnya aku tahu bahwa Hana, istriku sedang berada di dalam ruangan ganti bersama seseorang.

Karena ruang ganti yang hanya dibatasi oleh tirai saja, maka, siapa pun yang berada di luar pasti bisa mendengar dengan jelas isi percakapan orang di dalam sana, begitu pun aku.

SUAMI NOMOR 1 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang