tría

54 16 46
                                    

Malam ini Dewi Fortuna benar terlelap lebih awal. Ia sampai tidak menyadari perinya membutuhkan bantuan kilat. Sembari mengumpulkan nyawa, ia menjelma dalam raga pejalan kaki. Menarik Eirene dari hadapan mobil peti kemas yang besar. Kemudian ia melanjutkan kembali tidurnya. Eirene yang ingin terkulai dimaki paksa oleh sang penyelamat dan beberapa pengemudi. Mereka berargumen, "Jangan merepotkan orang lain. Gunakan juga matamu jika sedang berjalan! Jika kau terluka, siapa yang akan bertanggung jawab? Kau juga bisa saja membuat para pengendara celaka! Apa kau ingin mengganti rugi nyawa mereka?"

Eirene mencoba bertahan dengan separuh kesadaran. Tubuhnya terlampau lelah dan kepalanya berkunang-kunang. Ia membungkukkan tubuh berulang sebab sudah membuat resah dan membuang waktu berharga mereka. Insan-insan itu berhamburan, kembali melanjutkan perjalanan yang tertunda selepas Eirene meminta ampunan.

Eirene pun sama, kembali pada perjalanannya yang tak terduga. Ia harus menempuh jarak yang baru saja ditebas. Memerlukan 120 menit untuk sampai di sekolah, sedangkan jam sudah menunjukkan arah makan malam. Sangat dipastikan bahwa Siren tengah berapi-api di rumah. Anak semata wayangnya belum jua pulang serta suaminya tengah asik membuang cuan di gerai.

"Permisi ... permisi ... permisi ...," panggil Eirene berulang melalui celah kunci gerbang The Ananke Middle School. Ia berharap sang penjaga belum tewas dan pergi ke alam mimpi. Arloji Eirene sudah berdetak lewat sebelas, tetapi gerbang setinggi surga itu tak kunjung bergerak. Embusan angin hanya mampu mendobrak pori-pori Eirene. Bola matanya ke sana kemari, mencari cara sampai ke library yang letaknya di barat dekat parkiran para staff.

The Ananke Middle School berada di bukit dan dikelilingi pohon rimbun nan segar. Eirene mengingat, ada alat tumpuan lipat yang selalu bertengger dekat pohon di samping sekolahnya dan mengarah pada gedung utama. Alat itu tersimpan rapi tanpa diketahui pihak yang berwenang dan hanya digunakan bagi siswa-siswa terlambat dan ingin melarikan diri dari penjelasan mister dan misses. Eirene beranjak. Mencari benda yang diingatnya. Berwarna perak. Namun, di tempat biasa ia tidak menemukannya, sedangkan arum jam terus berputar memakan banyak waktu.

Dengan rok di atas lutut kebangsaan nona-nona Ananke, Eirene memutuskan untuk memanjat pohon sampai pada ujung tembok yang runcing. Ia berhati-hati kala melintasi perangkap maling. Bila ceroboh, tubuhnya akan tergores dan mengalirkan darah segar. Ia tidak ingin sakitnya bertambah karena lalai. Kini kakinya berhasil menapaki rumput tiruan, tanpa luka baru. Kemudian Eirene melintasi halaman megah dihiasi lampu taman dan rembulan. Asing baginya sunyi mendekap di Ananke, biasa riuh cakap insan-insan serta pantulan bola basket dan tak terlewat bunyi lonceng yang sedikit tak waras.

Untuk mempercepat tujuannya, Eirene harus memasuki gedung utama. Tak ada lampu yang menerangi jalannya. Namun, ia memiliki penerangan lain, yaitu gawai yang sedari pagi lupa ia hidupkan. Eirene berjalan dengan damai, tak ada yang mengusik hingga tujuannya terpenuhi.

Library telah dikunci. Cobaan datang lagi kepadanya. Tidak ada penjaga yang berkeliaran dan bila harus mencari penjaga di setiap sudut sekolah rasanya buruk. The Ananke Middle School merupakan sekolah termegah di alam semesta. Dihidupi oleh insan-insan berkepala emas dan berperut kembung. Tak ingin menghabiskan banyak detik, Eirene melakukan aksi yang sama. Menyelinap dalam ruang. Ia mengecilkan tubuhnya tuk memasuki elevator barang di samping library. Bak pencuri pada sinema Home Alone 3. Ia terbawa hingga lantai dua. Merenggangkan tubuhnya dan melanjutkan perjalanan ke meja besar dekat jendela kemudian merampas lembaran kertas yang tergeletak sebab ditinggal pemiliknya.

Misi pertama telah digarap. Terakhir, Eirene harus mengumpulkan lembaran kertas itu di atas bidang datar milik Mr. Akra. Ia kembali ke perjalanan awal. Memasuki gedung utama dengan ditemani penerangan gawai. Ruang pengajar berada di lantai satu. Ia tak perlu merepotkan diri menaiki tangga atau elevator lagi. Dewi Fortuna mempermudah urusannya. Ia dapat menjelajah dengan leluasa. Ruang pengajar itu lupa dikunci oleh sang penjaga, tetapi tetap saja tak ada penerangan.

IneffableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang