dekatría

8 1 0
                                    

Dini hari Siren tersentak dari perjalanan bunga tidurnya. Tubuhnya sedikit menggigil. Ia tergugah, menjalankan kakinya menuju televisi yang riang tuk dimatikan sebab terlihat letih bekerja sepanjang malam. Tangannya beralih menghidupkan radio kuno dan merapikan kundai. Kemudian ia mengarah ke dapur. Diambilnya selembar kain gosok juga sebuah ijuk bertangkai.

Alih-alih berada di lantai dansa, Siren bergerak ke sana kemari menghilangkan noda mengikuti lagu rohani dari radio. Menggapai setiap sudut. Membasuh kotoran pada alas makan. Menyapu bersih tempatnya berpijak. Menata mantel serta kasut yang berserak di lawang penyambutan tamu. Memajang lampu-lampu kecil dan pernak-pernik natal yang lain. Suasana hatinya tengah riang, tak seperti kemarin siang. Natal ia sambut tanpa harus berteriak penyesalan kepada insan-insan terdekatnya. Lagu rohani memang mampu memadamkan bara siapa saja yang mendengar.

Kini tangan Siren beralih. Melayang pada radio dekat televisi. Memutar pengeras suara ke arah kanan. Lagu rohani memenuhi rumah, menutupi nyanyian salju di luar sana. Ia kembali ke area dapur. Dari dalam laci-laci kayu rapuh diraih dua tabung kaca berisi kue jahe serta air lembu bubuk. Siren menyeduh susu cokelat itu dan meminumnya beberapa seruput. Lalu melahap dua kue jahe dan teringat ....

"Sudah melewati malam, gadis tidak kunjung pulang, kah? Tidak ada tanda kehidupan dari kamarnya. Benar-benar anak tak tahu diuntung. Pria tambun itu pun tidak terlihat hidungnya. Seharusnya mereka berterima kasih dahulu kepadaku sebelum pergi. Namun, ada baiknya juga mereka tidak ada, tenagaku tidak akan terkuras. Aku sekarang hanya perlu mengurus diri dan---"

Monolog Siren terhenti tatkala rumah yang tak kedap suara berulah. Samping rumahnya terdengar riang. Halamannya ramai budak bermain. Ia mengembuskan napas dan memamerkan mimik dongkol.

"Huft ..., natalku yang malang."

Ia berjalan lagi, hendak menuju kamar air. Namun, terhenti di depan kamar gadisnya yang sedikit ganjal.

"Lampu kamarnya padam, anak memang itu tidak pulang. Biliknya belum ia benah. Pasti bak gudang penyimpanan yang lama tak disinggahi. Berserak-serak barang tak penting dan memiliki bau ... darah." Siren menghentikan kalimatnya setelah pintu kamar Eirene terbuka.

Cangkir di genggamannya terjatuh bersama bulu kuduknya yang terbangun. Tubuhnya lemas dan beku menatap nanar hadiah natal. Siren meninggalkan kamar lalu mendudukkan diri di depan televisi.

"Siren? Televisi tidak menyala. Apa yang kau lihat hingga seperti itu?" tanya Helios yang tetiba datang. Sepatu lusuh serta mantel dengan bulu yang sudah tak halus disimpan rapi. Ia berjalan ke arah Siren sembari menyingkirkan butir salju di rambutnya.

Siren tak menjawab. Ia masih terpaku pada pemandangan di depannya tadi

"Apa Eirene sudah pulang?" tanya Helios lagi dan dijawab anggukan gagap dari Siren.

Mimik Helios menimbulkan harsa. "Di mana ia? Aku membawakannya hadiah natal," ucap Helios sembari memperlihatkan bingkisan balok besar di tangannya. Perkataan itu dijawab dengan telunjuk kiri Siren mengarah pada kamar Eirene yang sedikit terbuka.

"Mengapa kau diam saja dengan muka tegang macam itu? Jangan berlebihan memarahi anakmu, ia tumbuh sesuai apa yang kita perlihatkan. Ampuni perlakuan tidak sedap yang dituju untukmu."

Lelaki paruh baya itu berjalan menuju sumber dengan sudut bibir semakin melengkung.

"Eirene, kau di dalam? Aku membawakanmu hadiah natal yang kau tunggu-tunggu dan pasti disenangimu. Kau juga sudah menyiapkan hadiah natal untukku, 'kan?" Pintu kamar Eirene telah terbuka lebar. Harsa pudar dari durja. Bingkisan terhempas. Lagu rohani semakin berkumandang dan beradu dengan kegembiraan jiran-jiran dari luar. Helios terkulai. Namun, benaknya tergugah. Ia berjalan lunglai. Mendekati darah dagingnya yang terjumbai memamerkan cairan kental dari lehernya. Tubuh tegap nan tinggi milik Helios beraksi. Dengan getaran kuat dari sendi-sendi tubuhnya, ia melepas belenggu dari gala semata wayangnya dan sigap mendekap.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IneffableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang