1,2

219 39 1
                                    

Hari sudah berganti pagi, namun  Maura belum melihat putrinya turun dari kamarnya yang terletak di lantai atas. Ibu dari dua anak ini kemudian naik ke lantai dua.

Memastikan keadaan Jelova, apakah sudah berangkat sekolah atau masih bergelung di dalam selimut tebalnya. Karena ia hafal sekali, Jelova kalau tidur pasti seperti orang mati. Nauzubillahi min dzalik.

“Kak, bangun! Mau sekolah ngga?” Perempuan itu mengetuk pintu kamar sang putri sambil berseru.

Tidak ada jawban. Wanita 38 tahun itu lantas masuk ke kamar Jelova, kebetulan tidak dikunci.

“Kok belom bangun? Sekolah kaga!”

Maura berkacak pinggang sembari berjalan menuju ke arah jendela dan kemudian menyibak gordennya yang berwarna keemasan.

“Pusing, Mih..” rintih anak itu.

Sang ibunda menghampirinya dengan tergopoh-gopoh. Mommynya menempelkan tangan pada dahi Jelova dan merasakan kalor yang berlebih.

“Habis ngapain sampe sakit gini?”

Maura berjalan menuju ke arah laci yang menyimpan berbagai benda termasuk kotak P3K yang ada di kamar putrinya. Mencari cari tablet parasetamol yang selalu tersedia di sana.

“Gatau.. Sakit banget kepalaku, ” lirih Jelova dengan mata setengah terbuka.

“Yaudah gapapa. Ini diminum dulu obatnya. Mommy ambilin sarapan sebentar,” ujar Maura kemudian memberikan obat berbentuk kaplet tersebut dan air putih kepada Jelova yang masih berada di atas kasur.

Jelova berusaha bangun kemudian menerima obat dan segera meminumnya tanpa basa basi. Dengan tangan yang gemetaran ia menaruh kembali gelas kaca itu ke nakas samping tempatnya tidur. Maura sudah keluar dari kamarnya.

Tubuh Jelova benar benar lemas, kepalanya terasa berputar saat ia bergerak. Semalam ia minum bir dingin di dekat jendela pukul satu malam. Jelova tau Mommynya akan mengamuk jika ia memberitahukan yang sebenarnya. Jadi ia memilih diam.

“Kakak mau dibawain apa? Nanti Daddy nggak lembur. Mau ke klinik nggak?” Elvash masuk ke kamarnya dengan baju kantornya.

Jelova menggeleng. Elvash memeluk buah hatinya itu sambil mengusap usap kepalanya lembut berharap meringankan sakit sang putri.

“Kamu habis minum lagi ya? Daddy tadi liat kaleng di tong sampah depan.”

Perempuan itu menghela napas berat kemudian mengangguk, Daddy-nya ini memang suka memperhatikan hal hal yang nyeleneh. Masa tong sampah juga diliatin isinya apa aja.

“Maaf.." lirih Jelova tak mengalihkan mukanya dari dada sang Daddy.

“Nggak apa apa, Kak. Lain kali kalo minum sore aja, jangan jam segitu. Angin malam ga bagus buat kesehatan, tapi enak sih minum malem malem. Daddy dulu juga sering,” ujar Elvash membuat Jelova tersenyum kecil.

“Kalo sore ntar ketahuan Mommy bisa didepak lagi kakak,” kata Jelova.

Maura muncul dengan semangkuk bubur ayam yang masih hangat. “Makan dulu. Yang kamu berangkat sana, udah jam 7 seperempat. Jalanan jam segini udah rame banget, ntar macet, telat, diomelin kamu sama Al.”

Elvash memutar mata, “Iya, Ibu ratu. Berangkat nih sekarang! Lagian mana bisa batu berjalan ngomel, ngomong aja mager!"

Jelova tertawa kecil. Elvash kemudian mengurai pelukannya lalu mencium dahi anak perempuannya, “Cepet sembuh ya, Kak!”

“Iya, Dad. Daddy ati ati di jalan. Semangat!”

Elvash berjalan keluar setelah mencium dahi Maura sekilas, “Aku berangkat dulu, yang. Baik baik di rumah!”

[✓] How To Be A Couple GoalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang