0,6

479 57 5
                                    

Jam 06.28 Jelova sudah sampai di kelasnya. Tentu saja karena Milan. Tadi pagi pukul setengah enam perempuan itu rela menggedor gedor pintu kamar Milan untuk membangunkan tetangganya itu agar segera bersiap dan menebenginya ke sekolah.

Milan sebenarnya sedikit kesal, tapi karena Jelova sudah berteman dengannya sejak kecil ia memaklumi hal itu. Perempuan itu banyak bergantung padanya. Sudah seperti saudara, Milan menyayanginya seperti adik sendiri.

Pandangan Jelova kosong, ia menatap papan tulis yang terpampang lebar di depan kelas. Justin atau Marka. Menikah atau kuliah. Jadi istri atau mahasiswi.

“Arrrggggh! Gue bingung!”  Dia mengacak acak rambutnya yang terurai panjang hingga pinggangnya.

Semalam ia begadang hingga pukul  2 malam dan hanya tidur dua jam setengah. Setengah lima ia bangun dan segera bersiap ke sekolah. Ia kabur dari rumah dan menggedor gerbang rumah Om Al. Bahkan sampai pagi ini perutnya masih kosong.

Kemarin malam Marka meneleponnya, dia bilang hari ini dia nggak bisa berangkat sekolah karena harus balik ke Kanada untuk beberapa waktu. Ada urusan mendesak katanya. Jadilah dia benar benar sendirian—“YOOO! MBAK JE!”

Atau tidak.

Lucas datang dengan suara menggelegar. Kelas sudah lumayan ramai padahal, tapi ya beginilah kalau punya teman yang urat malunya sudah putus.

“Gue ikut seneng ya karena lu ditinggal your boyfriend ke Kanada— eh maksudnya ikut bahagia!”

Tak segan segan Jelova menoyor kepala cowok itu , “Ikut sedih harusnya bego!”

Perempuan itu kemudian menidurkan kepala pada mejanya. “Laper banget gue, Cas..”

“Yaudah sama, Jel.”

Ting!
Ting!

Ponsel Jelova berbunyi beberapa kali. Perempuan itu lantas menariknya dari laci meja dengan sedikit ogah ogahan. “Siapa dah pagi pagi udah nyepamin orang?”

+628214567××××
|last seen 06.40|

•nanti saya jemput
•keluar, saya di gerbang

Matanya membelo melihat pesan itu. Tanpa memerlukan penjelasan tentang identitas, Jelova tahu siapa pengirim chat itu. Tentu saja orang itu tak lain adalah Justin. Dengan tergopoh gopoh ia berlari keluar dari kelasnya, melintasi lapangan basket kemudian sampai di gerbang.

Dilihatnya seorang pengendara motor tengah duduk di atas jok dengan satu kresek berada di stangnya. Ia berjalan cepat sampai langkah mengantarkannya ke samping pemuda itu.

“Lo ngapain ke sini?” tanya Jelova panik.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Justin mengulurkan kantong plastik itu ke Jelova.

“Ini apaan?”

“Gausah nanya. Nanti buka sendiri. Sudah sana balik ke kelas!” ucap Justin di balik helmnya.

“Idih ngusir!” kata cewek itu cemberut. Justin mulai menyalakan motornya, sebelum pria itu melesat dan bergabung dengan kendaraan lain, Jelova sempat berseru, “Makasih, om! Ati ati!”

Sampai ke kelas, Jelova duduk dan menaruh kresek itu di meja. Lucas yang penasaran kemudian bertanya dengan tangan yang mulai membuka buka isi kresek.

[✓] How To Be A Couple GoalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang