18. MUSUH JADI TEMAN

558 55 0
                                    

Beberapa hari kemudian, Lisa datang lagi ke rumah sakit bersama Dodi setelah pulang sekolah. Ia datang untuk menjenguk Angelica yang masih di rumah sakit.

Setelah sampai di depan pintu, Lisa langsung membuka pintu tersebut.

Tidak lain, di ruangan itu hanya ada Marina yang setia menemani Angelica.

Sepanjang menghampiri Angelica, senyum Lisa terpancar tanpa disembunyikan. "Hai, Kak. Kakak apa kabar?" sapa Lisa saat sampai di hadapan Angelica.

Angelica mengulas senyum terbaiknya. "Baik, kok."

Pandangan Lisa beralih pada Marina yang duduk sembari memperhatikan mereka. Ia jadi tidak enak mau minta izin untuk bicara dengan Angelica.

Namun Lisa harus melakukannya, karena lebih tidak enak lagi kalau Marina mendengar ucapan mereka.

"Tante, boleh gak kalo aku sama Kak Angel ngobrol bertiga?" tanya Lisa meminta izin pada Marina.

Marina pun dengan gerakan cepat bangkit dan mengambil tasnya.

"Oh, boleh-boleh," ujar Marina disertai dengan senyuman manisnya. Masa iya orang ingin bicara dilarang-larang, ya, 'kan? Wanita macam apa kalau Marina sampai begitu.

Setelahnya, Marina pun pamit pada Angelica, mengecup kening gadis itu dan berjalan keluar dari ruangan Angelica.

Lisa menggantikan posisi Marina. Ia duduk di kursi yang diduduki oleh Marina tadi, sedangkan Dodi tetap berdiri di belakang Lisa.

Setelah Marina benar-benar meninggalkan tempat, barulah Lisa membuka suaranya. Namun sebelum itu, sempat terjadi tatap-tatapan antara mereka karena kecanggungan.

"Isu tentang Kakak lumpuh udah nyebar satu sekolah," kata Lisa memulai pembicaraan mereka.

Angelica menghela napasnya. Sudah ia duga kalau berita tentangnya akan cepat tersebar. "Gue udah yakin kalo itu bakalan cepet kesebar."

"Di depan rumah sakit juga banyak wartawan, Kak. Untung saya sama Lisa bisa masuk," timpal Dodi.

Memang, di depan rumah sakit sudah dipenuhi oleh para wartawan yang ingin bertanya-tanya soal Angelica. Banyak media yang ingin meliput untuk mengetahui lebih jelas apa yang dialami oleh Angelica.

Untung saja pihak rumah sakit mengamankannya. Kasihan Angelica kalau harus menghadapi itu, sedangkan ia saja masih sakit.

Angelica menatap Lisa dan Dodi bergantian. Ia jadi merasa bersalah pada keduanya. Kedua orang itu sudah membantunya, tapi Angelica malah membuli Lisa waktu itu. Angelica jadi menyesal telah melakukan kejahatan itu pada Lisa.

Jujur, mungkin kalau kejadian ini tidak pernah terjadi, Angelica masih mem-bully Lisa. Namun sekarang Angelica mau berubah. Ia tidak akan bisa apa-apa kalau bukan dibantu oleh Lisa dan Dodi.

Oleh karena itu, Angelica pun menarik napasnya dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Gadis itu harus bisa menurunkan gengsinya.

Tatapan malu sekaligus sendu Angelica tunjukkan. Kali ini memang ia merasa bersalah, bukan pencitraan lagi. Angelica berkata, "Kalian kok baik, sih, sama gue? Gue, kan, udah jahat banget ke kalian."

Lisa menatap Dodi sebentar, lalu beralih pada Angelica dan tersenyum. "Sesama manusia harus saling bantu, Kak. Lagian aku udah maafin, kok, semua kesalahan Kakak. Semoga Kak Angel cepet sembuh, ya?"

Angelica tersenyum. Ternyata masih ada orang baik di sekelilingnya. Angelica sangat bersyukur akan hal itu. Lisa dan Dodi memang cocok dijadikan teman, bukan musuh.

Keduanya memiliki hati yang bersih, tidak seperti Angelica. Gadis itu jadi merasa orang paling jahat dari yang terjahat.

Tak ada lagi obrolan mereka setelahnya. Angelica lebih memilih mengedarkan pandangannya. Lisa dan Dodi juga memilih untuk diam, tak tahu lagi mau bicara apa, karena mereka hanya ingin memberi tahu soal wartawan dan isu tentang Angelica saja.

Namun, karena lama hening, tiba-tiba saja rasa penasaran Angelica menyeruak. Gadis itu memicingkan matanya ke arah Dodi dan Lisa bergantian, membuat kedua sejoli itu menautkan kedua alis mereka, heran.

Tatapan intimidasi dari Angelica berhasil membuat keduanya penuh tanya.

"Lo sama Dodi pacaran?" tanya Angelica dengan mata yang masih memicing, ditambah tangannya ikut menunjuk keduanya.

Lisa pun membelalak kaget. Ia membenarkan posisi kacamatanya dan menunduk. Apa mereka terlihat seperti orang berpacaran? Padahal Lisa sudah berusaha menyembunyikannya supaya tidak ada yang tahu.

Angelica tersenyum manis. Sepertinya pertanyaan yang ia berikan membuat Lisa takut. Angelica memegang tangan Lisa. "Ngomong aja gapapa. Gue gak bakalan publish, kok. Cuma gue kepo aja."

Lisa mendongak, menatap Angelica dan tangannya yang digenggam gadis itu bergantian. Lalu beralih menatap Dodi yang diangguki lelaki itu.

Dodi tak masalah status pacaran mereka tersebar. Namun juga terserah Lisa, lelaki itu tak bisa memaksa Lisa untuk jujur pada yang lain.

"Iya, Kak. Kita udah lama pacaran," jawab Lisa setengah gugup.

Angelica tersenyum tipis, sedikit menertawakan nasibnya.

Menurutnya, Dodi adalah lelaki yang sangat baik dan idaman. Wajahnya tidak begitu jelek, malah bisa disebut ganteng. Ya, seperti yang diberitahukan sebelumnya kalau lelaki itu sebelas dua belas dengan Erlangga.

Bedanya, Dodi bisa menerima Lisa apa adanya. Mau Lisa terlihat cupu, lelaki itu tidak peduli.

Lalu bagaimana Erlangga? Katanya lelaki itu sudah sembuh. Namun apa tak ada sedikit niatan untuk menjenguk Angelica? Apa karena gadis itu lumpuh, jadi Erlangga meninggalkannya?

Angelica, sih, menduganya seperti itu.

"Oh, enak ya, Dodi bisa nerima lo apa adanya. Pacar gue tau ke mana sekarang, jadian sama yang lain mungkin, ya?" Angelica tertawa hambar.

"Kak?"

"It's okay. I'm fine without him. Dia aja gak peduli gue di sini. Bahkan jenguk pun enggak, Lis," ucap Angelica membuat Lisa merasa iba.

Sebenarnya Angelica baik, sangat baik. Hanya saja gadis itu tak bisa melakukan kebaikannya di depan orang banyak. Ia hanya bisa melakukan itu untuk Marina.

Lisa tahu, semua perempuan itu selalu memakai perasaan. Maka dari itu, mau sejahat apa pun perempuan, mereka tetap memakai perasaannya, walaupun sedikit.

"Kakak udah makan?" tanya Lisa yang melihat mangkuk di nakas sebelah brankar itu.

Angelica pun menggeleng. "Belum."

"Aku suapin, ya, Kak? Boleh, 'kan?" pinta Lisa.

Angelica tersenyum. Lalu melepas genggaman tangan mereka. Ia menatap haru Lisa yang bersedia membantunya, sampai makan saja Lisa ingin menyuapi Angelica.

"Boleh. Makasih, ya, Lis?"

"Sama-sama, Kak."

Dodi membantu Angelica untuk duduk, sedangkan Lisa mengambil bubur yang sudah disediakan di nakas itu. Sepertinya ini harusnya dimakan saat sarapan, tapi Angelica tak memakannya.

Biasanya kalau sudah siang, makanan sudah bukan bubur lagi.

"Kakak belum makan dari pagi, ya? Udah minum obat, Kak?" tanya Lisa yang begitu perhatian.

"Hehe. Iya, nih. Gue gak mood banget buat sarapan tadi," kekeh Angelica. "Oh ya, kalian udah makan siang? Kalo belum, Dodi beli makanan, gih! Jadi kita makan sama-sama."

"Kebetulan belum, Kak. Kalau begitu saya izin ke kantin rumah sakit buat beli makanan," balas Dodi.

Angelica geleng-geleng. "Ngapain pake izin segala. Kalo mau beli makan, ya, tinggal beli."

"Tau, nih. Dodi malu-maluin aja," kekeh Lisa. Dodi pun menggaruk tengkuknya yang sedikit gatal, lalu mengangguk sekali dan pergi dari sana untuk membeli makan siang keduanya.

Setelah itu, Lisa mulai menyuapi Angelica dan lama-kelamaan mereka pun jadi akrab.

***

Nah, gimana, nih? Angelica, tuh, baik sebenernya. Cuma sok jahat aja dia. Haha.

Jangan lupa vote+komen!

Semoga suka sama cerita ini.

PRIMADONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang