37. GALAU

1.2K 58 8
                                    

Sebulan kemudian, Angelica sudah tidak menggunakan kursi roda lagi. Sekarang gadis itu memilih untuk memakai tongkat, karena kakinya sudah mulai terasa untuk menapak. Ia juga sudah melakukan terapi jalan dengan rutin lagi, sampai-sampai Angelica membeli alat walker sendiri.

Angelica pun turun dibantu Meli, lalu sopirnya menyerahkan tongkat itu pada Angelica.

"Terima kasih," kata Angelica.

Kehidupannya sudah berubah 180 derajat. Angelica yang biasanya membuli, sekarang sudah menjadi Angelica yang baik hati dan biasa saja.

Sekarang, Angelica juga tidak terlalu bergantung pada siapa pun. Mau ia memiliki sahabat atau tidak, Angelica tidak peduli.

Ia pun pamit pada Meli dan Pak Maman untuk pergi ke kelas. Banyak pasang mata yang menatapnya dengan senyuman yang dibalas senyuman juga oleh Angelica.

Namun, saat di koridor, Sasya, Ochi, dan Ifah menghadangnya. Entah akan ada apa lagi yang mereka lakukan pada Angelica.

"Ngel, tunggu!" seru Sasya saat Angelica hendak meninggalkan mereka.

Angelica memutar tubuhnya dan menaikkan sebelah alisnya. Bukannya Angelica tak mau berteman lagi pada sahabatnya itu, tapi terakhir kali kejadian yang membuatnya trauma masih teringat dalam memori Angelica.

Sasya menertawakan Angelica saat tenggelam. Bagaimana kalau waktu itu Erlangga tidak menolongnya? Mungkin Angelica sudah tak ada lagi di dunia ini. Sasya juga tidak akan bertemu dengan Angelica.

"Sorry, Ca. Gue gak punya waktu lagi. Kaki gue lama kalo jalan, jadi karena bel masuk bentar lagi--"

"Ngel? Please, maafin gue," mohon Sasya dengan memotong ucapan Angelica.

Ini yang Angelica malas. Jika sedang berhadapan dengan sahabatnya, ia akan terlihat lemah. Padahal, Angelica ingin Sasya merasakan apa yang ia rasakan.

Bukan tak mau memaafkan, Angelica hanya butuh waktu untuk menghilangkan rasa trauma berdekatan dengan Sasya.

"Kasih gue waktu lagi, Ca. Permisi!" Angelica melewati Sasya, Ochi, dan Ifah untuk ke kelas. Ketiga gadis itu hanya berdiri sembari memandangi punggung yang sudah menghilang saat berbelok.

"Fah, gue mohon bantuan lo. Gue yakin, Angel pasti mau maafin lo duluan, karena cuma lo yang peduli ke dia waktu itu. Jadi, please, Fah. Please, sampein maaf gue ke dia, ya?" pinta Sasya.

"Gue juga, Fah. Kayaknya Angel benci banget sama gue gegara waktu itu ngatain dia cacat, deh," pinta Ochi yang sama dengan Sasya.

Ifah menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mengapa jadi dia yang direpotkan seperti ini? Ifah jadi bingung harus melakukan apa.

"Tapi apa gak mendingan kalian aja deh. Gue yakin Angel bakalan maafin, kok. Cuma kalian harus sabar sampe Angel terima. Gue aja biasa-biasa aja," balas Ifah.

Sasya pun berdecak, "Ya iyalah lu biasa aja, orang lu udah dimaafin duluan sama Angel. Gimana, sih!" kesal Sasya.

"Tau, nih! Gue kira makin lama otak lola lo itu memudar, eh ternyata malah makin jadi," gerutu Ochi.

"Hehe. Ya maap, kan, Angel gak bilang kalo dia maafin gue," kekeh Ifah merasa tak bersalah.

"Aduh, au ah, Fah. Sikap dia ke lo sama sikap dia ke kita, tuh, beda. Jadi, tanpa dia bilang udah maafin lo juga keliatan kalo dia gak pernah marah sama lo!" jelas Ochi. Padahal tetap saja, tidak masuk ke otak Ifah.

"Ha? Gimana maksudnya? Kok Angel gak samain sikapnya ke kita? Kenapa harus beda-beda?"

Ochi menepuk keningnya. Lalu ia pun ditarik oleh Sasya karena geram. Mau dijelaskan sampai ujung dunia pun, Ifah tidak akan paham. Namun entah bagaimana caranya gadis itu bisa cepat tanggap kalau soal pelajaran. Perlu ditanyakan sebenarnya.

***

Saat bel istirahat berbunyi, Sasya, Ochi, dan Ifah mendekati Angelica. Sasya dan Ochi mendorong-dorong Ifah supaya mau bicara dengan Angelica.

Namun yang namanya Ifah, tidak pernah peka dengan perintah ataupun obrolan orang. Jika sedang serius, maka penyakit loading lamanya suka kumat.

"Angel!" teriak Ifah saat tubuhnya terdorong dan menabrak siswi lain yang duduk di depan Angel. "Eh, sorry."

Siswi itu berdecak, lalu pergi dari kelas.

"Kenapa?" tanya Angelica yang tengah membereskan buku-bukunya.

"Eum, kantin, yuk!" ajak Ifah.

"Tumben banget. Biasanya lo ngajak Caca sama Ochi," ucap Angelica.

"Gak tau, gue aja disuruh mereka," jujur Ifah. Ochi dan Sasya pun menepuk keningnya masing-masing. Memang sulit diajak kerja sama gadis itu.

Ifah hanya memandang bingung saat Ochi dan Sasya melambai-lambai, membuat Ifah pun ikut melambai.

"Oh, disuruh mereka. Kalo gue nolak, gimana?" tanya Angelica. Seru juga mengusili Ifah yang agak geser soal beginian.

"Bentar gue tanya mereka," kata Ifah.

"Oh, oke." Angelica tersenyum. Lalu gadis itu mengambil tongkatnya dan berdiri. Ia pun melangkah menggunakan tongkat itu dan pergi dari kelas.

Sasya dan Ochi menghentak-hentakkan kakinya kesal. Wajah mereka pun memerah. Ingin menghabisi Ifah, tapi gadis itu sahabat mereka. Namun sulit sekali untuk diajak kerja sama.

"Ca, Chi, kata Angel, dia nolak ajakan gue. Itu gimana?" tanya Ifah polos.

"Astaga, Ifah! Aduh, au ah lu mah. Gedeg gue!" kesal Sasya. Lalu, Sasya dan Ochi pun pergi dari kelas dan meninggalkan Ifah yang terdiam kebingungan.

"Lah? Gue ditinggal. Emang gue salah ya?"

***

Mau baca lengkap cerita ini? Kalian bisa klik link di bio aku atau Instagram @author.ekanurfad_ yaa!!

PRIMADONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang