09. TERSULUT EMOSI

479 55 9
                                    

Angelica terus membatin. Hatinya tak tenang, padahal ia tengah menjalani ulangan harian mata pelajaran Bahasa Indonesia hari ini.

Sekarang sudah memasuki mata pelajaran terakhir. Hanya beberapa soal lagi yang belum Angelica jawab, dan menurutnya itu sangat mudah untuk dijawab. Jadi Angelica masih santai untuk melanjutkan kembali soal-soal yang belum ia selesaikan.

Ia melirik jam dinding yang ada di depan, sebentar lagi bel pulang akan berbunyi. Maka dari itu, Angelica dengan cepat menyelesaikan soal yang belum dijawabnya. Walaupun hatinya masih memikirkan soal Lisa tadi, tapi ia tetap berusaha untuk biasa saja.

Terdengar suara Sasya dari belakang yang terus memanggil nama Angelica. Sesekali Angelica menoleh, tapi tidak ia tanggapi karena Sasya meminta jawaban pada Angelica.

"Ngel! No dua apaan?" bisik Sasya. Angelica hanya mengedikkan bahunya tanda tak tahu, padahal gadis itu sudah sampai nomor terakhir.

"Ayolah, Ngel! Kasih tau gue, please!" mohon Sasya masih dengan suara yang dihaluskan.

"Gue gak tau," seru Angelica penuh emosi, membuat dirinya menjadi pusat perhatian sekelas.

"Kenapa kamu, Angelica?" tanya Bu Erin, selaku guru Bahasa Indonesia.

"Gapapa, Bu. Bu, kalau sudah selesai boleh langsung pulang gak?" tanya Angelica.

"Apa kamu sudah selesai?"

"Sudah, Bu." Bu Erin melirik jam tangannya. Tinggal sepuluh menit lagi bel pulang berbunyi.

"Ya sudah, kamu boleh pulang. Kalau ditanya, bilang saja Ibu yang suruh," kata Bu Erin. Angelica pun mengangguk dan berjalan ke depan untuk mengumpulkan lembar kertas ulangannya.

Di belakang, Sasya sudah berdecak. Kenapa Angelica harus selesai? Lalu, matanya melihat ke arah Ifah yang tengah serius mengerjakan ulangan juga.

"Fah!" panggil Sasya. Ifah menoleh sebentar, lalu menaikkan sebelah alisnya. "Nomor dua apaan?" tanya Sasya lirih.

Ifah menggeleng. Namun, setelah itu Ifah beranjak dari duduknya dan berbisik ke Angelica, "Tungguin gue, ya?" Angelica pun mengangguk.

Ifah mengumpulkan lembar jawabannya pada Bu Erin, lalu mengikuti Angelica yang beres-beres. Ia juga ingin pulang cepat.

Ifah dan Angelica memang selalu bersaing dalam peringkat kelas, tetapi Angelica-lah yang selalu menjadi juara satunya. Ifah tidak pernah iri, karena gadis itu bersyukur bisa mengenal Angelica dan ia juga sering diajarkan, alias belajar bersama. Ya, walaupun Ifah tahu minusnya akhlak Angelica. Namun aslinya gadis itu baik, kok.

"Waktu tinggal lima menit lagi. Isilah jawaban yang belum kalian isi!" perintah Bu Erin.

Angelica dan Ifah menjulurkan tangannya, lalu mencium punggung tangan guru itu dengan bergantian. Setelah itu pamit untuk pulang.

Sasya sudah mengarang bebas dengan jawabannya. Susah memang untuk menyontek dengan Ifah dan Angelica. Mau menyontek dengan Ochi, tapi sebelas dua belas dengan dia. Ya, sudah, Sasya memilih untuk mengarang bebas saja.

Setelah Angelica dan Ifah berada di ujung koridor kelas XII, Ifah pun pamit pada Angelica untuk pulang, sedangkan Angelica akan pergi ke kelas Erlangga dulu. Ya, karena gadis itu pulang dengan pacarnya.

Angelica berjalan sendirian hingga sampai di kelas Erlangga, XII IPA 1.

Setelah sampai, ia pun menunggu di depan kelas itu hingga bel berbunyi.

Saat bel pulang berbunyi, guru berpamitan dan keluar dari kelas, barulah diikuti para siswa yang ada di kelas Erlangga.

"Lho, Babe? Kok, di sini?" tanya Erlangga ketika melihat Angelica berdiri di depan kelasnya.

PRIMADONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang