Melati Datangnya Terlambat

148 10 17
                                    



Jika dipikir-pikir, ada yang aneh dengan hubungan gelapku bersama ketiga wanita itu. Seperti ada sebuah penurunan. Di mana dengan Mentik, aku bisa menikmati semua tubuhnya tanpa terkecuali. Dengan Ririn, aku hanya mampu menikmati dua bagian sensitif milik wanita dengan tangan. Dengan Caca, hanya sebuah ciuman yang aku dapat.

Bahkan setelah dengan Caca, sekitar dua tahun lamanya, tidak ada lagi wanita bersuami yang datang padaku. Mungkin kutukan ini sudah hilang. Bahkan kesendirianku ini justru mampu membuatku sadar. Aku ingin berhenti nakal soal wanita. Lagi pula, umurku sudah semakin tua. Tidak muda lagi. Aku merasa tidak pantas untuk bersenang-senang soal sex dan wanita. Aku berpikir sudah saatnya aku melepaskan cinta yang selama ini aku penjarakan. Kini giliran nafsu yang aku penjarakan.

Aku ingin memiliki pacar yang serius dan aku cintai. Tidak ingin lagi nakal dalam pacaran. Namun sebuah rencana memang tidak pernah berjalan dengan mulus. Selalu saja ada godaan yang datang. Ya, godaan itu menjelma dalam bentuk wanita bernama Melati. Seperti yang pernah aku katakan sebelumnya.

Melati terlihat lebih agresif dibandingkan Mentik, Ririn, dan Caca. Bahkan secara terang-terangan ia mengajakku untuk berhubungan sex.

“Mas Tri. Ayo temenin aku ke Kali Urang,” ajak Melati.

“Ngapain?”

“Ya, ngamar lah, Mas. Mumpung aku lagi marahan sama suamiku. Kita nginep di sana. Nanti aku kasih yang anget-anget. Pasti kamu ketagihan.”

“Maaf, aku nggak bisa, Mel.”

“Maksudnya nggak bisa?”

Sebelum aku menjawab, Melati sudah angkat bicara kembali. “Jangan bilang kamu belum pernah kenthu. Ayolah, Mas. Nanti aku yang ajarin. Kamu hanya tinggal terlentang saja, nanti aku yang bikin enak. Soal biaya, aku yang nyewa kamarnya, soal kondom, nanti aku yang beli. Kamu hanya tinggal beres saja pokoknya.”

Andai saja Melati datangnya tidak terlambat, sudah pasti aku terima ajakannya. Sebab, dari ketiga wanita bersuami itu, Melati yang paling segalanya. Melihat bentuk tubuhnya saja, siapa yang tidak ingin mencicipinya. Ditambah lagi cara berpakaian yang membuat mata lelaki sering melirik ke bagian dada.
Kulitnya pun putih. Tidak terbayang bagaimana bagian dalamnya. Pasti sungguh membuat betah mata memandang. Aku yakin bagian dadanya memiliki warna urat-urat yang terlihat dengan tipis. Dan bagian bawah yang pasti juga bersih.

Aku memang belum seratus persen bisa bersih. Setan di kepalaku masih saja bisa membujukku untuk berbuat mesum dalam pikiran. Oleh sebab itu, aku masih suka mencuri pandang dan membayangkan kemolekan tubuhnya.

“Bukan itu maksudku. Aku cuma nggak mau melakukan itu,” ucapku yang sebenarnya sangat berat. Namun bagaimana lagi, aku harus bisa tahan untuk tidak melakukan dengan Melati.

“Ya, udah. Kita nggak ngapa-ngapain di sana. Tapi tetep temenin aku nginep di sana, ya? Aku lagi males sama suamiku,” bujuknya lagi.

Dikira aku anak kecil kemarin sore. Dikira aku lelaki tidak normal yang sekamar dengan seorang wanita, apalagi seperti dirinya, lalu tidak tergoda untuk berbuat mesum. Aku tidak seperti itu. Jelas akan terjadi sesuatu jika aku sampai terima bujukan ini.

“Maaf, ya. Aku belum bisa.”

“Ah, cemen.”

Aku hanya tersenyum mendengar apa yang ia ucapkan padaku. Melati memang tidak mengetahui betapa bajingannya aku sebelum ini. Ia terlambat mengenalku.

☆☆☆

“Kamu tuh ngaceng nggak sih aku sentuh gini,” ucap Melati berbarengan dengan tangannya yang mendarat dengan cepat dan tepat di bagian milikku yang bersembunyi dalam celana. “Atau jangan-jangan ... kamu nggak mau kenthu sama aku karena kamu nggak bisa ngaceng, ya? Ah, sini aku yang mainin, pasti ngaceng.”

Gila, usahanya sungguh luar biasa dalam mempengaruhiku untuk mau melakukan itu dengannya. Sampai-sampai hampir setiap bertemu, aku selalu digodanya. Dan aku terlihat seperti lelaki cupu sekarang.

Sebenarnya tidak tahan juga digoda olehnya. Oleh sebab itu, setiap ada kesempatan, aku lebih memilih untuk menghindar darinya.

Dan usahanya untuk membujukku hanya bertahan selama empat bulan saja. Setelah itu, Melati tidak lagi menggodaku. Sikapnya normal selayaknya orang berteman saja.

Namun usut punya usut. Ini semua adalah ulah dari temanku. Melati sendiri yang bercerita padaku, bahwa dirinya diminta oleh Komar untuk menggoda aku. Katanya, Komar tidak percaya aku bisa berubah soal wanita dan sex. Makanya Komar meminta Melati untuk merayuku.

“Terus, seandainya waktu itu aku tergoda dan mau ngamar sama kamu, gimana?”

“Ya, nggak apa-apa. Sebenernya, selain aku disuruh Komar, dalam hati aku juga suka kamu. Pengen main sama kamu. Makanya aku sangat setuju saat Komar nyuruh aku untuk ngetes kamu. Sambil menyelam minum air.” Melati tersenyum. “Tapi, ya sudahlah. Ternyata kamu bener-bener mau bertobat masalah ini.”

“Ya, sebenernya aku pengen sih, tapi ....”

“Ya, udah, ayo.”

“Andai kamu datang beberapa tahun lalu.”

“Iya. Andai kita bertemu beberapa tahun lalu, pasti aku nikahnya sama kamu, bukan sama tukang tipu itu.”

“Tukang tipu, gimana?”

“Aku bukan wanita munafik, ya, yang selalu bilang harta nomer sekian, yang utama cinta. Tidak. Jadi aku mau sama dia karena aku tahu dia orang kaya. Punya rumah sendiri dan mobil. Siapa sih yang nggak mau tiap hari diapelin pake mobil? Dan setelah kami nikah hampir satu tahun, ternyata mobil dan rumah itu bukan punya dia, tapi punya adiknya yang kerja di kapal pesiar. Setelah kejadian itu, aku tidak peduli lagi dengannya. Ah ... sori, aku malah curhat.”

“Iya, nggak apa-apa. Lanjutin aja kalau mau lanjut.”

“Beneran nggak apa-apa?”

“Iya. Udah biasa dijadiin tempat curhat.”

“Pantesan.”

“Pantesan apa?”

“Nggak. Lupain.”

“Oh, iya. Aku kan bukan orang kaya.”

“Ya, setidaknya kamu nggak nipu dari awal.”

“Tapi beneran, kamu udah tobat dari gitu-gituan?”

Sepertinya Melati tidak pernah menyerah untuk bisa bermain denganku dan aku takut jika lama kelamaan pertahananku bisa ambrol. Sebab setan kerap mempengaruhiku dengan berkata, “Sudah terima saja tawaran untuk tidur dengannya. Sekali ini saja, habis itu tobat. Lihat, tubuhnya yang sempurna dan kulitnya yang putih bersih. Ayo, sebelum tobat, cicipi dulu Melati, karena kesempatan tidak datang dua kali. Belum tentu juga nanti kamu bisa menikah dengan wanita seperti dia. Ayo, selagi dia yang ajak.”

“Ya, udah. Kalau suatu saat kamu berubah pikiran, kasih tahu aku ya, aku siap melayanimu,” ucap Melati.

“Nah, kan? Terima aja sebelum dia berubah pikiran. Tobat bisa kapan-kapan.”

“Iya, Mel.”

“Iya, mau?”

“Iya, kalau aku berubah pikiran nantinya.”

“Aku tunggu.”

Dan akhirnya aku tidak pernah melakukan itu sama sekali dengan Melati. Setan di kepalaku mampu aku kalahkan dengan tekat yang kuat. Melati pun bisa menghargai tobatku. Kini aku dan Melati hanyalah teman baik sebagaimana selayaknya berteman.

Gotri dan Cerita KenakalannyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang