Menjadi Lelaki Simpanan

442 12 17
                                    

Tanpa aku sadari, hari demi hari, aku dan Mentik semakin akrab. Rasa malas itu seakan hilang. Kerap kami bertemu di tempat ini, sekerap itu pula aku mencium aroma parfum di tubuhnya dengan cara mengendusnya secara diam-diam. Sungguh aromanya membuat pikiranku menjadi sang penjelajah.

Aku sudah mulai bisa menerima jika di sini statusku hanya sebagai tempat sampah atas segala cerita hidupnya. Hingga suatu hari, Mentik mengatakan hal yang di luar dugaanku. Mentik mengucapkan sesuatu yang membuatku hanya bisa terdiam saat itu. Sesuatu yang akhirnya mengubah segalanya.

Aku benar-benar tidak menyangka. Aku pikir duduk diam mendengarkan segala keluh kesah tentang rumah tangganya hanya akan mendapat traktiran berupa makan dan minum saja, ternyata malah lebih. Dan aku sangat menyukainya.

Tepatnya di hari valentine, setelah ia merasa terpuaskan oleh kejantananku di sebuah penginapan Parangtritis, statusku pun berubah. Statusku yang tadinya hanya sebatas teman curhat, berubah menjadi lelaki simpanan.

Aku benar-benar tidak bisa melupakan hari itu. Sekarang jika aku mencium aroma parfum tersebut, ingatanku selalu tertuju pada sebuah dosa yang kubuat bersama Mentik.

Meski aku seorang bajingan, meski aku kerap memeluk, mencium atau meremas buah dada pacar-pacarku dahulu, tetapi tidak sekali pun aku pernah melakukannya dengan istri orang, apalagi sampai berhubungan badan. Baru dengan Mentik aku melakukannya.

Ini pengalamanku yang sungguh luar biasa. Meski ada sedikit rasa was-was di dalam melakukannya, tetapi aku sungguh menikmati dosa itu. Bermain di ranjang bersama istri orang dan itu rasanya sungguh menantang. Bahkan aku tidak takut untuk mengeluarkan cairan kelelakianku di dalam lubangnya setelah ia berkata. “Tenang saja, aku kan punya suami.” Ah, betapa semangatnya aku waktu itu.

“Kenapa kamu mau melakukan ini sama aku, Tik?” tanyaku saat kepalanya ia baringkan di dadaku seusai melakukan di penginapan.

“Apa kamu marah dan tersinggung jika aku berkata jujur?” Tangannya sambil mengelus-elus bagian tubuhku.

Aku tidak mengerti dengan ucapan Mentik. Apa pun alasannya, sepertinya tidak akan memuatku marah, apalagi tersinggung. Bahkan jika ia berkata bahwa aku hanyalah pelarian saja saat bosan bermain dengan suaminya, aku tidak peduli, aku tetap baik-baik saja. Dapat melakukan dengannya saja aku sudah sangat senang, jadi untuk apa aku marah, aku tidak punya hak untuk itu. Aku sangat sadar posisiku di sini sebagai apa.

“Katakan saja,” ucapku.

“Terkadang aku merasa bosan melakukan dengan suamiku. Ada sesuatu yang mendorongku untuk mencobanya dengan yang lain. Hingga akhirnya aku bertemu denganmu dan melakukannya denganmu. Tapi jangan berpikir bahwa kamu hanya aku jadikan pelampiasanku saja, bukan. Aku mau melakukan ini denganmu karena aku juga mencintaimu.”

“Kamu mencintaiku?”

“Iya. Aku tahu ini salah. Tapi bukankah cinta tak pernah melihat apa dan siapa, cinta tak pernah melihat keadaan bahwa aku sudah menikah. Cinta tetap saja tumbuh di hatiku. Aku juga tahu perbuatan ini dosa, tapi bagaimana lagi, aku begitu ingin merasakannya denganmu. Terserah kamu mau berpikiran bahwa aku perempuan seperti apa. Asal kamu tahu, aku hanya berhubungan seperti ini denganmu saja selain dengan sumiku. Aku hanya mencintaimu selain mencintai suamiku.”

Sungguh aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, aku hanya mampu menghirup dalam-dalam aroma parfumnya yang semakin kentara saat bercampur dengan keringatnya.

“Aku minta maaf, ya?”

“Maaf untuk apa?”

“Pertama, telah memberimu dosa, kedua telah menyeretmu ke dalam perasaanku, ketiga aku nggak mungkin bercerai dari suamiku demi bersamamu. Kita hanya bisa seperti ini saja. Entah sampai kapan. Yang jelas, aku masih belum siap jika harus berpisah denganmu.”

Aku kembali terdiam tanpa kata, hanya mengelus-elus kepala dan merasakan begitu lembut rambutnya. Tidak luput juga menghirup aroma parfum yang tetap awet melekat ditubuhnya dan aku merasakan damai.

“Bagaimana dengan kamu?” tanya Mentik tiba-tiba.

“Maksudnya?”

“Apa kamu mencintaiku?”

“Apalah arti mencintai jika keadaan kita seperti ini dan nggak bisa diubah lagi, seperti katamu. Jika saja keadaan kita nggak kayak ini, jelas aku akan menjawabnya dengan pasti. Aku hanya nggak ingin membuat keadaan semakin buruk dan hati kita semakin terluka dengan kenyataan ini. Maka nikmati saja keadaan kita yang seperti ini tanpa memikirkan hal yang justru membuat kita sakit.”

Kini Mentik yang diam dan perlahan mengubah posisinya menjadi tepat di atas tubuhku sepenuhnya. Wajahnya ia dekatkan ke wajahku hingga bibir kami menyatu. Ia terus melumatnya dengan lembut, tetapi masih bisa kurasakan kebuasan di dalamnya. 
Kami sama-sama mulai terangsang kembali dan melakukan foreplay cukup lama dan penuh gairah membara. Ini lebih dari permainan yang pertama. Mungkin karena obrolan tadi yang seolah-olah mampu mengubah keadaan menjadi begini.

Sepertinya Mentik sudah tidak sabar. Ia memintaku untuk menyudahi foreplay ini untuk memulai saja permainan ini. Aku yang sudah on pun menuruti permintaannya. Kami bermain cukup lama dengan posisi yang berubah-ubah, hingga napas kami sama-sama terdengar menderu.

Saat seperti ini, Mentik sungguh cantik. Wajahnya yang imut, bibirnya yang terkadang meringis sambil terpejam, ah, sungguh aku suka. Sambil melakukan kewajibanku sebagai yang di atas, mataku tidak henti-hentinya memandang wajah Mentik. Wajah itu, semangatku kini.

“Jangan melihatku seperti itu,” ucapnya ketika sadar aku memandangnya begitu lain. Ia pun menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan aku hanya tersenyum melihat tingkahnya.

☆☆☆

“Kau sungguh hebat. Aku puas,” ucapnya lirih di dekat telingaku.

Kalimat sederhana yang mampu membuatku menjadi makin perkasa rasanya. Kalimat sederhana yang selalu diharapkan oleh para lelaki keluar dari mulut seorang wanita.

Itu juga yang membuat Mentik merasa ketagihan bermain ranjang denganku. Setiap ada waktu yang tepat, ia selalu mengajakku. “Mas, ayo main lagi kayak kemarin.” Ah, kalimat itu yang selalu aku tunggu dari Mentik.

Jika hubungan ini tidak tercium oleh suaminya, mungkin saja hubungan ini masih berjalan, bukan hanya setahun lamanya. Dan pasti masih bisa menerima tawaran dari seseorang yang berteriak dari depan sebuah rumah, “Mas, mampir sini. Masih ada kamar kosong.”

Semua itu hanya tinggal kenangan. Selepas dengan Mentik, sampai saat ini aku tidak lagi bertemu dengannya. Mendengar kabar pun tidak. Entah ke mana perginya. Mungkin saja pindah ke luar kota atau pindah ke ...

Aku hanya berharap Mentik baik-baik saja di mana pun ia berada.

Namun ada keanehan yang kurasakan selepas dengan Mentik. Aku merasa seperti dikutuk. Aku tidak lagi bisa pacaran dengan wanita single, melainkan wanita-wanita bersuami yang silih berganti datang padaku, lalu menjalin sebuah hubungan terlarang. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi.

Oh, Mentik, apa yang telah kamu perbuat padaku?

Gotri dan Cerita KenakalannyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang