CHAPTER 24 - HARI BAIK

3.1K 304 29
                                    

Aku menunggu Mew cukup lama, ia sepertinya memang punya keperluan dengan brand ini. Apa dia di angkat jadi brand ambassador ya?

Kalau dilihat, ya cocok juga sih mukanya.

TING!!!
"Mobil merah buat gue ya!"

Krist seperti merampok dengan sopan, seperti bertanya tapi menggunakan tanda seru. Jadi bingung jawabnya. Itukan mobil Mew, bukan punyaku.

"Kenapa kamu gelisah?" Suara lembut itu mengagetkanku.

"Engga" jawabku sangat panik, bahkan handphone ku sampai terjatuh.

Tangan Mew membukakan pintu mobil dan menuntunku untuk masuk kedalam. Di susul olehnya.

"Baru aja ngobrolin tentang masalah ini, eh kamu udah mulai nutupin sesuatu lagi" ucap Mew, sambil menjalankan mobil yang entah akan pergi kemana.

Jujur aku gelisah, gak enak juga. Baru aja ngobrolin masalah keluarga, eh masalahnya bener bener di depan mata. Mana minta mobil lagi,  kan jadi malu.

"Hmmm... Aku harus banget ya cerita?" Tanyaku sok bodoh.

Mew hanya menatapku "menurutmu gimana sayang?"

"Mobil merah mau di pakai sama Krist" ucapku dengan satu tarikan nafas.

"Yasudah pakai aja,  kenapa harus gelisah" ucapnya enteng.

Kok Mew santai banget ya? Apa dia gak ngerti maksudku? "Maksudku, mobil merah yang kamu kasih,  diminta hak miliknya sama Krist" ulangku

"Ya kasih aja" Aku memandangnya dengan tatapan tak percaya, kok bisa mobil dengan harga selangit di lepas begitu aja. Apa orang kaya memang seperti ini sifatnya.

"Kenapa? Kok ngeliatinnya gitu" Mew sudah beralih menatapku. Aku melihat sekitar, ternyata kami sudah berada di depan restoran pizza yang amat ramai, terletak di pinggir jalan. "Kamu gamau ya, kalau hadiah pertama dari aku di kasih ke Krist?" alis sebelah kanannya sengaja ia gerakkan.

"Gak, bukan gitu. Tapi....."

"Yaudah nanti biar Krist aku beliin mobil yang serupa" timpalnya, memotong omonganku. Kenapa dia jadi ke ge-er an gini ya.

"Aku kasih mobil itu ke Krist, kamu gausah beli mobil lagi" ucapku final.

Dia mengamatiku, lalu tersenyum sangat manis "Gulf, kita lagi liburan bersama. Gak usah mikirin mereka lagi. Masalah mobil itu gampang, aku bisa suruh supir untuk jemput kamu setiap kamu butuh. Jadi kasih apa aja yang mereka mau". Tanganya mengusap lenganku dengan lembut.

"Paling gak sampai kita menikah" lanjutnya dengan suara lirih. Aku masih bisa mendengar, tapi memilih diam. Entahlah apa yang akan di rencanakan Mew kedepannya.

Kami berdua turun dari mobil, lalu duduk di bagian luar toko ini. Dengan satu loyang pizza yang kami pesan. Kami membicarakan banyak hal, Mew membuatku semakin nyaman dengannya.

*****

Setelah itu Mew membawaku ke sebuah galeri seni ternama di Milan. Dia mungkin tahu betapa aku mencintai seni. Aku sangat senang, hingga aku melupakan beberapa masalah. Ketika aku menghentikan langkah di luar gedung, aku tidak bisa menjelaskan seberapa besar kebahagiaan yang aku rasakan saat ini.

"Apa bagusnya tempat ini?" Mew terkekeh datang ke arahku, melingkarkan tangannya di pinggangku, dan bergerak ke dalam.

"Kamu tidak tahu Mew, betapa aku suka melukis! Dan ini adalah surga bagiku!" Aku memberitahunya dengan gembira, membuatnya tertawa.

Saat kami pindah ke dalam, aku melihat sekeliling pada lukisan yang menghiasi dinding. Semuanya adalah mahakarya, menunjukkan kerja keras para seniman yang membuatnya.

"Jadi kamu bisa melukis? Lukisan seperti ini" kata Mew berhenti di depan masterpiece lainnya.

"Gak, mana mungkin, aku cuma bisa melukis. Ketika aku masih kecil, aku biasa menghabiskan sebagian besar hari-hari ku untuk melukis di atas kanvas" kataku dengan penuh semangat.

"Kalau kamu sangat menyukainya, mengapa kamu tidak memilihnya sebagai karier?" Dia mempertanyakan hal itu saat melihat karya seni lainya

"Ayah tidak pernah menyukainya" desahku. Mew berbalik menghadap ku, ada sedikit kemarahan di matanya.

"Dan ibumu tidak berusaha untukmu?" Dia bertanya.

Aku hanya diam, pikiranku kembali melayang ke masa lalu. Bukannya ibu tidak berusaha untukku, hanya saja aku yang lebih memilih diam.

Mew pasti merasakan kegelisahanku, saat dia mendekatiku dan melingkarkan lengannya di bahuku, lalu membalikkan tubuhku untuk melihat lukisan lain.

"Oke, jadi sekarang kamu akan menjelaskan kepadaku tentang lukisan-lukisan ini. Aku tidak tahu apa artinya ini. Aku pikir itu hanya untuk hiasan di rumah, tetapi karena kamu tahu banyak tentang seni, bantu aku memperluas pengetahuanku. " ucapnya dengan ekspresi seperti anak kecil, raut wajah seorang anak ketika ingin tahu tentang hal-hal di sekitarnya.

Aku tersenyum lebar pada usahanya untuk membuatku merasa lebih baik, dan menjelaskan kepadanya. Dia mulai menunjukkan lukisan atau patung secara acak, bertanya kepadaku tentang apa artinya dan aku akan menjelaskannya kepadanya.

Aku telah melihat semua isi galeri ini di surat kabar, majalah, dan Internet, tetapi melihat semuanya secara langsung adalah mimpi yang menjadi kenyataan bagi seorang pengagum seni sepertiku.

Kami menghabiskan sebagian besar hari di sana, setelah itu Mew membawaku untuk menunjukkan tempat-tempat terkenal lain di Milan.

Sekarang gilirannya untuk memberitahuku tentang sejarah dan hal-hal yang berkaitan dengan monumen dan bangunan bersejarah di Milan. Cara dia menjelaskan terlihat sangat paham tentang ceritanya, aku ragu sekarang apakah dia berbohong ketika dia mengatakan dia tidak tahu tentang seni, karena sejarah merupakan bagian dari seni.

Akhirnya, setelah mengunjungi beberapa tempat, kami kembali ke hotel, dimana makan malam kami sudah disiapkan dan diatur di kamar kami.

Satu hari bersama Mew di Milan, jelas merupakan salah satu dari 'beberapa hari terbaik' dalam hidupku.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rich Man - MewGulfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang