"Saya gak mau bayar kalau barang saya belum selesai diservis!" dan telepon langsung dimatikan sepihak. Perempuan yang duduk di depan meja kerjanya itu hanya menghela nafas lelah. Ini sudah ke tiga kalinya ia mendapat komplain dari konsumen karena barang mereka belum juga selesai di servis, tapi mereka harus segera melunasi angsuran dari barang tersebut."Mika, aku pulang dulu ya," kata teman satu ruangannya. Ia reflek melihat jam tangan bewarna hitam dipergelangan tangannya. Ternyata sudah waktunya pulang kerja. Hari ini memang diperbolehkan untuk pulang lebih awal.
"iya mbak Asih. Hati-hati di jalan ya mbak," ucap Mika sambil melambaikan tangannya. Perempuan yang bernama Asih menganguk pelan dan menghilang di balik pintu ruangan kerja.
Lagi-lagi ia menghela nafas lelah. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruang kerjanya. Semua pegawai sudah pulang ke rumah mereka masing-masing, hanya meninggalkan Mika sendirian di ruangan itu. Ia juga seharusnya bersiap untuk puang kerja. Hanya saja, keheningan di ruang kerjanya menahan Mika untuk beranjak.
Cahaya matahari sore terlihat cantik dari jendela disebelah kanan Mika. Cahaya matahari jam 4 sore, langit cerah tanpa awan, bayangan dari beberapa pot besar di dekat jendela kantor, suara lirih dari jam dinding kantor dan suara mendengung pelan dari pc kantornya. Keheningan ini entah kenapa membuat Mika merasa nyaman dan tenang.
Mika menyalakan hp miliknya ingin memutar playlist di apikasi pemutar lagu yang sudah ter-install di hpnya. Ia men-scroll mencari lagu yang cocok dengan suasana tenang seperti saat ini. Tetapi, kemudian ia mengurungkan niatnya. Mika letakkan lagi gawai itu di atas meja kerja. Ia pikir, menikmat sore apa adanya seperti ini lebih menenangkan.
Jarang sekali Mika bisa menikmati cantiknya cahaya matahari sore seperti hari ini. Kalau dipikir lagi, ini pertama kali setelah sekian lama ia bisa pulang lebih awal. Biasanya ia dan rekan-rekan sekantor Mika pulang paling awal pukul 6 sore. Hari ini atasan mereka, pak Fikri sedang mengambi cuti karena 2 hari lagi beliau akan melangsungkan pernikahan. Jadi seluruh pegawai diperbolehkan pulang lebih awal.
Mika menyandarkan punggungnya, menyamankan diri dan menikmati momen yang jarang ia rasakan ini. Biasanya, Mika hanya langsung pulang, pergi meninggalkan kantor karena ia terlalu lelah dengan pekerjaan hari itu. Apalagi jarang-jarang Mika bisa pulang lebih awal seperti hari ini. Lagian mau ngapain lagi kalau langsung pulang. mau kencan pun gak punya pacar, pikir Mika
Mika memejamkan mata sejenak. Pikiraannya jauh melayang. Merekaulang hal-hal yang sudah ia lalui atau membayangkan hal-hal yang ia ingin lakukan. Berbagai pertanyaan muncul dikepala Mika. Tetapi yang paling mengganggu adalah apakah ia harus bertahan dipekerjaan ini atau resign dan mencari pekerjaan yang sesuai dengan expertise-nya.
Mika merasa dilema. Disatu sisi Mika nyaman dengan pekerjaannya yang sekarang. Apalagi gaji yang ia terima terbilang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup Mika dan keluarga. Tetapi disisi lain, ia ingin bekerja sesuai dengan jurusan yang ia pilih waktu kuliah. Mika ingin menjadi terapis untuk anak berkebutuhan khusus. Hanya saja untuk fresh graduate seperi Mika pasti sulit mendapatkan pekerjaan. Belum lagi Mika tidak punya koneksi.
Mika mengguman pelan, "koneksi itu penting kalau cari kerja, apa lagi buat yang baru wisuda"
Jika Mika memutuskan untuk keluar dari pekerjaan yang sekarang, belum tentu Mika bisa langsung mendapatkan pekerjaan baru. Kondisinya saat ini sudah bisa dibilang stabil. Resign berarti, Mika harus mengatur ulang kondisi keuangan. Pemasukannya akan mengalami ketidakstabilan dan Mika tidak suka dikondisi yang seperti itu. Ia pernah merasakannya momen seperti itu setelah masa kuliahnya selesai.
"tapi aku capek kerja disini, tiap hari diomeli konsumen terus, belum lagi diomelin sama pak bos. Haaaah!"
Tiba-tiba Mika menyetujui pemikirannya kalau setiap orang akan selalu merasa lelah dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Lelah itu suatu ketidaknyamanan. Sedangkan manusia selalu ingin merasa nyaman dan aman dalam menjalani hidup. Hanya saja perasaan nyaman itu tidak mungkin bisa langsung didapatkan dengan mudah. Beberapa orang harus bekerja sangat keras untuk mendapatkan itu. Tetapi namanya manusia, meski sudah mendapatkan kecukupan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya agar merasa nyaman dan aman, mereka akan selalu merasa kekurangan. Seperti itulah yang Mika rasakan saat ini.
"emang, aku ini kurang bersyukur" guman Mika pelan.
"apa aku nikah aja ya? tapi aku kan lagi single. Apa aku setuju aja ya sama rencana bapak soal perjodohan itu. Ahh sayang banget aku ngelewatin pejodohan yang kemarin. Kata bapak sih calon yang kemarin udah mau nikah. ahh sial.." Mika menendang meja kerjanya kesal.
Mika masih berdialog pelan, "tapi kalau aku nikah, apa iya kehidupanku bakalan stabil. Nikah kata mbak Asih gak gampang. Mbak Asih yang pacaran sama suaminya 6 tahun aja pas nikah masih ada cekcok. Apalagi nanti kalau aku beneran ikut perjodohannya bapak?"
Semakin Mika pikirkan, semakin kesal dirinya. Sejujurnya Mika sendiri tidak tahu apa yang yang ia ingin kan untuk kehidupannya mendatang. Ia sudah 26 tahun, tetapi masih terombang-ambing dengan ketidakpastian hidup. Orang tua Mika ingin agar Mika segera menikah, tetapi ia sendiri masih ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
"aku harus nikah apa nyari pekerjaan yang lain nih?! Duh?!"
Mika menarik nafas panjang dan menghembuskan dengan keras. Ia melirik jam dinding kantornya, sekarang sudah pukul 17.15. Ia harus segera pulang sebelum hari semakin gelap. Tiba-tiba ia ingin berkeliling kota dengan motor kesayangannya sambil menikmati suasana sore kota tempat tinggal Mika saat ini, "sekalian dinginin kepala."
Mika membereskan meja kerjanya, ia mulai dengan mematikan komputer, memasukkan barang-barang miliknya kedalam tas. Sambil menunggu layar koputernya mati, ia memakai jaket biru dan mengeluarkan kunci motor yang selalu Mika bawa kerja. Setelah memastikan semua beres, Mika berjalan keluar ruang kerjanya.
"Astaga.." Mika tekejut dengan sosok pria yang duduk di samping pintu keluar ruang kerja.
Mika mengerutkan alis. kenapa pak Fikri di sini?, batinnya heran.
"pak saya pulang dulu ya? selamat sore pak," pamit Mika. Ia ingin segera pergi dari situ karena entah kenapa ia punya firasat buruk jika terlalu lama bersama pak Fikri.
Tiba-tiba atasan Mika mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkan untuk Mika. Perkataan pak Fikri seperti bom atom yang langsung menggetarkan seluruh tubuhnya. Ia terlalu syok mendengarkan kata-kata dari atasannya, sampai ia tidak sadar kalau pak Fikri sudah berdiri tepat dihadapannya. Begitu dekat hingga Mika bisa mendengar deru nafas pak Fikri yang berat.
"Mika, kamu mau gak nikah sama saya?" ucap pak Fikri sekali lagi.
Fin.
Ending nya sesuai imajinasi masing2 yaa. Mau Mika terima atau enggak lamaran mendadak dari pak Bos nya. Atau gimana bisa pak Fikri mau nikah malah ngelamar Mika. Atau siapa yang mau dijodohin sama Mika. Silahkan berimajinasi yaa. Bye
KAMU SEDANG MEMBACA
My Strawberry My Moment - Short Story
KurzgeschichtenKumpulan cerita pendek Kumpulan cerita soal momen-momen tertentu. Sebenarnya aku ini suka banget menghayal suatu kejadian. Selama ini gak pernah kepikiran buat dijadikan cerita one shot story. Aku selalu berusaha buat jadiin imajinasiku jadi cerita...