The Truth (1)

297 1 0
                                    


"masih jadi kasir di tempat Koko?"

"iya mas"

"betah disana?"

"iya, betah kok. Pak bos baik, terus nyenengin juga. Jadi yaa ---"

"aku kangen kamu panggil aku pak bos Cha"

Mendengar pernyataan jujur mantan bosnya, Ocha terdiam. Ia kemudian tersenyum dan dengan tenang berkata, "Mas Malik bisa aja"

Ocha terdiam cukup lama. Bingung ingin mengatakan apa lagi. Kehadiranya di kedai Malik sungguh tidak terencana. Ia tadi merasa suntuk di rumah, beranggapan mungkin keliling kota dengan motor kesayangannya bisa mengurangi rasa suntuk yang ia alami. Tapi ketika mendekati kedai tempat Ocha kerja dulu, ia meraskan rindu. Tanpa sadar, ia sudah memarkirkan motornya dan masuk ke dalam kedai.

Disana disudut bar, mantan bosnya sedang mengobrol dengan salah satu pekerjanya, mas Agung.

"ternyata mas Agung masih kerja disini," gumannya pelan.

Ocha langsung melangkah menuju kasir untuk memesan. Ia merasa tidak perlu menghampiri mereka. biarkan saja mereka yang menyadari sendiri kehadirannya.

"atas nama siapa kak?"

"Ocha, saya duduk disana ya mbak" Ocha menunjuk meja yang selalu menjadi tempat favoritnya.

Hingga kopi pesanannya tinggal setengah, tidak ada satupun dari Malik atau pegawai lainnya yang mengenal Ocha menyadari kehadirannya.

Malik baru menyadari kehadiran Ocha ketika ia mengantarkan kopi pesanan pelangan yang duduk di seberang Ocha.

"Ocha?" panggilan Malik mengagetkan Ocha yang sedang fokus membaca komik di hpnya.

"ohh hai mas Malik" sapaan Ocha membuat Malik mengerutkan dahinya. Terakhir kali dia bertemu Ocha, gadis itu masih memanggilnya dengan sebutan pak bos. Yang berarti itu 6 bulan yang lalu ketika Ocha bekerja untuk terakhir kalinya di kedai ini.

"kenapa gak bilang kalau kamu kesini? Aku sama Agung di depan kok gak lihat kamu masuk ya?" tanya Malik sambil menarik kursi yang berada di samping Ocha.

Ocha merasa sedikit tidak nyaman menyadari bahwa mantan bos nya ingin duduk bersebalahan dengan dirinya.

Kenapa gak duduk di depanku aja sih? Ini terlalu dekat. Ocha sedikit menggeser kursinya menjauh.

"apa kabar Cha? Lama kita gak ketemu yaa, padahal masih satu kota," tanya Malik antusias tidak lupa dengan senyumannya yang lebar

"baik kok mas"

Setelah basa-basi, terjadi keheningan yang cukup lama antara Ocha dan Malik. Mereka biangung ingin berbicara soal apalagi. Kecanggungan ini terasa aneh untuk mereka berdua. Pasalnya hubungan Ocha dan Malik dulu terbilang baik. Malah Malik sering bilang ke semua teman atau kenalannya kalau Ocha adalah adiknya, bukan hanya pegawai di kedainya.

"kamu masih marah soal yang dulu itu cha?" tanya Malik. Ia penasaran apakah datangnya Ocha ke kedainya berarti Ocha sudah memaafkan kesalahannya dulu.

Ocha hanya diam. Ditanya sefrontal itu membuat Ocha kebingungan. Ia tidak menyangka kalau Malik akan membuka luka lama mereka. Apakah ia sudah memaafkan Malik? Ocha sendiri tidak tahu.

Ocha menarik nafas panjang lalu mengelengkan kepala dan tersenyum, "udah gak marah kok mas."

Ocha memutuskan menjawab seperti itu karena tidak ingin membuka lembaran masa lalu. Terlalu menyakitkan.

"aku minta maaf Cha. Harusnya dulu aku percaya sama kamu." mendengar kalimat yang di ucapkan Malik membuat Ocha menutup mata. Ia tidak mau membahas apa yang sudah berlalu.

"gak usah dibahas mas. Bikin badmood. Mas gak sibuk?" Ocha berusaha mengalihkan pembicaraan.

Tetapi sepertinya Malik lebih berminat untuk membahas apa yang menjadi pertanyaannya selama ini, "harus dibahas Cha. Aku gak tau apa yang kamu pikirkan dulu. Waktu aku nuduh kamu, kamu cuman diem. Sama sekali gak membela diri. Aku sampai sekarang penasaran kenapa kamu kayak gitu"

"please, gak usah di bahas mas. Lagian mas udah tahu kebenarannya kan? Kayaknya mas Malik sibuk. Aku pulang dulu kalau gitu" Ocha menyeruput minumanya untuk terakhir kalinya. Kemudian memasukan hp ke dalam sling bag yang ia bawa dan berdiri.

Setelah itu Ocha berdiri kebingungan. Di samping kanan tempat duduknya ada jendela sedangkan di samping kirinya ada Malik yang sedang duduk meperhatikan tingkah kebingungan Ocha.

"emm, mas Malik bisa berdiri dulu? aku mau lewat mas"

Bukan malah memberi jalan untuk Ocha, Malik malah menumpukan sikunya ke meja, memblokade jalan agar Ocha tidak bisa lewat.

"Mas Malik!"

Ocha kesal dengan sikap Malik. Mantan bosnya ini masih sama seperti dulu. Masih seenaknya sendiri.

Dengan sabar, Malik menarik lengan Ocha agar kembali duduk. "Cha, aku beneran pingin banget tau apa yang kamu pikirkan soal masalah kita dulu. Waktu itu kamu diem aja. Aku tau kebenarannya dari Agung sama Satria, bukan dari kamu. Aku, waktu itu..."

"mas Malik waktu itu kesetanan. Makanya gak mau dengerin penjelasanku. Mas! Aku ber ulang kali bilang kalau aku gak salah! Tapi mas gak mau dengerin aku sama sekali. Mas cuma dengerin penjelasanya Anita doang!" Ocha habis kesabaran. Kalau Malik ingin mendengarkan apa yang ia pikirkan, oke, Ocha akan mengutarkannya sekarang juga.

"aku tau Anita itu pacar kesayanganya mas Malik. Tapi aku kenal mas Malik lebih dulu dari pada bajingan itu! Kamu bilang kalau aku diem aja waktu itu? Aku gak diem aja mas. Aku teriak-teriak sampai pita suaraku sakit. Aku gak salah! Dengerin penjelasanku dulu! Aku gak salah dan brengsek! Kamu malah bentak aku. Kamu suruh aku diem karena penjelasan Anita lebih kamu ingin dengar daripada penjelasanku!" Ocha menahan suaranya agar tidak berteriak. Dia tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri.

Malik yang mendengarkan semua kalimat Ocha tertegun kaget. Apakah aku sekeras kepala itu sampai gak mau mendengarkan penjelasan Ocha?


My Strawberry My Moment - Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang