Gimme a Break - 12

1.6K 239 28
                                    

Suara-suara perlahan menghilang tatkala pikiran hanya terfokus pada satu objek. Seolah suara lainnya tidaklah penting, maka otak menghentikan kinerja fungsi pendengaran dengan bertahap hingga suara-suara di sekitarnya benar-benar seperti tertahan di luar indra pendengaran. Ketika pikiran begitu penuh akan satu hal, maka hal lainnya tak mampu menerima hal lainnya.

Hal itulah yang dirasakan oleh Sasuke. Pikirannya hanya tertuju pada satu objek hingga membuatnya tak mendengarkan wali kelasnya yang berbicara dengan menggebu-gebu menjelaskan ketidakhadirannya yang kian bertambah saja.

Sasuke berdiri terdiam di depan wali kelasnya yang duduk di kursi kerjanya dengan pandangan lurus. Pikirannya melalang buana memikirkan bahwasannya saat ia ingin mengatakan bahwa ia mencintai Naruto saat membantu meredakan heat pemuda itu, ia malah melupakannya. Alhasil sampai saat ini ia belum juga memberi tahu bahwa dirinya mencintai Naruto. Namun, bukankah normalnya seharusnya Naruto menyadarinya hanya dari situasi yang terjadi pada mereka?

"Haaah." Sasuke menghela napas mengingat ia merasa masih syok dengan kenyataan bahwa Naruto menganggapnya tak lebih dari sekedar sugar daddy dan sex friend saja. Bisa ia simpulkan jika Naruto tidak membenci melakukan hal itu dengannya, bukan berarti Naruto juga jatuh cinta padanya. Bahkan ia selalu menekankan Naruto untuk menggunakan tes kehamilan setelah melakukannya. Itupun ia harus mengiming-imingi Naruto dengan membelikannya makanan, barulah Naruto mau menggunakan alat itu.

Mungkinkah Naruto berpikir jika melakukan hubungan seperti itu hanya untuk meredakan heat-nya saja? 

Haruskan ia menjelaskannya lagi dari awal?

"Hei, Sasuke-kun … apakah kau mendengarkanku!?" Habis sudah kesabaran sang wali kelas berjenis kelamin perempuan dengan rambut pirang panjangnya. Sedari tadi Sasuke terdiam, tapi tidak fokus padanya.

"Ah, ya. Aku mendengarkan."

"Kau selalu membolos lebih dari biasanya, bukan?"

Sasuke menggaruk bagian belakang kepalanya. "Aku rasa seperti itu, tapi angka kehadiranku masih cukup baik."

"Itu bukanlah permasalahan yang sebenarnya. Nilaimu semakin bertambah buruk."

"Aku mendapatkan nilai di atas rata-rata selama ujian tengah semester."

"Kau bahkan melewatkan les tambahan."

"Kenapa juga aku harus memberi laporan hal itu padamu?"

Wanita di depan Sasuke memejamkan mata, menahan kesal. Seharusnya Sasuke menjaga nama baik ayahnya. "Ayahmu seorang Direktur sekaligus Kepala Sekolah SMA Konoha dan dia mempercayakan dirimu padaku. Meski sekolah ini serba memperbolehkan, tapi tidak dengan merokok. Aku tau kau merokok dan memiliki tato di tubuhmu. Kau masih SMA, Sasuke."

Sasuke kembali menghela napas. Ayolah, di saat seperti ini ada hal yang lebih penting yang lebih ia khawatirkan daripada sekedar mendengar ocehan tidak jelas sang wali kelas.

***

Sasuke berjalan menghampiri teman-temannya yang sudah menunggunya di taman sekolah. Merogoh kantong celana, Sasuke mengeluarkan sebungkus rokok dan sebuah pemantik api. 

Sasuke duduk di samping Deidara di atas sebuah pot tanaman terbuat dari semen. 

"Oi, Sasuke. Apa kau dimarahi lagi oleh Tsunade?" Yahiko bertanya dengan intonasi mengejek.

"Seharusnya anak SMA tidak merokok."

"Yang merokok hanya dirimu dan Deidara. Sebagai anak dari Kepala Sekolah, kau selalu diceramahi untuk setiap hal kecil, itu sangat menjengkelkan."

いい加減にしろ ( Ii Kagen ni Shiro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang