Gimme a Break - 13

1.4K 238 17
                                    


Sekuat apa pun dirimu, selama kau seorang omega maka ada sesuatu hal yang membuatmu merasa lemah ketika menginginkan seorang alpha. Berulang kali meyakinkan pun rasanya percuma, jika sebuah insting mulai menguasai dirimu. Apalagi jika sudah merasakan bagaimana rasanya disentuh seorang alpha, maka di saat heat dirimu tidak akan mampu menolak kehadirannya. 

Meski sudah berulang kali mengenyahkan pikiran akan tidak lagi tergantung pada alpha, nyatanya bayangan wajah sang alpha selalu menggodanya untuk tetap tergantung pada manusia bergelar alpha tersebut.

Rasa panas tubuh, kian menyiksa hingga melemaskan persendian. Berbagai posisi tidur sudah dilakukan untuk mencari posisi nyaman, namun apa daya, semakin berusaha maka semakin kuat godaannya. 

"Apa kau baik-baik saja, Naruto? Aku berangkat bekerja." Kushina bertanya dengan nada khawatirnya. Berpesan pada Naruto agar mengonsumsi obat penangkal heat yang ia letakkan di laci meja telepon rumah. Meski Naruto tidak menuruti perkataannya, tapi sebagai seorang ibu, ia tetap wajib mengingatkan.

"Sasuke-kun di sekolah, bukan? Haruskah aku menghubunginya dan memintanya untuk datang kemari setelah pulang sekolah?"

"Jangan mengganggunya!" 

"Usahakan jangan berlebihan. Jangan melakukan hal yang tidak masuk akal." Sebenarnya Kushina tidak ingin terlalu merepotkan Sasuke, tapi ia mengerti bagaimana rasanya menghadapi masalah seperti ini. Mau bagaimana lagi, hanya Sasuke yang mampu membuat Naruto sedikit lebih lunak.

Kushina berbalik, berlalu dari depan kamar Naruto untuk bekerja.

Sedangkan Naruto mulai merasa tidak tahan dengan keadaannya dan mencoba untuk menyentuh dirinya sendiri. Bayangan Sasuke yang menyatakan perasaan terus menghantui pikirannya hingga membuat keadaannya kian mengenaskan. "Aku bisa gila!" Naruto menarik tangannya dari dalam celana pendeknya. Saat pandangannya jatuh pada ponsel di samping tubuhnya, Naruto segera meraihnya. 

Jika Naruto sedang dalam keadaan mengenaskan, maka Sasuke harus menghadapi dilema di hatinya. Apakah ia sudah menyatakan dengan benar isi hatinya pada Naruto kali ini? 

Entahlah. Ia belum pernah menyatakan perasaan pada orang lain sebelumnya.

Sasuke meletakkan kedua lengan bawahnya di atas besi pembatas yang membatasi jalan depan ruang kelasnya dan ruang kosong di mana tangga menuju lantai satu berada. Pandangannya meneliti beberapa teman-teman sekolahnya yang hilir mudik, naik turun tangga. 

Sasuke merogoh kantong celananya saat getaran dari ponselnya dirasakan olehnya. 

Hampir saja ponselnya terlepas dari tangannya saat merasa terkejut dengan nama kontak sang penelpon. Ini kali pertama Naruto menelponnya, hingga tanpa sadar ia memanggil nama Naruto dengan suara keras. 

Menelan ludah, Sasuke menerima panggilan tersebut. "Hai, Naruto?"

"Sa … Sasuke."

"Ada apa?"

"Heat-ku … sejak pagi ini …."

"Eh!?" Sedikit membungkuk, Sasuke kembali meletakkan satu lengan bawahnya ke atas pembatas besi, satu lainnya mengarahkan ponsel ke depan telinganya. "Aku mengerti. Aku akan datang segera. Tunggu seben …." Sasuke memejamkan mata sejenak, kemudian membuang napas perlahan. 

"Sasuke?"

Sasuke membuka mata perlahan. "Maaf, aku tidak bisa datang."

"Apa!?"

"Aku belum mendengar jawaban jawabanmu tentang pernyataanku kemarin. Jika kau tidak merasakan hal yang sama denganku, aku tidak bisa terus melakukan hal itu denganmu."

いい加減にしろ ( Ii Kagen ni Shiro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang