14

8 0 0
                                    

Apa yang kamu lakukan, Eugenia ?!" Kening bu Michelia berkerut. Bu Michelia datang tiba-tiba mengejutkan Eugenia. Eugenia tidak bisa menjawab. Bu Michelia dengan sigap meraih tangan kanan Michelia dan mencengkeram lengannya dengan kuat.  Eugenia mencoba melepas tangannya dari cengkeraman tangan bu Michelia. Namun bu Michelia tidak mau melepaskan. Eugenia setengah panik meronta berusaha bisa lepas. Dan akhirnya berhasil dan segera lari keluar dari ruang toilet. Sampai diluar Eugenia terus berlari mencari jalan yang aman ke gerbang sekolah. Karena jalan menuju pintu keluar gedung melewati ruang guru dan Kepala Sekolah, Eugenia segera merubah arah menuju kantin. Untung masih jam pelajaran sehingga kantin sepi. Eugenia cepat mencari warung bu Titin, langganan tempat makan Eugenia kalau lagi lapar. Begitu sampai, Eugenia langsung memilih duduk dipojok didalam warung.

"Ada apa, kayak ketakutan ?" tanya bu Titin heran. Nafas Eugenia masih tersengal-sengal. Eugenia belum bisa menjawab pertanyaan bu Titin.

"Dikejar siapa ?" tanya bu Titin lagi. Eugenia menggelengkan kepala. Kemudian menundukkan kepala sambil sesekali membetulkan rok.

"Sudah, mau minum apa, biar ibu buatkan, yang penting kamu aman disini." Untuk beberapa menit kemudian Eugenia mulai merasa tenang. Bisa bernafas lega.

"Oh iya, waktu itu pada heboh, katanya ada tulisan di ruang toilet menjelek-jelekkan bu Michelia," bu Titin menghela nafas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tanda prihatin. 

"Kamu tau apa tulisannya ?" tanya bu Titin penasaran. "Tidak tahu," Eugenia menjawab sekenanya.

Kemudian Eugenia menoleh ke arah tembok belakang kantin, ada ruang sedikit buat manjat. Lalu tanpa ragu sedikitpun, Eugenia bergegas ke tembok itu, "Terima kasih ya bu Titin" dan tanpa menunggu jawaban bu Titin,  Eugenia sudah loncat ke arah luar tepat saat bu Michelia mencari-cari Eugenia ke kantin.

Eugenia tidak mau tahu lagi apa yang diomongkan bu Titin ke bu Michelia, yang jelas bu Titin baik hati, dia pasti tidak akan cerita macam-macam tentang rahasia Eugenia selama ini. Namun bu Michelia juga terkenal baik dengan para orang kantin. Ya udah tidak masalah, yang penting sekarang Eugenia sudah di luar sekolah, sudah bebas. Meski Eugenia harus menahan bau karena jatuh ke bak sampah milik sekolah. Apalagi masih banyak sampah yang belum diambil petugas dinas kebersihan. Makanya Eugenia mencoba cepat pulang, meski harus naik ojek pangkalan. Terpaksa deh dia juga harus menahan bau dari baju Eugenia.

"Mau kemana, neng ?"

"Pulang ke rumah, ayo bang cepetan, jangan lewat jalan depan sekolah ya,"

"Lha emang kenapa ?"

"Nanti aja ceritanya,"

"Neng bukannya lagi sekolah ?"

"Iya, kenapa ?"

"Kok.......,"

"Bau ya ?" Eugenia lalu tertawa geli. Abang ojek jadi ikut tertawa. "Maaf ya bang, tadi lagi ada masalah di sekolah, daripada disalahin terus mending pulang aja sekalian cari jalan nekat,"  

"Oh gitu, cuma sayang aja, neng cantik malah bau," Eugenia tertawa lagi. Abang ojek juga tertawa. Tapi memang benar sih, selama perjalanan orang-orang pada menutup hidung karena bau yang tercium dari badan Eugenia. 

Sampai di rumah, untungnya mamah sedang setrika di ruang makan. Eugenia buru-buru masuk dari pintu belakang, dan langsung ke kamar mandi. Semua pakaian yang Eugenia pakai tadi cepat-cepat dimasukkan ke mesin cuci. Termasuk tas sekolah. Tetapi isinya sudah dikeluarkan semua termasuk surat pemberhentian tadi. Cuma ada satu masalah lagi ! Eugenia baru ingat ternyata motor masih di parkiran sekolah, harus diambil dong. Tapi kapan ? Eugenia ingin memberitahu papah sekarang juga kalau Eugenia sudah dikeluarkan dari sekolah. Eugenia tidak mau mamah dikasih tahu duluan, bisa semaput nanti. Dosa Eugenia jadi nambah berlipat-lipat. 

Eugenia pun nekat. Setelah salim dan pamit kepada mamah, Eugenia keluar rumah dengan jalan kaki balik ke sekolah. Ada kira-kira 30 menit Eugenia berjalan, ada rasa capek menyusuri setapak demi setapak jalan hingga sampai sekolah. Namun dibalik rasa capek ada hikmah penting selama dalam perjalanan yang tidak diketahui Eugenia selama naik motor ke sekolah. Eugenia melihat sisi lain dari tingkah manusia ketika menghidupi kehidupan nyata.

Ada yang bisa menata hidupnya dan ada yang tidak. Ada yang memiliki wibawa yang mampu memberi perintah kepada orang lain secara tegas dan ada yang tidak. Ada yang pandai mempercantik penampilan dan ada yang masa bodoh. Ada yang terampil membawa anak-anaknya dan ada yang tidak. Terakhir, ada yang bisa kerja meski cuma memungut sampah dan ada yang lebih suka membuang sampah sembarang tempat.

Kini Eugenia harus menghadapi semua sendiri. Eugenia tinggal sedikit lagi bisa ke parkiran. Eugenia sengaja tidak mengambil jalan depan sekolah. Dia tidak mau bertemu dengan guru satupun. Juga dengan satpam. Eugenia berjalan ke arah rerumputan di samping pagar sekolah. Rumputnya sudah rimbun dan bercampur dengan tanaman liar yang tumbuh dengan subur. Eugenia tahu ada tembok yang bolong yang biasa jadi tempat anak-anak kabur dari sekolah. Eugenia mencari tembok yang bolong itu dan seketika menemukan, Eugenia melongokkan kepalanya ke dalam tembok. Tepat waktu yang bersamaan, penjaga parkir juga ingin menutup tembok yang bolong dengan lemari kayu tempat helm ditaruh. Melihat ada wajah nongol dari tembok, penjaga parkir teriak ketakutan. "Astaghfirullah !!! Auzubillah, auzubillah, auzubillah......,"

"Pak Mamad, ini Eugenia ! Jangan takut, tenang pak, tidak usah teriak-teriak, Eugenia tidak mau orang-orang pada kesini," Eugenia berusaha menenangkan pak Mamad, penjaga parkir.

"Eh, eneng ? Bener ini eneng Egi ?"

"Iya, pak," suara Eugenia diturunkan sedikit.

"Aduh bikin kaget bapak aja,"

"Maaf ya pak, Eugenia mau minta tolong ambil motor Euginia. Terus bawa ke sini, ke luar ke tempat Eugenia,"

"Emang kenapa neng gak ambil sendiri ?"

"Eugenia lagi sudah bukan siswa sekolah ini lagi, tadi disuruh keluar. Tapi lupa motor masih di tempat parkir,"

"Aduh kasihan, kok kejam ya, kan eneng anak pintar,"

"Eugenia anak nakal, pak,"

"Iya, eh..... enggak, maaf ya,"

"Ya tidak apa-apa, tolong ambil motornya ya pak, trus bawa kesini, ini kuncinya," Eugenia kemudian memberikan kunci kepada pak Mamad.

Pak Mamad mengambil kunci yang diberikan Eugenia. Setelah posisi motor Eugenia ditemukan, pak Mamad memasukkan kunci motor dan memanaskan sebentar. Pak Mamad teringat kalau helm Eugenia juga masih di tempat parkir. Setelah helm diambil, pak Mamad membawa keluar motor Eugenia sambil matanya melihat kesana-kemari takut ketahuan guru. Begitu sampai di pos Satpam, pak Mamad menundukkan kepala sebentar lalu tanpa bicara lagi segera melesat keluar. Eugenia sudah menunggu pak Mamad di pinggir jalan. Ketika pak Mamad sudah didekat Eugenia langsung saja pak Mamad turun dari motor diganti Eugenia.

"Terima kasih banyak, ya pak. Maaf tidak bisa memberi apa-apa, tetapi Eugenia tidak akan melupakan jasa pak Mamad. Eugenia buru-buru pergi ya, pak, mumpung situasi masih aman," Eugenia kemudian meraih tangan kanan pak Mamad dan mencium punggung tangan pak Mamad. Eugenia pun tancap gas meninggalkan pak Mamad sendiri. 

"Semoga eneng selalu sehat dan selamat dalam lindungan Allah SWT," pak Mamad menatap penuh haru kepergian Eugenia. 

Eugenia tidak mendengar doa pak Mamad. Namun Eugenia yakin tidak semua orang membenci dan menyalahkannya. Eugenia tidak berpikir panjang terus menjalankan motornya ke kantor Papah. Eugenia sebenarnya tidak ada rencana mau ketemu Papah, tetapi gejolak hatinya menginginkan ketemu sekarang juga ketemu Papah. Eugenia melewati jalan raya yang ramai dengan berbagai kendaraan. Eugenia hanya berhenti jika ada lampu merah. Selebihnya Eugenia menjalankan motornya menyusuri kepadatan jalan Jakarta.

Hingga akhirnya tiba di sebuah kompleks perkantoran. Eugenia mencari-cari gedung tempat kantor Papah. Terakhir ke sana 2 tahun lalu ketika Eugenia menyerahkan berkas dokumen keterangan siswa berprestasi saat SMP untuk mendapat beasiswa dari kantor Papah. Alhamdulillah akhirnya menemukan gedung sekaligus lantai tempat Papah kerja. Sebelum masuk gedung Eugenia diperiksa suhu tubuh dan KTPnya. Selain itu Eugenia masih harus memakai tanda pengenal yang dikalungkan di lehernya. Baru kemudian Eugenia naik lift ke lantai 5. Tiba di lantai 5 pintu lift terbuka, Eugenia bersama beberapa orang keluar dari lift menuju ruang tujuan masing-masing.




MASIH ADA PAGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang