[Chapter 4] Problems

1.1K 161 41
                                    

Ponsel yang sedari tadi berkedip mau tak mau membuat Sasuke membukanya. Membaca beberapa pesan dan panggilan masuk. Kepalanya mendongak, melihat sekeliling dan perempuan tadi telah lenyap dari pandangan. Dia menyenderkan kepala di bantalan kursi. Memejamkan mata selama 5 menit lalu menjalankan mobilnya kembali.

Percuma saja mempertahankan rumah tangga yang dia pikir tidak akan bertahan cukup lama lagi. Meyakinkan keluarganya untuk bercerai dari Hinata tak semudah yang dibayangkan. Lagipula, keluarga Hyuga memiliki sederet pengacara yang cukup handal. Tak mudah baginya melalui itu semua.

Berpura-pura bahagia dalam menjalankan biduk pernikahan merupakan hal yang dibenci oleh seorang Sasuke Uchiha. Dan malam ini, ia akan menginap di rumah kedua orangtuanya. Terserah dengan sambutan apa yang akan diterima Sasuke.

.

.

.

Cklek..

Sakura membuka pintu apartemen. Berjalan biasa tanpa perasaan takut. Dirinya sudah merasa cukup tenang, melampiaskan amarah, kekesalan dengan menyendiri. Bertengkar dengan Naruto tidak akan membuahkan hasil, sia-sia belaka. Suaminya tak cukup peka dalam berbagai situasi rumah tangga.

Begitu akan memasuki kamar untuk beristirahat, suara seseorang dari ruang tengah menyapanya.

"Kau darimana saja?" tanya Naruto, suaminya yang belum tidur. Mungkin menunggu hingga Sakura kembali.

"Tak perlu kau tahu." ucap Sakura dingin. Dia masuk kamar lalu beristirahat

Televisi yang menyala menjadi teman Naruto untuk berpikir. Membiarkan Sakura mungkin cara yang terbaik saat ini. Jarang sekali mereka bertengkar hingga hari ini tiba. Naruto memang bersalah, namun meminta maaf keesokan harinya mungkin lebih baik. Beruntung Sakura sudah pulang, bila tidak, kemana ia akan mencarinya.

.

.

.

Pagi hari tiba, Sakura menyiapkan sarapan seperti biasa bahkan makan berdua, namun mereka lebih banyak diam. Tak berbicara satu sama lain. Menikmati sarapan sambil sibuk dengan pikiran masing-masing.

Cukup lama, hingga Naruto pun pergi pamit untuk kerja. Sakura tak mengantar ke depan pintu seperti biasanya. Apakah ini tanda awal keretakan rumah tangganya?

Sakura membereskan rumah sebelum pergi kerja part time, termasuk mengambil jemuran yang telah kering. Tak ketinggalan dasi salah satu pembeli dia ambil dan disetrika dengan setrika uap dengan suhu panas yang rendah.

"Ini pasti dasi yang mahal." Sakura bergumam sendiri, tangannya membolak balik dasi. Bahannya lembut dan tidak gampang pudar warnanya. Tidak seperti milik suaminya yang dia beli saat ada diskon di pusat perbelanjaan. Dia akan membawanya ke tempat kerja, siapa tahu pembeli itu akan datang lagi dan Sakura berniat mengembalikannya.

.

.

.

Masih mengenakan piyama, Hinata membuka pintu depan dan melihat ke garasi. Tidak ada mobil Sasuke yang terparkir seperti biasanya.

"Hhh~, suami macam apa dia." ucap Hinata dengan nada jengkel. Perasaannya bercampur aduk saat ini. Ada rasa sedih, kecewa, sebal dan emosi.

"Apakah aku harus memberimu racun agar sakit hatiku ini sembuh?" Hinata berkata pada dirinya sendiri saat ini. Dia membalikkan badan dan masuk kembali kedalam rumah. Menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri dan berencana membeli kebutuhan yang habis di supermarket.

Dia memutar otak bagaimana cara agar Sasuke takluk padanya. Karena kalau dibiarkan terlalu lama, justru dia sendiri yang akan mendapatkan tekanan dari keluarganya terkait dengan keturunan dan perkembangan bisnis.

Marital AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang