Seperti martabak berbagai rasa, cinta tak ayalnya sama saja karena memiliki berbagai macam rupa. Namun tak semuanya berakhir bahagia, sebab semesta adalah benteng tinggi dengan segala normanya.
Seorang gadis meliukkan tubuhnya di depan cermin besar yang ada pada salah satu sisi ruangan. Sekelebat dia melihat dirinya sendiri di cermin, sebelum matanya mulai menyorot ke ujung jari. Gerak memutar kemudian ia lakukan dengan lompatan indah yang menjadi poin selanjutnya.
Tak sampai sana, gadis itu melangkahkan satu kakinya cukup jauh ke samping, kemudian bersiap melakukan gerak berikutnya.
Lagu Billie Eilish yang berjudul Lovely, menemaninya larut dalam tarian di ruang kosong itu.
Kepala dengan banyak isi pikiran di dalamnya sedang berusaha ia alihkan dengan kegiatannya kali ini. Walau nyatanya, itu tidak berpengaruh pada apapun.
Suka sama cowok beda agama yang jelas-jelas dia udah lama sahabatan sama gue ....
Gaboleh, Ola!
Alves dari lama udah nyuruh lo nyari cowok! Kenapa gak nurut?!
Alves bilang gitu sebagai pertanda dia gak mau di antara kita ada apa-apa!
Ziola menghela napasnya berat seraya berhenti sejenak. Mendengarkan perkecamukan di hati dan otaknya sendiri yang tak berhenti dalam beberapa waktu akhir ini.
Oh, I hope someday I'll make it out of here
Even if it takes all night or a hundred yearsLagu masih mengalun, sedangkan Ziola hanya memandang pantulan dirinya di cermin. Memandang seseorang di depannya yang dia anggap bodoh karena memiliki perasaan suka. Bagaimana tak bodoh, jika Ziola baru merasakan perasaan itu saat jarak 15.864 km sudah terbentang cukup lama memisahkan ia dan Alves.
Indonesia – Kanada.
Ending di cerita lain tentang kisah ginian udah ketebak banget, La.
Kalo gak berakhir di awal, dua-duanya bisa nyatu tapi pasti ada masalah. Semuanya berakhir dengan gak bener.
Tuhan beserta semesta-Nya gak akan pernah ngerestuin hubungan kayak gini. Dan lo mau maksa?
“Zi!!!”
Ziola menoleh ke arah suara. Kemudian terkejut dengan lemparan susu kotak yang hampir saja jatuh ke depan wajahnya.
Sedetik saja gadis itu tidak cekatan menangkapnya, bisa-bisa tulang hidungnya sudah menjadi korban.
“Ngagetin lo, Mei!"
“Makanya kalo lagi nari gausah terlalu sangat amat menjiwai! Sampe gak fokus gitu. Takut Baaanget Loch gue kalo lo sampe dimasukin roh haus.”
Langsung saja Ziola menghembuskan napasnya lewat mulut, membuat anak-anak rambutnya itu dengan ringan tertiup ke atas.
Meiden terkekeh kecil, tapi kemudian langsung mengitari pandangannya ke segala sudut ruang. “Yang lain belum balik?”
“Buka lebar-lebar mata kaki lo dan liat isi ruangan ini Mei.”
Sahabat Ziola itu lantas tersenyum sambil menepuk-nepuk kepala Ziola. “Bersyukur banget sih gue, bisa nularin sengklek gue ke lo.”
Sedangkan Ola langsung mengenyahkan tangan Meiden karena tak suka dipegang saat sedang berkeringat.
Meiden kemudian mematikan lagu yang terputar, lalu beralih duduk di lantai. Dia---tak seperti biasa, tertarik untuk menata balok jenga yang dibiarkan berantakan sejak beberapa hari lalu.
“Zi! Lagi galau lo ya?” tembak Meiden yang sama sekali tidak mengalihkan perhatiannya dari mainan yang tengah disusun.
Ziola yang baru saja selesai menusukkan sedotan ke susu kotak hanya terdiam. Ia lantas meneguknya sekilas sebelum memutuskan untuk menghampiri Meiden.
Namun baru saja gadis itu mau menoleh untuk berbalik badan, ketukan sepatu tiba-tiba bergema dari arah luar.
“ZIIIIIIIIIII!”
Berisik!
Bahkan saat orangnya belum tampak di mata Ziola pun, suara itu sudah amat sangat Ziola kenal.
Drap!
Sebuah tangan muncul di dekat pintu, disusul oleh keseluruhan tubuh seorang cewek.
“Ke parkiran! Sekarang!”
“Buat?” Ziola kebingungan, diiringi tautan alisnya yang semakin menyatu.
“Ada kecelakaan, Sei?” tanya Meiden yang segera berdiri.
“Bukan!”
“Cepet ih!” titah Seica.
“Ngapain?”
“Ke sana aja pokoknya!”
“Gak jelas, sama dengan, tidak ke sana.” Ziola menjelaskannya dengan penekanan pada setiap kata. Ia lalu santai meminum susunya lagi.
“Ziii. Come on!”
“Tinggal kasih tau sih, ada apaan,” geram Ziola.
“Gak usah banyak tanya, Ziola Arnetha anak SMA Sirius duarius! Lo tinggal jalan ke parkiran dan menemukan jawaban atas pertanyaan lo.”
“Males, gue mau nyusun jenga aja.”
“Ziola my sugar baby, please!” Seica menginjak-injak tanah saking geregetnya dengan anak itu.
Ziola menatap ke arah Meiden sejenak, ingin bertanya apakah ada pertanda kembaran sahabatnya itu sedang menjahili Ziola atau bagaimana.
Mengerti kode dari Ziola, Meiden lantas menyipitkan matanya untuk mengamati wajah Seica. Kali ini, pandangan Seica terlihat bingung. Dan raut kepolosan itu Meiden anggap sebagai bentuk kejujuran.
“Cobain ke sana aja,” suruh Meiden. “Kalo ga ada apa-apa, gue gibeng tuh anak.”
Ziola tersenyum lebar lalu berkata “ok” sambil membentuk dua huruf itu dengan jari.
Langsung saja Ziola melangkah keluar ruang latihan ditemani Meiden. Namun saat melewati pintu, tangan Meiden segera dicegat oleh Seica.
“Jangan ditemenin”, bisik gadis berkepang dua itu.
“Ada apa sih?”
Ziola menengok ke belakang karena Meiden dan Seica malah mengobrol di dekat pintu. Kali ini, Ola sudah tidak begitu memedulikan mereka, dan karena itu, gadis itu pun sekarang memilih mantap berjalan.
Membuang dulu kotak susunya yang telah habis di tong sampah dekat persimpangan, Ziola lalu berbalik untuk meneruskan perjalanan. Namun seketika, ada sepasang kaki yang memblok jalannya.
“Lama.”
Detik itu juga, mata Ziola terbelalak. Bagaimana tidak jika ia tiba-tiba mendengar suara yang hanya ia dengar tiap malam sejak beberapa tahun ke belakang?
Tidak, seseorang yang sedang memenuhi pikiran Ola sejak tadi ... tidak mungkin di sini!
Lalu dengan segera, Ziola berpikir bahwa ia mungkin sedang delusi, lagi, entah untuk keberapa kalinya seumur hidupnya.
Namun saat mengangkat kepala, gadis itu langsung disambut dengan rupa seseorang yang turut melihat ke arahnya di balik tudung hoodie berwarna hitam.
Gak mungkin.
🐨 Bersambung ....
______________________________________
Gue lebih percaya kalo semua yang gue liat cuma bayangan semu, karena gue sadar, gue bukan salah satu dari banyaknya manusia normal yang ada di dunia ini.
---Ziola Arnetha

KAMU SEDANG MEMBACA
Alves
Fiksi RemajaAlves tak menginginkan pangkat maupun harta. Ia hanya ingin memiliki sebuah cita, sebuah tuju yang pasti dimiliki oleh tiap-tiap insan bernyawa. Lelaki itu hanya sedang berusaha memaknai hidup, dan berpikir untuk apa ia dicipta. Lalu tanpa aba, lang...