Gerak-Gerik Dewi Cadar Hitam

422 56 4
                                    

"Seorang raja yang mau bunuh diri karena kalah perang aku sudah biasa melihat, tapi seorang raja mau bunuh diri karena seorang lelaki. Baru kali ini aku menyaksikan?" Dewi Cadar Hitam berucap pada Arya Dygta yang diselamatkannya dari niat bunuh diri ke dalam jurang. Perempuan itu membawa Dygta ke sebuah pondok kecil di tengah hutan.

"Aku kehilangan semangat hidupku Nyai, dia adalah cinta pertama dan juga cinta terbesarku" Jawab Arta Dygta dengan putus asa. Arya Dygta sebelumnya pernah melihat Dewi Cadar Hitam bersama gurunya, namun belum tau siapa adanya perempuan ini. Maka dia pun bertanya siapa adanya perempuan bercadar itu.

"Julukanku Dewi Cadar Hitam, maaf gusti, saya tidak bisa memberi tahu nama asli saya" Ucap Dewi Cadar Hitam sembari serahkan sebuah cangkir dari tempurung yang berisi air minum.

Prabu Dygta menyambut air itu dan meneguknya hingga habis.

"Lalu apa hubungan dewi dengan guru saya? Dan bukankah kau yang menyerang Danum hingga matanya buta" Tanya Prabu Dygta lagi dengan pandangan mata menyelidik curiga.

"Empu Asmaya? Dia sahabat saya, dia banyak bercerita tentangmu gusti Prabu. Dan mata Danum menjadi buta bukan karena serangan saya, melainkan akibat racun tenaga dalam milik Empu Asmaya" Dewi Cadar Hitam berkilah dengan tenang dan manis.

"Ah kalau saja bukan karena kekolotan dan keinginannya yang keras, aku tak mungkin kehilangan orang yang paling ku sayangi" Sesal Arya Dygta penuh sesal.

"Jangan berkata begitu Gusti, tentu Empu Asmaya berbuat seperti itu karena punya niat yang baik. Mempersatukanmu dengan adik seperguruanmu yang cantik jelita. Lagipula seorang raja garus memiliki keturunan sebagai penerus tahta. Bagaimana mungkin Gusti akan punya keturunan jika harus menikahi sesama lelaki" Tutur kata itu dilontarkan dengan manis oleh Dewi Cadar Hitam.

Arya Dygta terpekur mendengarnya, memang lagi-lagi masalah keturunan. Tapi bukankah sekarang dia telah memiliki Esa Kanagara, bayi mungilnya hasil pernikahan dengan Rinata?

"Sebentar lagi malam gusti, saya akan keluar dulu untuk mencari makanan. Harap gusti menunggu disini. Jika ingin mandi, di belakang sana ada sebuah perigi" Selesai berucap Dewi Cadar Hitam pun meninggalkan pondok terpencil itu.

Setelah tinggal sendirian, Dygta mengintip keluar jendela, benar, sinar matahari telah kejinggaan, hari telah di ambang senja. Dengan malas Dygta melangkah keluar pondok, menuju perigi yang dibilang Dewa Cadar Hitam.

Perigi itu berair jernih kebiruan, di sebelahnya ada sebuah tempayan berisi air yang diberi taburan bunga dan kayu wewangian. Dygta tanggalkan satu persatu pakaian yang melekat di tubuhnya hingga telanjang bulat. Dygta bercermin pada air perigi.

"Apakah ketampananku telah hilang?"  Tanya Dygta pada dirinya sendiri, dia mengusap wajahnya, membenarkan rambutnya yang mulai gondrong. Lalu dia pandangi dada dan perutnya, semua masih segagah dan sekokoh dulu, dada yang bidang tebal dan padat, lalu perut yang berotot dan dihiasi bulu-bulu halus, dan akhirnya matanya sampai kepada lambang keperkasaan seorang pria, begitu besar dan berhias bulu-bulu yang lebat. Dygta raih kejantanannya itu, dan mengusap-usapnya.

Dia ingat dulu dia dan Danum pernah melampiaskan hasrat meski belum sampai ke tahap bersenggama. Tapi setidaknya Danum adalah orang pertama yang menyentuh dan menggenggam keperkasaannya itu.

Membayangkan itu semua gelegak nafsu Dygta pun terbit. Raja muda itu kini memuaskaan diri sendiri di tepi telaga. Kejantanannya berdiri kokoh sempurna dengan urat-urat menonjol.

"Oh Danum, aku merindukanmu Danum! Puaskan dahagaku Danum, puaskan" Ceracau Dygta yang tengah berkhayal bercumbu dengan Danum. Wajah Dygta benar-benar menggoda jika tengah terangsang seperti itu. Tangannya semakin cepat mengerjai batang keperkasaannya. Kulup kejantanan itu berulang kali membuka dan menutup, menciptakan sensasi geli dan nikmat yang luar biasa.

RENJANA DUA PRIA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang