Pertemuan Di Tengah Jalan

481 58 4
                                    

"Adik, jangan pernah lagi memaksakan diri untuk menggunakan jurus pedang menangkis air mata darah" Ucap Raditya. Kini ketiganya beristirahat di sebuah gubuk terbengkalai di tepi hutan.

"Benar, kakang sampai ketakutan melihatmu seperti tadi" Tambah Lesmana.

"Aku tidak apa-apa kakang. Oh iya bagaimana lukamu kakang Raditya?" Tanya balik Danum pada Raditya.

"Aku ini tabib, luka seperti tadi tak akan membahayakanku. Apalagi kakang Lesmana juga membantuku tadi. Kau ingat pesan kakang ini, jika bertarung satu lawan satu jangan gunakan jurus pedang menangkis air mata darah. Kau baru boleh menggunakan jurus itu jika berhadapan dengan sekelompok musuh sekaligus itupun ketika dalam keadaan sangat terdesak" Raditya lagi-lagi mengingatkan.

"Kenapa kakang? Empu Selaksa tak pernah menceritakan hal itu"

"Tentu saja dia tak akan bercerita karena jurus itu sangat mematikan sekaligus berbahaya baik kepada lawanmu maupun dirimu sendiri. Itulah sebabnya kakang tak mau mempelajarinya. Jurus itu mampu membuat pedang di tanganmu menyedot darah musuh di dekatmu secara gaib. Dengan kata lain kau bisa saja  membunuh musuh tanpa menyentuh. Namun imbasnya matamu akan menangis darah, jika tubuhmu atau tenaga dalammu tak cukup apalagi musuhmu cuma sedikit maka pedangmu itu kekurangan darah. Bisa-bisa matamu buta dan urat nadimu pecah bahkan darahmu sendiri yang habis disedotnya" Jelas Raditya.

Danum jadi merinding sendiri mendnegarmya, diam-diam dia berniat tak ingin menggunakan jurus itu lagi.

Tiba-tiba Lesmana bangkit ingin meninggalkan gubuk.

"Mau kemana kakang?" Tanya Danum.

"Sebentar lagi senja, kakang akan cari makanan buat nanti malam. Terpaksa kita bermalam disini" Jawab Lesmana.

"Perlu ditemani?" Tanya Danum lagi.

"Tidak usah, jaga saja Raditya, untuk sementara dia jangan banyak bergerak dulu, agar jantungnya berdetak teratur"
***

Setelah dua hari berisitirahat di gubuk itu, mereka bertiga melanjutkan perjalanan. Ketiganya mengambil jalan menuju negeri Panca Arga dimana Danum berkeinginan bertempat tinggal.

"Danum apa sebaiknya kita tidak mengunjungi Eyang Selaksa dulu?" Tanya Raditya.

"Nanti saja kakang, kalau rumah peninggalan ayah Ardani sudah aku dapatkan baru kita pulang ke bukit Setiajanji, lagi pula bukit itu dengan negeri Panca Arga tidak seberapa jauh" Jawab Danum.

Lesmana sendiri mengikuti dari belakang sambil memakan sebuah pisang. Ketika telah lebih setengah hari mereka berjalan menyusuri jalan yang membelah hutan mereka mendengar banyak suara beradunya senjata disertai teriakan-teriakan bertarung juga jerit kesakitan.

"Ada yang bertarung" Ucap Lesmana.
Lalu dia memberi isyarat agar mendekati sumber suara. Mereka semakin dekat, dengan bersembunyi mereka mengintip dari balik rapatnya belukar.

Di depan sana tampak dua kelompok saling bertempur, kelompok pertama berpakaian keprajuritan yang tengah menjaga dua buah gerobak dan dua kereta kencana, sedangkan kelompok kedua berpakaian seram karena kelompok ini adalah gerombolan rampok.

Kedua kelompok bertarung hebat, namun semakin lama kelompok kerajaan semakin terpojok.

"Prajurit-prajurit Panca Arga" Ucap Danum begitu melihat bendera kecil lambang kerajaan Panca Arga di kereta kencana.

Danum beliakkan mata ketika melihat seorang wanita yang tengah bertarung adalah Dewi Intani, adik ipar pangeran Sentarum yang merupakan sahabat lamanya yang paling baik. Danum tak tinggal diam dan segera bergerak.

RENJANA DUA PRIA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang