Racun Tujuh Siluman

475 56 2
                                    

Reksa membawa Prabu Dygta menuju padepokan Teratai untuk meminta pertolongan.
Para penghuni padepokan langsung geger, bahkan mahaguru di padepokan itu sendiri langsung turun tangan.

"Berat, berat sekali" Ucap Empu Sorabana pemimpin sekaligus mahaguru Padepokan Teratai dengan penuh penyesalan.

"Berat bagaimana empu? Apa maksud empu gusti prabu tidak dapat terselamatkan? " Tanya Reksa dengan pucat dan takut.

"Ketahuilah Racun Tujuh Siluman adalah salah satu pukulan beracun yang paling jahat. Memang pukulan ini tidak akan langsung membunuh gusti prabu. Namun racun ini akan membuat tubuh gusti prabu Dygta membusuk perlahan-lahan. Butuh empat belas hari baru racun ini akan merenggut nyawa setelah memakan habis tubuh si korban. Terus terang saya tidak mampu menyembuhkan, obat yang saya beri barusan hanya mampu memperlambat racun menjalar menjadi satu bulan. Dalam waktu 30 hari itu kita harus berusaha mendapatkan obatnya" Ucap Empu Sorabhana.

"Mohon petunjuk lebih lanjut lagi empu" Pinta Reksa sambil melihat pada Prabu Dygta yang terbaring sambil memgerang sakit.

"Terus terang ilmu pengetahuan saya tidak seberapa. Ada baiknya kau bawa kembali Gusti Prabu pulang ke istana, mudah-mudahan para tabib keraton memiliki saran yang lebih bijak" Ucap Empu Sorabhana.

Reksa mengangguk mengerti. Esoknya pagi sekali dengan menggunakan sebuah kereta kuda dan dikawal beberapa murid padepokan Teratai Reksa membawa Prabu Dygta kembali ke istana. Lewat tengah hari sedikit mereka tiba. Tentu saja melihat kepulangan Gusti Prabu yang terluka dahsyat membuat geger penghuni istana. Rinata yang saat itu tengah menerima kunjungan dan berbincang dengan Empu Asmaya langsung kaget dan nyaris pingsan melihat keadaan suaminya.

"Lekas bawa gusti prabu ke kamar, segera panggilkan tabib terbaik! " Perintah Mahapatih Munding Laya dengan panik.

Sampai di kamar, Empu Asmaya lakukan pemeriksaan sebentar sambil menunggu kedatangan tabib.

"Bagaimana eyang?" Tanya Rinata sambil terus terisak dan membelai rambut suaminya yang tak sadarkan diri.

"Racun Tujuh Siluman" Ucap Empu Asmaya bergetar.
"Itu racun yang sangat jahat, lebih ganas dan sadis dari ajian Tapak Kobra milikku"

Mendemgar ucapan Empu Asmaya Rinata semakin pucat ketakutan.

"Eyang selamatkan kanda Dygta eyang. Aku tak mau kanda Dygta mati" Ucap Rinata semakin terisak.

"Hei prajurit! Ceritakan apa yang terjadi" Perintah Empu Asmaya kepada Reksa, prajurit muda yang membawa Prabu Dygta ke istana.

Reksa lalu menceritakan semua peristiwa yang terjadi dan dilihatnya selama mengikuti Prabu Dygta.

"Melihat rajamu dikeroyok kau hanya diam saja tidak membantu? " Geram Empu Asmaya, kakek ini tampar pipi Reksa.

Reksa terhuyung menahan sakit.

"Jangan salahkan dia guru, prajurit itu memang kuperintahkan menguntit diam-diam jangan sampai ketahuan" Ucap Rinata sambil memberi isyarat pada Reksa lekas keluar dari sana.

Tabib yang dipanggil telah tiba, namanya Tabib Rakata. Si tabib cepat periksa dan meracik obat.

"Ampun gusti. Obat hamba hanya bisa menghilangkan rasa panas dan sakit yang dirasakan gusti prabu, namun tidak sanggup memunahkan racun itu. Jika dalam 30 hari kita tak menemukan penawar racun, maka nyawa gusti prabu tak terselamatkan" Ucap Tabib Rakata setelah membalur dan meminumkan obat.

"Tabib, kau tau penawarnya?" Tanya Permaisuri Rinata.

"Hamba gusti ratu. Penawarnya adalah Tujuh Bunga Khayangan Pemberian Dewa. Hanya saja dimana ketujuh bunga itu berada hamba tidak tau" Jelas Empu Rakata.

"Tujuh Bunga Khayangan Pemberian Dewa. Aku pernah mendengar riwayat bunga itu, diberikan oleh seorang dewa dari khayangan kepada seorang gadis manusia yang telah membuatnya jatuh cinta. Keberadaan bunga itu memang masih jadi misteri. Ah kenapa Dygta harus terkena racun ini" Keluh Empu Asmaya.

"Ini semua karena pemuda jalang bernama Danum itu, kalau saja kanda Dygta tidak mencari pemuda itu tentu Kanda Dygta tidak akan mengalami peristiwa sepahit ini" Rutuk Rinata.

"Aku tak menyangka jika pemuda tak tau malu itu bisa bertahan dan masih hidup dari Aji Tapak Kobra, padahal jelas-jelas dulu dia sudah mati" Ucap Empu Asmaya.

"Sebaiknya jangan bahas Danum dulu guru, yang paling penting bagaimana cara kita mencari tujuh bunga langka itu" Munding Laya cepat mengalihkan pembicaraan untuk meredakan kebencian Empu Asmaya dan Rinata pada Danum meski sesaat.

"Itulah yang aku pikirkan Laya, tak seorangpun tahu dimana keberadaan bunga itu. Baiklah kalau begitu aku akan melakukan hening cipta, bersemedi memohon petunjuk dewata." Empu Asmaya segera meminta dibawa ke ruang kosong untuk bersemedi.

"Paman Munding, sekarang apa yang harus kita lakukan sambil menunggu Eyang selesai bersemedi?" Tanya Rinata pada Munding Laya.

"Gusti ratu, paman punya gagasan agar kita membuat sayembara, siapa saja yang berhasil mendapatkan tujuh bunga langka itu akan diberi hadiah seratus keping emas, rumah, sawah dan ternak. Kalau perlu kita beri pangkat dan jabatan. Baik laki-laki maupun perempuan" Usul Munding Laya.

"Saya rasa tidak ada salahnya kita coba paman" Rinata cepat memerintahkan beberapa prajurit untuk menyebarkan sayembara itu ke penduduk Rahuning.
***

Telah tiga hari tiga malam Empu Asmaya bersemedi namun tak ada sedikitpun petunjuk dan wangsit yang diterimanya, padahal untuk melakukan semedi itu dia telah berkorban menahan nafsu lapar dan hausnya. Empu Asmaya kembali mencoba bersemedi namun kali ini bukan penampakan Tujuh Bunga Khayangan yang didapatnya, melainkan bayang-bayang peristiwa ketika dia menghantamkan ajian Tapak Kobra ke dada Danum Suarga. Empu Asmaya kembalikan pusat perhatian dan terus membaca mantera mohon petunjuk, namun lagi-lagi malah bayangan peristiwa itu yang muncul. Bayangan Danum Suarga menyemburkan darah, lalu bayangan Lesmana menjadi orang gila. Semakin keras Empu Asmaya berjuang dalam semedi semakin kuat dan jelas pula bayangan itu terjadi. Hingga akhirnya karena terlalu keras memaksa Empu Asmaya terpental dari duduk silanya dan jatuh bergedebuk di lantai. Tampak keningnya sedikit benjut.

"Aneh apa yang terjadi dengan diriku?" Tanya Empu Asmaya pada dirinya sendiri sambil usap-usap kepalanya yang benjut.

Tiba-tiba saja dia dikejutkan suara menggema tanpa wujud.
"Asmaya, kau telah berdosa memisahkan ikatan jodoh seorang anak manusia, bahkan mencelakai seorang darinya. Sekarang kau malah meminta petunjuk pada dewata? Dimana rasa malumu Asmaya?"

"Siapa kau? Apa maksudmu?" Teriak Empu Asmaya.

"Hahahaha siapa aku tak perlu kau tau. Ketahuilah, selama pintu maaf belum terbuka untukmu, maka pintu langit juga tertutup rapat pada dirimu" Suara misterius itu lalu lenyap diiringi tawa yang panjang.

Empu Asmaya pucat seketika mendengarnya.
"Oh Dewa Agung, apa sebenarnya yang terjadi? Pantas saja selama ini tapa dan semediku tidak menghasilkan apa-apa, inikah penyebabnya? Salahkah yang aku lakukan? Cinta yang agung bukankah itu cinta antara pria dan wanita? Lalu mengapa aku harus minta maaf? " Empu Asmaya merenungi semua peristiwa yang dialaminya.

Lalu dia segera tersadar ketika terdengar ketukan di pintu dan suara Munding Laya memanggilnya. Segera Empu ini membuka pintu dan keluar dari ruang bertapa untuk melihat keadaan Dygta. Tampak ujung-ujung jari kaki Dygta mulai menghitam siap untuk membusuk.
***

RENJANA DUA PRIA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang