Kesembuhan dan Sebuah Tangisan

420 53 3
                                    

Kepulangan Pangeran Purana bersama Prabu Dygta membuat seisi istana Panca Arga geger. Semua orang unjukkan wajah bermusuhan.

"Harap semua menahan diri. Semua ini kulakukan demi kesembuhan Danum. Sekarang Prabu Dygta adalah tamuku, kalian harus menghormatinya" Ucap Pangeran Purana kepada para punggawa istana.

"Adikku? Apa-apaan ini? Kau mengundang musuh ke negeri ini. Dimana harga dirimu?" Pangeran Cakradana yang memang paling keras dan suka bertarung menyatakan ketidak senangannya.
Dipandanginya Prabu Dygta dengan sorot mata yang tajam. Dygta sendiri pancarkan mimik tegas di wajahnya, dia tidak ingin harga dirinya jatuh di sana.

"Apa gunanya harga diri jika aku gagal menyelamatkan orang yang ku sayangi" Jawab Pangeran Purana enteng. Lalu Pangeran ini membawa Dygta menuju kediamannya. Mereka tiba di depan kamar Danum, disana ada Lesmana dan Raditya yang tengah berbicara.

"Dygta!" Seru Lesmana kaget melihat kedatangan Dygta bersama Pangeran Purana.

"Kakang Lesmana" Ucap Dygta dengan senang, bagaimanapun Lesmana adalah kakak seperguruannya dan selama di Lembah Jambuara mereka bersahabat dan bersaudara angkat. Dygta ingin merangkul Lesmana, namun dia terkejut, Lesmana menanggapinya dengan dingin.

"Bagaimana kabarmu kakang?" Tanya Dygta lagi mengatasi kekagokannya.

Lesmana melirik sekilas pada Dygta, "Kabarku baik, aku betah di sini, paling tidak Panca Arga tidak membuangku seperti yang pernah dilakukan orang-orang agung di Rahuning" Sindir Lesmana tajam.

Wajah Dygta berubah, ingatannya kembali kepada saat-saat Lesmana menderita sakit kurang waras.
"Aku tidak membuangmu kakang, aku justru mengirimmu ke Padepokan Teratai untuk disembuhkan"

"Padepokan itu tidak pernah menyembuhkanku, malah mereka menyiksaku" Jawab Lesmana ketus.

"Maaf kakang, singkirkan dulu masalah pribadi kita masing-masing, sekarang yang terpenting kita harus menyembuhkan Danum. Aku telah membawa Dygta ke tempat ini" Ucap Pangeran Purana menyela.

"Memang kami membutuhkan tujuh tetes darah dan air matamu" Kali ini Raditya yang berucap.

"Jangankan tujuh tetes, seluruh darahku pun boleh kalian ambil demi kesembuhan Danum" Jawab Dygta.
"Tapi Purana, kau ingat perjanjian dan syarat yang ku ajukan bukan?"

Purana gigit bibirnya, lagi-lagi ada rasa tidak rela namun hanya sesaat, pemuda ini lekas mengangguk menjawab pertanyaan Dygta.

"Aku ingin perjanjian itu tertulis di atas lontar, sebagai bukti kau tidak akan mengelak dan ingkar janji" Ucap Dygta.

"Maaf pangeran, perjanjian apa maksudnya?" Tanya Lesmana tidak mengerti.

"Apa Danum ada di kamar?" Tanya Purana, dia khawatir Danum mendengar semua pembicaraan mereka.

"Sedang tidur, aku telah memberi obat penghambat racun" Jawab Raditya.

"Baiklah, aku dan Dygta telah berjanji, jika Dygta berhasil membantu menyembuhkan mata Danum maka.. " pangeran Purana terdiam sesaat, lagi-lagi rasa sakit hinggap di hatinya.
"Aku akan melepaskan Danum untuk Dygta" Berat sekali Purana ketika mengatakan hal itu.

"Berengsek!" Maki Lesmana, geram sekali dia memandang Dygta yang menurutnya licik dan mengambil kesempatan dalam musibah orang lain.

Pangeran Purana mengambil lembaran lontar, dia menulis isi perjanjian mereka, setelah dibubuhi cap tangan miliknya dan Prabu Dygta, dia memberikan setempel simbol negeri Panca Arga.

Tanpa mereka sadari ternyata Danum mendengar percakapan mereka, diam-diam dia menangis.

"Aku akan memanggil Eyang Selaksa" Ucap Raditya, dia memanggil Empu Selaksa yang sedang membaca di  perpustakaan kaputren.

Begitu Empu Selaksa mereka pun melakukan pengobatan.

Dygta rasakan dadanya menyesak melihat keadaan Danum, mata Danum yang kelabu gelap kini terlihat membengkak pertanda racun yang bersarang kembali mengganas. Dygta menangis melihat itu semua.
"Danum, sabarlah sayang, sesaat lagi kau akan sembuh"

Empu Selaksa meletakkan bunga Teratai Bening di atas kening Danum dan dengan kesaktiannya Empu Selaksa mengambil tujuh tetes air mata di pipi Dygta. Tujuh butiran tetes air mata melayang lepas dari pipi Dygta dan jatuh di atas Teratai Bening.

"Sekarang darahmu anak muda" Ucap Empu Selaksa. Empu ini gerakkan jarinya, Dygta merasa ada sesuatu yang halus melesat ke keningnya. Entah apa yang terjadi tau-tau dari keningnya menetes darah. Lagi-lagi dengan kesaktiannya Empu Selaksa membuat tujuh tetes darah melayang lepas dari kening dan jatuh di atas Teratai Bening di kening Danum.

Empu Selaksa membaca satu rapalan mantera kesembuhan. Namun terjadi keanehan, biasanya begitu selesai merapal mantera Teratai Bening akan masuk secara gaib ke dalam kepala si sakit, tapi kini bunga itu cuma bergeming, tidak bergerak sama sekali. Empu Selaksa kerahkan hawa sakti dan kembali rapal mantera, namun tetap tidak terjadi apa-apa. Sampai keringat mengucur deras usahanya tetap sia-sia.

"Apa yang terjadi eyang?" Tanya Raditya yang menyadari ada keanehan.

"Bunga tidak mau tertanam. Pemuda ini bukan orang yang dicintai Danum" Jawab Empu Selaksa.

Mendengar itu semua Dygta terperangah tidak percaya.
"Tidak mungkin empu. Aku dan Danum saling mencintai sejak pertama bertemu hingga sekarang!" Bantah Dygta.

"Bunga ini tidak pernah berbohong tuan" Jawab Empu Selaksa, dengan kesaktiannya dia mengangkat dan membuang tujuh tetes darah dan air mata Dygta yang melekat di kelopak teratai bening.

"Benar empu, aku yakin Dygta adalah orang yang dicintai Danum. Pasti ada kesalahan. Aku mohon Empu, lakukan sesuatu. Aku ingin Danum sembuh Empu, aku ingin dia bahagia. Tolong Empu, cobalah sekali lagi. Aku mohon" Pangeran Purana bersimpuh di lantai, air matanya telah menetes jatuh.

Empu Selaksa gerakkan tangannya kepada Pangeran Purana. Pangeran Purana merasakan satu kekuatan aneh menyedot dirinya. Pangeran ini tersedot dan terseret ke samping Empu Selaksa.

Tanpa banyak tanya Empu Selaksa dengan cara yang sama mengambil air mata dan darah Pangeran Purana dan langsung diteteskan ke Teratai Bening.

Kembali mulutnya merapal mantera, saat itulah bunga mulai bergerak dan keluarkan harum semerbak, cahaya putih bersih yang lembut terpancar disertai seperti suara gelembung air.

Lalu siapapun di sana bisa melihat bunga itu perlahan-lahan tenggelam ke dalam kening Danum.
Untuk sesaat tubuh Danum pancarkan cahaya putih bersih itu, wajahnya yang semula pucat kembali berona. Ketika cahaya putih sirna kedua bola mata Danum pun kembali sempurna, bahkan kini terasa lebih indah dan sejuk dipandang.

"Kakang Purana! Kau telah pulang?" Danum raih tubuh Purana ke pelukannya lagi.

Semua orang yang awalnya tegang kini berseru bahagia. Pangeran Purana rasakan hatinya meleleh damai, ini benar-benar mengejutkannya. Dibalasnya pelukan itu dengan rasa haru.

"Kakang, aku hanya ingin hidup bersamamu. Tolong jangan jadikan aku jaminan ataupun syarat perjanjian. Aku bukan benda kakang. Aku manusia, aku punya hati" Ucap Danum pelan.

"Kau mengetahuinya?" Tanya Purana.

"Kakang, hanya mataku yang buta, tetapi hatiku tidak" Jawab Danum.

"Adik, kau sembuh! Kau sembuh!" Teriak Lesmana.
Raditya tak kalah bahagia.

Untuk sesaat semua orang di sana melupakan keberadaan Dygta.
Melihat semua yang terjadi hancurlah hati Dygta.
"Jadi benar, Danum sudah tidak mencintaiku lagi" Dygta gigit bibirnya. Diam-diam dia meninggalkan kediaman Purana. Bahkan terburu-buru dengan rasa kecewa dia raih kudanya dan meninggalkan istana Panca Arga.

Kini dia tiba di sebuah jurang.
"Oh dewata. Sandiwara apa yang tengah kau mainkan kepadaku? Tidakkah kau tahu rasa sakit macam apa yang ku rasakan? Inikah suratan takdirku?"

Dygta melangkah ke tepi jurang, air matanya jatuh begitu deras.
"Aku telah gagal, aku tak sanggup menahan malu dan hancur ini"

Dygta pejamkan mata, lalu lemaskan tubuhnya, dia siap jatuhkan diri ke mulut jurang. Ketika tubuh itu siap melosoh jatuh. Satu bayangan hitam berkelebat disertai bau harum semerbak.
Sesosok wanita bercadar hitam telah menyelamatkannya.
***

RENJANA DUA PRIA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang