2. Amar

5 3 20
                                    

Amar POV

Bersiul di pagi hari sambil merapihkan rambut, bukanlah sebuah dosa besar. Maka dari itu, saat ini aku sedang melakukannya. Benar kata orang, cinta itu buta, cinta itu tuli, dan cinta itu... memabukan. Ya, itu benar dan sebutlah aku sebagai seseorang yang tengah dilanda cinta.

Jika kalian berpikir aku tengah dalam masa pendekatan atau apalah itu, kalian benar. Namun, bilamana kalian berpikir bahwa ini baru terjadi seminggu yang lalu maka, kalian salah besar. Nyatanya aku telah melakukan pendekatan ini selama tiga tahun, dan selama itu pula wanita yang kuberi perhatian belum peka terhadap perasaanku. Mungkin salahku juga yang tak pandai dalam mengekspresikan perasaan ini.

Berbicara soal wanita yang aku sukai, dia ini tergolong sosok yang menarik di mataku. Terlebih lagi, matanya yang punya sorot dalam serta senyumannya yang sangat indah. Dia manis. Itu penilaianku terhadapnya saat pertama kali bertemu. Tapi, poinnya bukan itu, melainkan dari kepribadian yang dia miliki. Dia mampu untuk beradaptasi dimana pun dan kapan pun, dalam semua situasi dan kondisi. Entah hanya terjadi padaku atau juga yang lain, matanya seakan-akan seperti menyorotkan sesuatu yang membuatku menjadi nyaman. Bahkan melebihi itu.

Banyak yang bilang kalau dia ini jutek, sarkas, galak, cerewet, dan kurang peka. Semua itu memang benar adanya. Ya, setidaknya aku tahu karena tiga tahun ini kami sering bertemu untuk sekadar mengobrol sambil minum susu jahe. Tapi, sifat-sifat baik di dalam dirinya, pun tak kalah banyak.

"Amar, cepat!"

Instruksi dari sang penguasa rumah telah terdengar. Artinya, aku harus cepat-cepat keluar kamar dan menuju meja makan. Ya, sarapan di rumah ini tak akan dimulai jika seluruh anggota rumah belum berkumpul.

"Ya, sebentar bu." Balasku.

Setelah sampai di meja makan, aku segera menarik kursi dan duduk di sebelah Syasya, adikku yang masih duduk di kelas satu sekolah dasar.

"Kamu tuh ngapain aja si, Mar? Biasanya juga gak pernah lama kalau siap-siap." Ucap Ibu sembari mengambilkan nasi goreng untukku.

"Ya aku kan harus rapih bu, masa iya Amar udah ganteng tapi gak rapih, kan gak lucu." Ucapku yang kemudian mulai memakan nasi goreng buatan ibu.

Berbicara soal nasi goreng, kalian gak akan pernah nemu nasi goreng seenak buatan ibuku. Topingnya lengkap banget, dari kacang polong sampai acar aja ada di nasi goreng buatan ibu.

"Punya pacar, Mar?"

Aku tersedak mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh bapak. Langsung saja aku mengambil air milik Syasya dan meneguknya sampai habis. Ibu yang melihat kelakuanku, pun menggelengkan kepalanya.

"Hati-hati Mar, gak akan ada yang ambil nasi punyamu." Ucap Ibu.

"Amar kaget sama pertanyaan bapak, bu. Bukan takut ada yang ambil nasi goreng." Ucapku sambil mengusap bibir.

"Ya memangnya ada yang, salah? Gak ada, 'kan?" Dahi ibu mengernyit mempertanyakan pertanyaan bapak yang memang gak salah. Tapi, cukup bikin aku keselek sama nasi goreng.

"Ya memang gak ada," Gumamku.

"Memangnya kenapa, pak? Bapak gak akan bikin acara jodoh-jodohin Amar, 'kan?" Lanjutku menatap bapak yang baru saja menyelesaikan sarapannya.

Kulihat bapak terkekeh mendengar pertanyaanku "Enggak," Ucapnya. "Bapak penasaran aja sama foto cewek di dompetmu itu." Ucap bapak yang kemudian beranjak dari meja makan.

Tunggu, kok bapak bisa tahu kalau ada foto di dompetku?

"EH, BAPAK TAHU DARIMANA?"

°°°

PoliamoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang