Red Moonlight at the School

236 10 2
                                    

Tittle : Red Moonlight at the School

Rated : T

Character : Hakuba Saguru, Akako Koizumi

Genre : Romantic, Slice of Life, Paranormal Activity

Atention : I don't take any profit from this fan fiction. Disclaimer character belongs to Magic Kaito, Aoyama Gosho, A1 Pictures, TMS Studio, and Shogakukan Inc.

Pict source : https://pin.it/2cdNsue

Write by : Kichan Kudo

Enjoy

.

.

.

.

.

Purnama merah adalah pertanda bagi para paranormal untuk berkumpul. Membagi informasi dan menambah energi, memerintah alam ghaib dan memberikan tugas bagi para arwah jahat yang terbelenggu emosi.

Salah satu penyihir yang sedang melakukan ritual malam ini adalah Akako Koizumi, keturunan seorang penyihir legendaris yang mampu mengendalikan cuaca dan membuat orang mati dari jarak jauh. Meskipun, pemilik senjata pedang melengkung berbentuk sabit itu menganggap bahwa membunuh dalam senyap adalah pekerjaan yang kotor. Ia lebih suka berusaha layaknya manusia normal yang tidak bergantung pada kekuatan super. Tetapi di sisi lain, dia juga ingin mengendalikan banyak hal.

Salah satunya adalah hati seseorang. Kaito Kuroba.

Di atas atap SMU Ekoda, siswi SMU berambut panjang merah gelap itu menatap sendu kendi berisi air mendidih. Asistennya sudah menyiapkan berbagai perlengkapan yang dibutuhkan seperti kaki kodok, sebelas kelabang kering, bunga kamelia, dan sebotol kecap asin. Tidak lupa juga separuh jeruk lemon dan bangkai tikus hanya bagian telinganya saja.

Kini kakinya mantap menjejak semen keras. Dagunya terangkat menantang rembulan yang tertutup awan tipis. Kedua tangannya merenggang ke samping; sigap memasukkan berbagi bahan untuk pelaksanaan ritual.

Ia mengaduk kendi seperti memasak sup ayam. Membaca mantra dan menodongkan tongkat sehingga kendi itu mengeluarkan cahaya merah kehitaman.

"Wahai penguasa kegelapan! Pengendali jerat-jerat kenistaan yang mulia. Pemilik jiwa-jiwa rusak yang meronta dibebaskan dari kejinya hukuman. Berikanlah! Berikanlah aku cara untuk menghancurkan kekuatan Kaito Kuroba dengan berbagai upaya agar dia menjadi milikku!"

Suaranya menggema di kegelapan malam. Gemerisik angin yang menggerakkan dedaunan seolah ikut bergidik ngeri mendengar permintaannya.

Awan hitam bercahaya merah membentuk naungan di atas kepala Akako. Gadis itu mendongak penuh keyakinan. Kali ini pasti berhasil, gumamnya.

Lantas, sekumpulan awan itu membentuk wajah seram. Mata terbelalak dengan tatapan tidak suka. Namun, gumpalan awan itu menunduk hormat dan patuh pada pemiliknya. Ya, Akako sudah terikat janji dengan dunia kegelapan. Dia akan menukarkan apa saja demi suatu kehidupan yang diimpikan. Sekalipun usianya harus berkurang seiring dengan berjalannya kesepakatan.

"Lucifer Sirisdous! Berikan aku cara untuk menghancurkan dia!"

"Yang Mulia Akako," suara berat dan terdengar kesulitan mengeja itu merendahkan suaranya. "Aku menemukan satu cara yang mungkin sedikit berbahaya. Berikanlah ia mantra dalam kertas yang berisi kode-kode untuk menuju perpindahan waktu dalam rasi bintang sirius. Pastikan dia tidak membuang kertas itu selama tiga hari dan pada hari keempat Anda harus menciumnya atau dia akan mati."

Tidak lama, selembar kertas muncul dari kendi. "Tulislah mantranya dengan darah di jari Anda. Besok pagi-pagi sekali Anda harus memberikannya langsung, jangan sampai dipegang atau dititipkan kepada orang lain."

Awan itu menghilang dengan sapuan angin yang kencang. Api unggun untuk mendidihkan kendi mulai meredup dan berasap karena kehabisan kayu bakar. Akako mengambil kertas dari kendi tanpa mempedulikan panas yang membuat kulitnya melepuh. Ia berlutut; melukai jarinya dengan pisau kecil, dan mulai menulis berbagai jenis kode penyihir yang hanya dimengerti oleh sesama penyihir.

Dengan darah.

Terdengar tepuk tangan dari arah tangga.

Akako menoleh waspada. Mantranya belum selesai ditulis. Tangannya mengepal bersiap menghadapi kemungkinan terburuk.

"Persiapan yang sangat spektakuler sekali, Nona."

Suara sepatu laki-laki itu terdengar mengintimidasi, tetapi langkahnya santai dan sama sekali tidak berniat menyerang.

"Tak kusangka untuk festival sekolah yang tidak terlalu penting itu kau mempersiapkan petunjuk yang baik. Padahal anak-anak di sekolah lain hanya bermodalkan akuarium bulat yang diisi dengan lampu untuk membaca horoskop dan memberikan prediksi zodiak omong kosong."

Hakuba Saguru berhenti melangkah ketika Akako bangkit. Terlihat darah segar masih menetes di ujung jari telunjuknya.

"Natural sekali," Hakuba melangkah lagi, "tetapi kau bisa kemasukan bakteri pemakan daging. Belum lagi tadi kau memasukkan hewan-hewan aneh tanpa sarung tangan. Pasti kotor sekali, bukan?"

Akako membelalak. "Se-sejak kapan kau di sini?!"

Hakuba tidak menjawab, terus melangkah maju dan meraih tangan Akako. Dia merogoh saku celana dan mengeluarkan kain putih bersih; segera menahan pendarahan di jari Akako sambil menggelengkan kepala. "Kenapa, ya, ada orang yang mati-matian mengejar orang yang sama sekali tidak mencintainya?"

Kening Akako berkerut. Tatapannya menjadi kesal. "Apa maksudmu?"

"Tidak, tidak. Aku berbicara pada diriku sendiri. Saat kau masuk ke sekolah ini, aku sempat terpesona denganmu, lho."

Akako membatin. Di semua sekolah memang dialah yang selalu menjadi pusat perhatian. Karenanya ia jengkel setengah mati ketika tahu ada satu laki-laki yang tidak bisa ditaklukkan. Kaito. Hanya laki-laki itu yang tidak bisa diraih dengan sihir apapun. Bahkan saat satu kelas memberinya cokelat valentine, Kaito justru tidak mempedulikannya. Apa yang salah dengan dirinya?

"Nona, kau sudah cantik. Kupikir kau tidak perlu merendahkan dirimu untuk dicintai seseorang."

Refleks, Akako menampar Hakuba sangat keras. "Kau tidak tahu apa-apa! Orang sepertimu tidak mengerti tentang cinta!"

Yang ditampar hanya tersenyum. Bola matanya mengikuti tetesan air mata yang jatuh di pipi Akako. Tangannya segera mendarat ke wajah gadis itu dan menghapus air matanya. "Cinta tidak seharusnya membuatmu menangis sakit. Cinta sewajarnya memberimu air mata bahagia. Bagaimana kau bisa menemukan cinta jika setiap saat yang kau rasa adalah luka?"

Penyihir muda itu tercenung. Mendadak dadanya sesak sekali.

"Sekalipun kau mendapatkan cintanya dengan sihir, kau akan menyesali bahwa sesungguhnya hatinya sama sekali bukan untukmu. Bukankah menjadi hampa jika ternyata orang lain berbuat baik kepada kita karena pengaruh sesaat dari sesuatu yang bukan dari dirinya? Seperti air yang dipaksa mendidih; ketika apinya mati dia menjadi dingin lagi.

"Bukalah hatimu, Nona. Jangan tutupi ia dengan kabut menyala sehingga kau tidak tahu bahwa dirimu istimewa. Karena orang yang sungguhan tulus mencintaimu, tidak akan dengan sengaja membuatmu terluka. Orang yang tulus menyayangimu, tidak akan membiarkan kau berkubang di dalam lumpur hisap yang gelap. Dan orang yang sungguhan peduli padamu...."

Isak tangis Akako merobek dinginnya malam di atas atap sekolah. Bulan purnama merah semakin terang dipandu dengan bintang-bintang.

Hakuba memeluk gadis itu dalam keheningan. Ia melanjutkan kata-katanya dalam bisikan. "Maukah kau menghentikan semua hal yang sia-sia ini dan menjalani kehidupan yang berharga selamanya bersamaku?"

~Fin

Malang, 20 November 2021

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kumpulan Fan Fiksi Detective Conan & Magic Kaito Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang