IX

500 95 12
                                    

10 Tahun sudah waktu berjalan. Semua masa depan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Mereka yang memiliki jalan masing-masing dan hidup dengan kebahagian mereka sendiri. Mereka yang sudah berusaha untuk masuk ke titik akhir kehidupan dan mereka yang sedang mencoba memulai awal kehidupan.

Izana berdiri di antara anak-anak, dia membagikan makanan kecil kepada mereka. Hari ini adalah jadwal pria itu untuk mengunjungi panti asuhan. Sebulan sekali pria itu akan datang dan duduk di ruangan itu, ruangan di mana sang pujaan hati muncul.

"Kurokawa-san, kenapa kau sering berkunjung? Apa perusahaanmu tidak membutuhkanmu?" Tanya seorang anak kecil menatap Izana.

"Sudah menjadi kebiasanku untuk berkunjung dan untuk pekerjaan, aku punya pelayan yang bisa diandalkan," ucap Izana mengelus kepala anak kecil tersebut.

"Ohh paman yang tampan itu ya?" Tanya seorang gadis dengan rambut hitam legam. Izana tertawa mendengar itu, seorang anak kecil menganggap Kakucho tampan padahal memang faktanya pria itu tampan.

"Paman, kemarin aku melihat berita bahwa perusahaan paman menjadi pemasok terbaik di Jepang, eum tapi aku tidak mengerti yang aku mengerti adalah kata terbaik se-Jepang," ucap salah satu dari mereka.

"Terima kasih untuk pujiannya, itu berkat seseorang juga," ucap Izana.

"Siapa? Apakah ada paman tampan yang membantu Kurokawa-san untuk membangun Tenjiku?" Tanya salah satu dari mereka penasaran.

Izana hanya tersenyum dan mengelus kepala mereka lalu berkata, "Jika orangnya sudah muncul, aku akan memperkenalkan dia kepada kalian."

"Dia cantik?"

"Iya, sangat cantik, rambutnya hitam legam seperti milik Himawari," Izana mengelus rambut salah satu anak di sana, "Lalu matanya berwarna hitam, bagaikan batu obsidian."

Izana terdiam sejenak, berusaha mengingat wajah gadis yang sudah 12 tahun menghilang dan tidak muncul lagi dihadapannya. "Dia akan memberikan sebuah pelukan yang hangat bahkan tanpa kau memintanya," ucap Izana berjalan masuk bersama anak-anak di sana.

"Wahh!! Aku tidak sabar untuk melihatnya!"

"Nah kalian sekarang masuk ke kelas, jangan sampai ketinggalan pelajaran," ucap Izana menginstrupsi anak-anak untuk masuk ke kelas mereka sedangkan Izana kembali pada tujuannya datang ke panti asuhan.

Dia berjalan melewati lorong gedung. Semakin gelap lorong itu maka akan semakin dekat kau menuju ruangan tersebut. Pintu dengan hiasan bunga di sana terpajang. Izana mengganti pajangan bunga di sana dengan bunga segar yang sudah dia beli.

Pintu dibuka dan cahaya hangat menerangi dirinya. Semua yang ada di sana tidak pernah berubah dan ada pada tempatnya. Bangku, meja, rak buku, dan lainnya masih tertata rapih di sana menunggu sang puan untuk kembali dan menggunakan mereka lagi.

Izana berjalan menuju meja yang biasa [Name] gunakan untuk membuat teh. Pria itu selalu mengisi teh di sana dan menggantinya dengan yang baru. Gelas yang selalu dia cuci agar selalu bersih. 

Izana menuangkan air panas dan beberapa bunga anyelir. Jujur saja awalnya Izana tidak pernah menyukai teh dengan bahan selain daun teh namun karena penasaran dengan rasa bunga-bunga yang selalu [Name] minum, dia mulai mencobanya dan menurutnya itu tidak buruk.

Setelah menyeduhnya, dia duduk di bangku menghadap salah satu bangku tempat [Name] biasa duduk. Pria itu membuka salah satu buku yang sudah dia bawa. Selalu membawa banyak novel berbeda untuk dibaca setiap berkunjung ke sana, seakan sudah menjadi kebiasaan.

Suara pintu terbuka membuat Izana berdecih. "Kakucho, sudah aku bilang untuk mengurus semua keperluan meeting hari ini, aku tidak akan ikut dan aku serahkan semuanya kepadamu," ucap Izana tanpa memalingkan wajahnya dari buku.

Sedangkan orang yang ada di depan pintu hanya tersenyum menanggapi perkataan Izana. Izana yang kesal karena tidak ada pergerakan apapun dari lawan bicara langsung berpaling dan mematung ketika melihat orang yang ada di depan pintu.

Orang itu tersenyum ke arah Izana. Rambutnya semakin panjang bahkan lebih dari sebelumnya, matanya semakin bersinar dari sebelumnya bahkan terlihat lebih hidup seakan dia sudah menemukan sesuatu yang mengisi jiwanya. 

"Izana, tadaima." Suara lembut yang terdengar seperti simponi. Suara yang selalu dia rindukan dan menjadi satu-satunya obat dalam kerinduan tersebut.

"[Name], okaeri."




THE END

THE END

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







p.s : Jangan lupa tinggalin jejak di cerita ini, ayok jangan jadi silent reader. 

https://trakteer.id/zeandione/tip

Atau ada yang niat buat jajanin gue somay. Makasih sebelumnya.

Magic Shop || Izana KurokawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang