Suara pintu diketuk cepat. Claudia yang tengah asik bergelung di dalam selimut dibuat merengut kesal. Dengan rambut acak-acakan kakinya berjalan menuju pintu. Akan semakin berisik jika dia menghiraukan suara itu.
"Kak, kau sungguh berisik. Ini akhir pekan. Biarkan aku tidur lebih lama lagi," pintanya.
Lelaki tinggi di depannya tak bergeming. Hanya tersenyum begitu lebar hingga dua matanya tak lagi kelihatan. Tak bersuara, diangkatnya tubuh sang gadis layaknya karung beras. Claudia melotot, lantas memberikan pukulan bertubi pada punggung orang yang membawanya.
Tak kunjung mendapat respon bahkan saat ia sudah mencoba menggigit sang pelaku. Claudia pasrah, kakaknya memang susah untuk ditaklukan. Ia di dudukkan di meja makan, makanan kesukaannya terhidang disana. Salmon panggang yang tampak begitu nikmat lengkap dengan beberapa sayuran.
"Makan, lalu mandi." Titah sang kakak. Alexian Damanta. Tak lagi menolak, Clau menghabiskan makanannya.
Tepat jam 10 pagi keduanya siap berangkat. Entah menuju kemana. Mobil yang membawa mereka berlalu mengintari tebing yang cukup curam.
"Clau, kau masih ingat dengan mama?" Tanya Alex.
"Kak, tak usah mengungkit soal mama di hadapanku." Membuang wajahnya menatap jendela, suasana hatinya langsung berubah drastis. Ia begitu membenci kejadian itu yang terjadi 3 tahun lalu.
Alex menghela nafasnya, menabrakkan diri pada pagar pembatas jalan membuat mobil mereka jatuh menuju dalamnya jurang.
"ALEX, KAU GILA!" marah Clau bercampur panik. Walau tak membuatnya mati, rasa sakitnya hanya akan membuatmu untuk segera tiada.
Sebuah lingkaran api terbentuk di depan mereka, mobil hitam yang dikendarai masuk ke situ lalu mendarat pelan. Suasana seketika berubah, bukan hutan seram dengan pepohonan tinggi namun ladang bunga dengan matahari yang cukup terik. Tunggu, bukannya ini masih musim gugur?
Wajahnya pucat pasi. Menatap sang kakak yang menahan tawanya. Tak sanggup, tawa yang begitu keras meluncur dari bilah bibir yang lebih tua.
"Turunlah, akan kuperkenalkan dengan seseorang," ucap Alex sambil menyeka air matanya. Wajahnya masih tersenyum mengejek menatap sang adik yang tengah merajuk.
Mengikuti sang kakak, mereka masuk ke bangunan tua yang penuh dengan nilai artistik. Claudia sampai kagum dibuatnya. Pintu terbuka sendiri, perempuan paruh baya tampak telah menunggu mereka.
Wibawa terpancar dari senyumannya. Clau ingat wajah itu. Wajah yang mirip dengan mendiang sang ibu namun tak begitu hangat.
"Masuklah sayang. Silahkan duduk." Ucap wanita tadi berjalan ke meja kerjanya.
Mengekori sang kakak, Claudia masih bungkam saja sedari tadi. Dirinya malas mengingat memori yang begitu pedih.
"Claudia, bukan?" Tanyanya memastikan.
Clau mengambil nafas panjang, agak malas namun ia tak enak bila bersikap tak sopan dihadapan wajah yang mirip sang ibu.
"Benar nyonya." Sang wanita tertawa renyah. Mirip dengan tawa ibu mereka.
"Tak usah memanggilku nyonya sayang. Aku bibi kalian. Kau mungkin sudah tau bahwa Grace punya saudara kembar. Aku Gisella, kau bisa memanggilku bibi Gisel. Kau akan mulai tinggal disini sayang. Ku harap kau akan betah."
Claudia mengerutkan dahinya. Hah? Apa-apaan ini? Tidak ada pemberitahuan bahwa mereka akan pindah. Matanya tajam menatap sang kakak. Menuntut penjelasan.
"Biar aku yang jelaskan sayang. Pasukan hitam sudah semakin aktif bergerak. Disini tempat berkumpulnya anak-anak spesial seperti dirimu. Kami sebagai penjaga juga pembimbing." Jelas Gisella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Is It Happy Ending?
Fantasy"Kalian menggunakan sapu terbang disini?" "Hah? Darimana pula kau dengar hal kuno seperti itu?" "Lihat ada yang melangsungkan duel di aula!" "Ehh, siapa? Aku ingin lihat." "Xing Hee dan Kak Himeko. Ayo lihat bersama! Kapan lagi melihat Ketua osi...