II

12 1 0
                                    

Help, I lost myself again
But I remember you

***


Aruna berhenti sejenak menegakkan tubuhnya sembari membaca harga-harga tiket tepat di depan penjualan karcis. Setelah menimang cukup lama dan membuat keputusan, ia membuka dompet. Sial. Pasti bunda mengambil seluruh harta karunnya sampai dompet kulit cokelat itu kering sekarang. Hanya ada beberapa struk bekas belanja dua tahun yang lalu disana. Untung saja  kartu-kartu yang kiranya penting masih bertengger manis dalam dompet yang kosong melompong itu.

Lantas Aruna memasok oksigen begitu rakus dan menghembusnya kasar. Ia benar-benar yakin tidak lama lagi bunda pasti menemukannya jika ia masih disini. Dengan ribuan resah gadis itu terduduk di bangku kayu depan loket setelah menyandarkan kruk tepat disamping gadis itu sendiri. Begitu lama ia menatap ujung sepatu kets dengan pandangan tak berarti. Hanya bunda-lah yang mengusik pikirannya sekarang. Sirna sudah impiannya untuk pergi menyembuhkan sakit batin yang telah lama bersemayam lama dalam ulu hati gadis itu.

Dengan heran dan tatapan menelisik seorang pemuda menatap wajah dan sepatu Aruna bergantian dari ujung kursi kayu. Merasa janggal pemuda itu memberanikan membuat interaksi antara keduanya. Barangkali gadis itu mabuk atau bagaimana. Tidak baik juga seorang wanita sendirian di stasiun pagi buta dengan keadaan seperti itu.

Tanpa mengucap barang sepatah kata, pemuda itu berjongkok perlahan. Jemari lentik nan merah muda pada ujung karena dimakan hawa dingin itu bergerak kesit menali sepatu Aruna. Sedangkan Sang Empu yang terkejut hanya bisa membulatkan matanya. "Lain kali dilihat lagi sepatunya kalau mau pergi." Ucap pemuda itu mempertemukan manik keduanya dengan posisi ia masih berjongkok dan Aruna yang duduk. Mana sempat? batin gadis itu. Bahkan sampe sepatunya lecet dan robek pun ia akan tetap berjalan kemanapun ia mampu.

"Terima kasih." Balas Aruna sebagai tanda kebaikan hati dan balas budinya atas jasa tali-temali tersebut.

"Jika saya boleh tahu, kereta Anda tujuan mana?"

"Tidak ada. Uangku dicuri. Jadi aku tidak bisa membeli tiket." Ucap Aruna penuh dusta. Aruna tak begitu mampu melakukan kontak mata dengan lawan bicaranya ini. Entah mengapa. Padahal perawakan pemuda itu baik-baik saja. Hanya saja ia merasa sangat aneh sebab begitu lama ia tak pernah bercengkrama dengam orang lain selain bunda dan suster.

"Mungkin saya bisa membantu tentang tiketnya. Sebutkan saja Anda ingin kemana, biar saja yang membeli."

"Sebenarnya saya sendiri juga tidak mengerti ingin kemana. Saya tidak ada tujuan pasti." Aruna menggigit ujung bibirnya gelisah. Ia benar-benar bersyukur pemuda itu membantunya. Tapi bagaimana dia membeli tiket tanpa tahu tujuan pasti ia akan pergi kemana. Dan jangan lupakan pemuda di hadapannya ini masih merupakan orang asing.

Pemuda itu mulai mengerti bahwasannya Aruna tidak baik-baik saja. Meski tak begitu tahu apa latar belakang keresahannya, pemuda itu yakin Aruna ingin pergi dari sini. Dari Jakarta. Sebuah keputusan mustahil pun ia buat dan lambungkan ke udara hingga gendang telinga gadis lawan bicaranya dapat menjangkau dan menerka maksud pemuda itu. "Kalau begitu mau ikut saya saja ke Bandung?" Pemuda itu lantas tersenyum manis yang Aruna artikan sebagai senyuman yang tulus hanya berniat untuk membantu. "Jangan pikirkan soal uang. Sungguh saya hanya ingin membantu. Saya tidak begitu mengerti dan pandai menafsir atas apa yang terjadi dengan Anda. Tapi saya rasa Anda ingin pergi begitu jauh dari sini. Begitu pun saya." Tuturan penjelasan yang memiliki cukup makna untuk dimengerti itu terdengat sangat ikhlas. "Jadi bagaimana?"

Aruna mengangguk dan tersenyum tipis pada pemuda itu. Kemudian laki-laki baik hati yang tadi sempat menali tali sepatunya itu beranjak kembali ke loket untuk memesan selembar tiket baru untuk Aruna.

"Mari? Keretanya sudah datang." Pemuda yang Aruna belum ketahui namanya itu mengulurkan tangan membantunya berdiri tegap yang kesusahan karena harus mengurus kruknya terlebih dahulu. Menuntun dirinya perlahan sampai kedua insan itu terduduk dalam gerbong kereta.

Dan disanalah mereka berdua. Dalam gerbong kereta yang masih sepi penumpang. Melakukan perjalanan tak terduga dari Jakarta ke Bandung.

to be continue

Six Feet Under | Jeno ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang