Manakali kunyahan mereka berhenti, rencana lain muncul menjadi pelengkap perjalanan mereka. Aruna pun menyesap sisa cokelat hangat di cangkir dengan warna dominan putih polos. Setelah dirasa tak ada lagi sisa cokelat hangat dalam cangkir barang setetes saja, ia kembali mengenakan topi.
Satria yang lebih dahulu menyelesaikan hidangannya menelisik gadis itu penuh makna dan perasaan. Aruna terlihat sangat cantik. Tidak, Aruna memang cantik. Hidung mancung, alis, bentuk matanya terlihat begitu sempurna–meski harus Agas akui bibirnya tak semerah orang-orang normal biasanya, pucat pasi. Ia ubah tatapan menelisik itu dengan tatapan lembut sebelum mengudarakan sebuah pertanyaan singkat. "Mau kemana lagi setelah ini?"
"Kamu bertanya pada orang yang salah. Aku tidak pernah ke Bandung." Aruna mendesis dan menyelipkan beberapa kalimat tambahan dengan volume suara yang begitu kecil hingga pemuda di depannya tak dapat menggapai gema suara milik gadis itu. "... bahkan keluar rumah sakit pun tidak pernah."
"Aruna mau jalan-jalan saja?" Pemuda itu bertanya dengan masih memusatkan gelap pada netra lawan.
"Boleh. Kamu tour-guidenya disini." Aruna tersenyum tipis. Membuat kerut kelopak matanya terlihat begitu bebas dan bahagia. Lantas demikian dengan tempo detak jantung Satria yang bersorak ikut gembira.
Mereka memulai perjalanan tanpa tujuan itu kembali. Jalanan Bandung saat itu tak sepadat yang mereka berdua kira. Lenggang dengan arus yang ramai lancar. Klakson mobil dan sepeda masih menguar menyapa gendang telinga. Lampu-lampu jalan Bandung dengan bentuk dan warna khasnya bertengger teduh sepanjang jalan.
Langkah kedua insan itu berhenti seketika saat menemui perempatan jalan. Satria dan Aruna sibuk menoleh ke kanan dan kiri bermaksud untuk mengawasi kendaraan saat hendak menyebrang. Dengan penuh kehati-hatian Satria menggenggam lembut tangan kanan Aruna. Menuntun perlahan gadis itu menyebrang jalan.
Aruna tak dapat lagi mengelakkan ledakan euforia yang terasa seperti aliran listrik. Mengejutkan seluruh sendiri tubuhnya. Membuat raga rapuh itu kesulitan bernapas dengan tenang. Mungkin ini balasan Tuhan atas kesabarannya menunggu selama ini. Dipertemukan dengan laki-laki baik meski hanya sehari saja. Bukannya egois, tapi haruskah dengan tanpa tahu diri ia menjulangkan seutas doa agar Satria berada disisinya lebih lama meski bukan selamanya?
to be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Six Feet Under | Jeno ✅
FanfictionKetika Satria menyelami kedua iris kecoklatan Aruna, ada sebuah lara yang ia rasa sudah terpendam terlalu lama. Burung-burung pun menjawab doanya agar dapat menghabiskan waktu sedikit lebih lama lagi. Membiarkan air laut menyapu ujung kaki mereka...