Perjalanan dari Jakarta ke Bandung bukanlah perjalanan yang memakan waktu singkat. Tiga jam penuh mereka harus duduk dalam gerbong itu hingga kereta berhenti tepat di lokasi tujuan tanpa transit. Tak banyak penumpang dalam gerbong yang dipilih oleh pemuda itu-tampak lenggang untuk dilihat. Matahari pun sudah bertengger diatas langit dengan elegan karena pesona sinarnya yang menghangatkan setiap insan.
Hanya tinggal satu jam saja sampai mereka tiba di Bandung dan keduanya masih enggan membuka suara hingga pemuda itu berani mengudarakan suaranya terlebih dahulu. "Nama Anda siapa jika saya boleh tahu?" Namun lawan bicaranya hanya menunduk saja tanpa menghiraukan pertanyaan yang pemuda disampingnya lontarkan. Merasa diabaikan pemuda itu menerka raut wajah gadis disebelahnya begitu dalam sampai kekehan kecilnya muncul ketika netranya menangkap gadis itu tertidur lelap dengan posisi yang sangat tidak nyaman. "Kalau begitu perkenalkan, Saya Satria Atmaraja. Kamu boleh panggil saya Satria." Telapak tangan Satria menangkup kepala Aruna untuk bertumpu pada pundaknya. "Haruskah saya panggil kamu Cantik?" Lanjutnya menangkap pantulan kedua insan itu melalui kaca gerbong di seberang mereka.
Waktu terus berjalan hingga kereta itu berhenti di stasiun yang mereka tuju. "Cantik? Kita sudah sampai," Satria mengusap-usap surai gadis itu hingga wajahnya dapat dilihat sempurna. Garis rahang tirusnya nampak begitu tegas.
Aruna mendongakkan wajah untuk menatap kedua netra Satria yang sirna karena Sang Empu tersenyum kelewat manis. "Ah! Maaf sungguh. Apa pundakmu sakit?" Sialan batinnya. Aruna tersadar jika pasti ia tertidur begitu pulas di pundak pemuda yang notabennya orang asing itu. Tetap saja. Meskipun ia terlihat baik, Aruna tak seharusnya seceroboh itu. Sebab manusia bisa berubah menjadi jahat kapanpun mereka ingin.
"Kepalamu pasti pening ya? Duduk saja dulu. Masih ada sepuluh menit,"
"Tidak. Kita bisa pergi sekarang." Lantas Aruna berdiri begitu saja melupakan kakinya yang masih membutuhkan bantuan kruk untuk dapat berdiri dengan sempurna. Karena kebodohannya itu, Aruna merasa tubuhnya tak seimbang dan limbung ke arah samping-tepat di depan Satria.
Untungnya dengan sigap Satria menangkap tubuh gadis itu. "Pembangkang." Ucap Satria dengan nada penuh intimidasi sembari tangan lainnya meraih kruk milik Aruna untuk membantu gadis itu sendiri. Aruna sendiri jadi merasa tak enak hati.
Saat kedua insan itu melangkah keluar sedikit demi sedikit dari stasiun dan berjalan di trotoar Kota Bandung, tak banyak percakapan yang mengudara di antara mereka. Satria dan Aruna berjalan beriringan menikmati semilir angin yang lumayan dingin. "Ngomong-ngomong..." Ucap Aruna menggantung sembari melihat tali sepatu kets miliknya yang terikat sempurna. "Siapa nama kamu?"
Satria yang tadinya memfokuskan pandangannya pada jalanan sekarang menitik beratkan netranya pada netra lawan bicara yang sedikit tertutup oleh topi. "Aku sudah berkenalan tadi dalam kereta." Satria terkekeh kecil ketika ia menyadari bahwa dirinya ikut memakai Aku-Kamu sekarang.
"Curang. Aku kan tidur." Bibir Aruna mengerucut yang mana menurut Satria hal itu terlihat sangat menggemaskan. "Kalau begitu aku Aruna. Senang bertemu denganmu orang baik." Aruna mengulurkan tangannya agar mereka berdua dapat berjabat tangan. Simbolisnya mereka telah saling mengenal dan siapa tahu saja bisa menjadi teman.
"Ya. Senang bertemu denganmu, Aruna." Satria menerima uluran tangan itu tanpa mengucap namanya. Ia menyentuh telapak tangan putih pucat nan dingin milik Aruna. Mereka pun menutup percakapan singkat dengan senyuman tipis satu sama lain.
to be continue
" Jadikan aku sanggahmu untuk berjalan kemanapun kau mau. Sebab dimana kau singgah, hatiku akan menetap disana."
Satria Atmaraja
KAMU SEDANG MEMBACA
Six Feet Under | Jeno ✅
FanfictionKetika Satria menyelami kedua iris kecoklatan Aruna, ada sebuah lara yang ia rasa sudah terpendam terlalu lama. Burung-burung pun menjawab doanya agar dapat menghabiskan waktu sedikit lebih lama lagi. Membiarkan air laut menyapu ujung kaki mereka...