Bumantara terlukis indah dengan awan-awan kelabu menghias. Gradasi warna jingga hingga merah cerah begitu elok dipandang. Kala itu, ombak tak melayangkan arus deras. Mereka mengalir tenang membuat seluruh jiwa-jiwa yang meronta kesakitan sedikit lebih terobati.
Aruna dan Satria yang sedari tadi terduduk manis beralaskan pasir putih menikmati langit dan laut secara bergantian. Tak ada ucapan yang mengudara di antara mereka hingga Sang Gadis menawarkan sesuatu, "Ayo mendekat ke laut! Ujung kaki kita belum basah sama sekali."
Satria menatap uluran tangan Aruna yang telah beranjak dari duduknya-berdiri sempurna tepat di depan Satria. Tanpa berpikir panjang Satria menerimanya. Mereka berdua pun menghabiskan senja dengan buncahan euforia yang tak dapat dideskripsikan.
"Aruna?... berjanjilah untuk pulang." Ucap Satria parau bersahutan dengan debur ombak.
"Kenapa selalu meminta itu?" Aruna yang berada di gendongan punggung Satria menjawab seakan tak mau kalah. Pasalnya gadis itu benar-benar tak ingin pulang. Bahkan tak ada yang pantas ia sebut rumah di dunia ini.
"Kalau kamu mau pulang, aku akan bilang siapa namaku. Aku akan menuruti permintaanmu sampai nanti malam kita kembali ke Jakarta. Deal?" Satria menoleh sedikit ke arah kanannya meski ia tak dapat melihat jelas air muka Aruna.
"Kamu curang... baiklah." Aruna merasa sedikit kecewa tapi ia juga dibunuh rasa penasaran karena Satria tak kunjung menyebut namanya. Lalu dengan berani gadis itu memeluk leher Satria lebih erat dari belakang. Mencium aroma mint khas yang menyeruak indera penciumannya. Sedangkan tuan yang dipeluk diam-diam tersenyum tipis atas tingkah Aruna.
Mereka kembali terduduk di atas pasir setelah bermain-main dengan air. Sang Surya pun sudah perlahan tenggelam membuat semburat warna jingga mendominasi penuh cakrawala. "Ah!" Pekik Aruna reflek meremat dadanya saat nyeri datang tiba-tiba tanpa permisi. Sakit itu ia salurkan pada paha. Aruna remat pahanya sendiri dengan tangan kanan, begitu kuat. Nyeri itu benar-benar mengganggu quality timenya menikmati betapa elok senja dengan Satria disampingnya.
Satria yang terlihat begitu khawatir sekaligus iba mengambil niat untuk membantu Aruna. "Kita ke rumah sakit ya...?" Sarannya begitu lemah lembut pada Aruna yang masih mengerang kesakitan.
"No, it's okay. I can stand it."
"Tapi, Ru..."
"I've told you- right? I'm... okay."
"Then use this." Satria menggenggam tangan kanan gadis itu-bermaksud agar ia tak menyakiti pahanya lebih dalam lagi karena dapat Satria lihat rematan atas pertahanan rasa sakit itu sangat berat, meninggalkan bekas rematan yang begitu terlihat di celana panjang rumah sakitnya.
Lantas tangan kanan Aruna meremat kuat tangan kiri Satria. Membagi sedikit rasa sakitnya dengan pemuda baik hati itu.
to be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Six Feet Under | Jeno ✅
FanfictionKetika Satria menyelami kedua iris kecoklatan Aruna, ada sebuah lara yang ia rasa sudah terpendam terlalu lama. Burung-burung pun menjawab doanya agar dapat menghabiskan waktu sedikit lebih lama lagi. Membiarkan air laut menyapu ujung kaki mereka...