3

86 9 2
                                    

"Levi."

Erwin menatap kepercayaannya yang sedari tadi menatap keluar jendela.

"Kau tak menjawab panggilanku, apa yang sedang kau lihat?"

Erwin mengikuti arah pandang Levi. Oh, ternyata sedang ada pesta dibawah. Entah pesta atau apa, yang jelas dibawah sana, orang-orang sedang menari dan bernyanyi bersama. Suatu pemandangan yang langka.

"Apa kau ingin bergabung bersama mereka?"

"Coba lihat lagi.", jawab Levi.

Erwin melihat lagi gerombolan orang-orang itu. Oh, jadi ada Petra disana sebagai centernya. Dia seperti memimpin orang-orang yang sedang bernyanyi itu.

"Hmm... Jadi itu yang kau lihat."

"Tch, aku yakin dia pasti akan kembali merengek padaku untuk menerima dia lagi."

"Kalau dia melakukan itu, apa yang kau lakukan?"

"Menolak tentu saja. Setelah apa yang dia perbuat padaku kemarin.", jawab Levi tegas.

"Aku tak yakin soal itu. Yah, tak kusangka prajurit sehebat Petra memilih mengundurkan diri. Rasanya seperti kehilangan separuh prajurit hebat yang kumiliki."

"Hebat apanya? Omong kosong."

Erwin hanya tersenyum. Jauh dihatinya, dia yakin jika perkataan Levi tak sepenuhnya benar. Setelah mendengar penjelasan dari anggota pasukan Levi, Erwin memaklumi alasan mengapa Petra memilih keluar. Sebenarnya, Erwin tak masalah jika Petra ingin mengikuti seleksi, lagipula itu juga impiannya. Seegoisnya Erwin, namun dia tak akan mengusik kehidupan pribadi prajuritnya.

Namun sebenarnya yang menjadi alasan terbesar Petra keluar adalah Levi. Sebagai atasannya, Levi tak mengijinkan Petra melakukan hal lain selain menjaga umat manusia. Levi khawatir Petra fokusnya terbagi menjadi dua, meskipun Erwin sendiri yakin jika Petra bisa membagi waktunya. Erwin tak habis pikir dengan cara didik Levi. Pantas saja Oruo sering mengeluh padanya, padahal dari awal terbentuk tim, Oruo sangat senang bisa satu tim dengan kapten sehebat Levi. Mau menegur pun, Erwin sudah lelah. Levi memang keras kepala.

"Itu keputusannya. Sebagai mantan atasan, kau harus menghargainya dan mendukungnya meraih apa yang dia impikan. Itulah salah satu sikap bijak seorang kapten.", ucap Erwin sambil menepuk bahu Levi.

"Tch, kau menyebalkan."

Levi pergi meninggalkan ruangan Erwin. Pria pirang itu hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Levi. Sudah biasa baginya melihat Levi sedang kesal atau marah.

********

Menjelang seleksi.

Anneth, Grace, dan Monica mengunjungi kediaman Petra yang baru. Mereka adalah sahabatnya sejak kecil.

"Hai teman-teman!"

Petra menyambut ketiga temannya dengan pelukan. Maklum karena sudah lama tak berkumpul bersama sejak Petra menjadi anggota militer.

"Kami sangat merindukanmu. Bagaimana kabarmu?", tanya Anneth.

"Kabarku sangat baik. Oh, ayo masuklah."

Petra mengajak teman-temannya masuk. Dia menghidangkan mereka teh hangat dan sekotak kue. Menghabiskan waktu dengan mengobrol santai dan bercanda.

"Mengapa kau keluar dari pasukan pengintai? Padahal kau bisa saja menjadi prajurit dan penyanyi.", tanya Grace.

"Apa karena kapten Levi?", tebak Monica.

Petra menganggukan kepalanya dengan malas. Terlalu malas untuk mengingat mantan atasannya kembali.

The Dream • RivetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang