Erwin memeriksa 20 mesin manuver yang sudah kembali itu. Banyak yang cacat dan harus diperbaiki. Namun itu lebih baik daripada membeli yang baru. Biaya untuk membeli satu mesin manuver sangat mahal.
"Mike, bawa semua mesin manuver ini kepada pembuatnya untuk diperbaiki!"
"Dimengerti!", jawab Mike sambil mengangkut mesin manuver itu pada sebuah gerobak kayu.
"Bagaimana perkembangannya?"
"22 anggota teater itu sedang dalam masa perawatan. Beberapa sudah ada yang kembali bersama keluarganya."
"Itu berita bagus. Bagaimana dengan pelaku?"
"Esther Lind didakwa atas kasus perdagangan manusia dan penipuan berkedok teater. Hukumannya adalah hukuman mati. Dilaksanakan minggu depan. Seorang sipir berkata bahwa dia sudah mulai gila dan mencari-cari hartanya."
Erwin mengangguk. Wanita itu memang gila harta. Saat kejadian, dia tak sempat mengambil semua uangnya dan hangus begitu saja bersamaan dengan ledakan.
"Bagaimana keadaan mereka berdua?"
Mike yang sedang mengangkut langsung terdiam.
********
Luka Levi tak begitu parah. Hanya mendapat jahitan kecil pada dahinya. Pukulan Esther Lind membuatnya robek sedikit. Namun selebihnya dia baik-baik saja.
Sementara Petra mengalami pendarahan pada usus bawahnya. Dia tak sadarkan diri selama tiga hari dan Levi setia menunggu gadis itu bangun.
Tangan Petra yang digenggam Levi tiba-tiba bergerak kecil.
"Petra? Kau sudah sadar? Kau bisa mendengarku?"
Petra membuka matanya perlahan-lahan.
"Hei...chou?", panggilnya dengan nada lemas.
Petra berusaha bangkit namun ditahan oleh Levi.
"Dasar bodoh! Kau baru bangun setelah tiga hari dan mencoba bangkit?"
Petra mengerjapkan matanya. Tiga hari? Itu waktu yang lama. Levi akhirnya menceritakan semuanya setelah kejadian itu. Anggota teater semuanya selamat dan Esther Lind dihukum mati. Mesin manuver yang hilang kembali pada pasukan pengintai dalam kondisi beberapa ada yang rusak. Sepertinya semuanya selamat dan berakhir bahagia.
"Heichou... Maafkan saya."
"Untuk apa?"
"Untuk semuanya. Saya menyesal telah memilih keputusan yang salah."
Levi menghela napas panjang mendengar jawaban Petra.
"Tidak ada yang perlu disesali. Apapun yang kau pilih, hasilnya tidak ada yang tahu. Semua sudah terjadi, jadi biarkan saja."
Petra memandang Levi. Benarkah semudah itu?
"Heichou?"
"Mengejar impian ya? Tidak ada yang salah dengan itu. Namun yang harus kau ketahui, sesuaikan dengan realita kehidupanmu. Itu saja, kau harus berpikir lebih realistis untuk masa depan."
Petra mengangguk dengan lemah. Yang dikatakan kapten Levi semuanya benar. Dia harus memilih antara realita atau impian. Karena salah memilih, maka inilah akibatnya. Petra merasa ini semua salahnya meski Levi berkata ini bukan salah siapa-siapa. Dengan kasus ini, akhirnya terbongkar kasus besar yang selama ini tidak diketahui masyarakat. Setidaknya masih ada hikmah yang baik dari kejadian ini.
********
Petra akhirnya diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Ayahnya sempat menjenguk satu kali karena Petra hanya butuh waktu sebentar untuk pemulihan. Sayangnya ayah Petra tak sempat bertemu Levi karena saat itu Petra dijaga oleh rekan-rekannya dan empat teman wanita Petra. Saat itu Levi sedang ada urusan mendadak dari Erwin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dream • Rivetra
FanfictionAntara mimpi, cinta, dan realita seorang gadis Eldian yang menjadi prajurit kemanusiaan. Cerita hanya untuk bersenang-senang. Author hanya meminjam karakter dan tempat kejadiannya saja. Selebihnya milik pengarang asli Attack On Titan, Hajime Isayama...