•22•

1.6K 168 24
                                    

Nino menatap tajam adiknya yang kini merangkul Qilla

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nino menatap tajam adiknya yang kini merangkul Qilla. "Qilla, bukannya lo ada urusan yah?" ujar Lio mengalihkan pembicaraan.

"Urusan? Eh, iya. Awas-awas, aku mau ganti baju."

"Di luar hujan, ngga usah pergi."

Qilla menatap Nino dengan memelas. "Tapi adek udah janji."

"Emang mau ketemu sama siapa sih dek?"

"Nana."

Setelah mendengar ucapan Qilla, para sepupunya itu langsung saja menatap gadis itu tajam. Qilla keluar saja sudah ragu untuk mereka izinkan. Apalagi mengetahui bahwa gadis itu ingin menemui Nana. Apa Qilla tidak lelah dengan ulah Nana? pikir mereka. Kenapa adik sepupunya ini sangat keras kepala. Mereka sedikit lelah dengan kelakuan Qilla dan juga soal Qilla yang ingin terus mengejar Kanza, tentu saja mereka menolak dengan keras tindakan adik sepupunya itu. Mereka penasaran seperti apa sih sosok Kanza sampai membuat adik sepupunya menjadi terobsesi seperti itu. Nino tampak sangat marah saat mengetahui pemuda yang adiknya sukai itu ternyata sudah bertunangan. Sungguh Nino tak ingin adiknya itu dianggap murahan. Padahal Nino sudah mengatai adiknya sendiri. Mendengar hal itu tentu saja membuat Qilla sakit hati, tetapi ia tak memiliki pilihan lain lagi.

"Itu jadi lebih sakit lagi karena lo tau, lo ngga punya hubungan apa-apa sama dia. Hanya memendam rasa suka dan setelah lo tau kalau mereka dijodohin itu jauh lebih sakit karena lo yang ngga punya hubungan dan ngga bisa ngelarang hal itu dengan alasan dia pacar lo. Dia menang dua kali, Qilla. Kalau nanti Kanza milih lo, lo bakal dicap sebagai perebut tunangan orang. Kecuali status lo sebagai pacar Kanza, pasti nana yg dibilang perebut. Karena udah ngerebut pacar orang dengan iming-iming tunangan."

Mereka mengangguk, menyetujui perkataan Mahesa. Mungkin apa yang Mahesa katakan itu ada benarnya. Nino menatap Qilla tajam. "Kakak bilang stop kejar dia, murahan banget sih." Geram Nino pada Qilla, mengundang protesan dari sepupunya yang lain.

"Nino, ngomong baik-baik!"

Gadis itu menggeleng. "Kak, ada alasan tertentu aku ngejar Kanza. Aku engga serendah itu buat ngejar tunangan orang. Seandainya bukan karena hal lain, aku udah jauhin Kanza dan aku bukan cewe murahan," tekan Qilla.

"Kalau gitu kasih tau kakak, apa alasan kamu." Pinta Nino.

Gadis itu menatap kakak sepupunya satu persatu, lalu menghela napas sebelum berucap. "Cuman Kanza yang bisa buat Nana ngakuin semuanya. Cuman Kanza yang bisa bikin kak Ben ngga benci sama aku lagi dan cuman dia yang punya rekaman percakapan orang tua kita soal kejadian itu."

Mendengar perkataan Qilla, para sepupunya memandang gadis itu penuh pertanyaan. "Rekaman? Kok bisa dia punya rekaman?" tanya salah satu dari mereka.

"Iya rekaman, aku ngga tau gimana dia bisa punya rekaman itu. Rekaman itu papi yang rekam, aku tau kalau ada rekaman karena papi sendiri yang keceplosan. Emang sih, papi itu ngga bisa jaga rahasia negara. Rekaman itu penting karena semua pertanyaan yang belum ada jawabannya sampai sekarang ada di rekaman itu. Tentang Al yang entah ada di mana. Tentang siapa yang nutup kasus kecelakaan itu tanpa satu pun di antara kita ada yang dinyatakan bersalah dan juga tentang Mina."

Golden Hour (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang